x

Iklan

Dimas Sianipar

Bekerja di BMKG. Alumnus STMKG. Mahasiswa Ph.D. di TIGP Earth System Sciences, Academia Sinica - National Central University, Taiwan
Bergabung Sejak: 26 Januari 2022

Jumat, 4 Februari 2022 11:32 WIB

Kisah Satu-satunya Gempa yang Berhasil Diprediksi

Gempa bumi belum bisa diprediksi dengan tepat: kapan akan terjadi, dimana lokasinya, pada kedalaman berapa, dan seberapa besar magnitudo-nya. Tapi ini beda. Gempa Haicheng tahun 1975 berhasil diprediksi sebelumnya, sehingga ribuan nyawa selamat dari guncangan sebesar magnitudo 7,3 itu. Simak cerita unik di baliknya.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Gempa memang belum bisa diprediksi secara tepat: kapan akan terjadinya, dimana lokasinya, pada kedalaman berapa, dan seberapa besar magnitudo-nya. Namun, cukup terkenal di kalangan ahli gempa, ada cerita satu-satunya gempa yang diklaim berhasil diprediksi kejadiannya.

Gempa ini dinamakan gempa Haicheng, yang terjadi tahun 1975 dengan magnitudo 7,3. Gempa ini terjadi di Cina bagian utara. Gempa terjadi tepatnya pada tanggal 4 Februari 1975 pukul 19:36 (malam) waktu lokal. Episenter (pusat) gempa ini berada dekat batas Kabupaten Yingkou dan Haicheng, di Provinsi Liaoning bagian selatan.

Sebelum terjadinya gempa, masyarakat berhasil dievakuasi. Perintah evakuasi ini yang kemudian, entah kebetulan atau tidak, berhasil menyelamatkan ribuan korban jiwa dan meminimalisir dampak yang ditimbulkan gempa tektonik ini.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Tanda-tanda (prekursor) bahwa akan terjadinya gempa Haicheng 1975 utamanya berasal dari pengamatan akan adanya peningkatan tren gempa-gempa kecil yang intens, yang disebut dengan istilah gempa pembuka atau foreshocks.

Selain itu, ada anomali alam lainnya terjadi sebelum gempa, misalnya anomali deformasi geodetik, perubahan level air tanah, warna, dan zat kimia-nya, serta perilaku tidak lazim dari hewan-hewan setempat.

Wang dan kawan-kawan (2006) dalam Predicting the 1975 Haicheng Earthquake mengungkapkan kisah keberhasilan prediksi gempa ini. Mereka mengumpulkan bukti-bukti lewat catatan historis dan cerita saksi mata untuk merekonstruksi kesuksesan prediksi gempa Haicheng ini, ditinjau dari sudut pandang seismologi.

Catatan historis itu utamanya berasal dari dokumen konferensi ilmiah para ahli dan pemerintah saat itu, laporan petugas pengamat gempa, dokumen resmi pemerintah provinsi, dokumen pemerintah daerah (lokal), naskah pidato pejabat pemerintah, serta log book atau buku catatan di kantor (observatori) pengamatan gempa.

Kesuksesan prediksi gempa ini berawal dari keresahan bahwa telah terjadi beberapa gempa kuat magnitudo M>6,5 di wilayah Cina bagian utara secara berturut-turut. Gempa terjadi berturut dalam kurun waktu tiga-empat tahun kala itu.

Gempa-gempa magnitudo M 6,8, 6,7, dan 7,2 terjadi tahun 1966; kemudian disusul M 6,7 tahun 1967; lalu M 7,4 tahun 1969. Posisi episenter gempa pun seakan berpindah (bergeser) dari arah barat-daya ke timur-laut.

Kejadian gempa berturut tersebut membuat wilayah tersebut mendapat atensi khusus dari para ahli kegempaan dan pemerintah setempat saat itu. Mereka pun menempatkan program monitoring gempa yang intensif. Pengamatan adanya anomali geofisika dan geologi dilakukan dalam usaha memprediksi gempa.

Pada awal bulan Juni tahun 1974, dalam konferensi ilmiah, mulai dibahas tentang prediksi gempa di wilayah tersebut secara intensif. Anomali-anomali yang merupakan tanda-tanda (prekursor) akan terjadinya gempa mulai dilaporkan dan dibahas. Ini yang kemudian membuat dikeluarkannya prediksi gempa jangka menengah (middle-term prediction) untuk wilayah tersebut.

Pada bulan Desember 1974 (dua-satu bulan sebelum gempa Haicheng), prediksi gempa menguat lagi. Saat itu, terjadi gempa M 5,2 tanggal 22 Desember 1974, yang aktivitasnya terjadi berupa kerumunan (swarm) gempa-gempa kecil.

Pembahasan dan diskusi tentang prediksi gempa di wilayah itu semakin intensif pada konferensi ilmiah tanggal 13-21 Januari 1975, atau dua-tiga minggu sebelum gempa Haicheng. Laporan-laporan terkait catatan anomali yang tercatat semakin dibahas dan didiskusikan lebih mendalam. Uniknya, setelah gempa swarm Desember tersebut, aktivitas kegempaan di sana menjadi hiatus (sepi) untuk sementara.

Pada tanggal 1-2 Februari 1975, aktivitas gempa-gempa sangat kecil mulai muncul yang tercatat di Observatori Gempa Shipengyu, dekat episenter gempa Haicheng.

Aktivitas gempa semakin masif sejak tanggal 3 Februari malam yang membangkitkan kekhawatiran petugas pengamat gempa saat itu. Mereka pun secara aktif mencatat tiap kejadian gempa yang terjadi. Mereka berpikir bahwa jika gempa besar akan terjadi, magnitudo gempa-gempa kecil (foreshocks) ini mungkin meningkat, dan aktivitasnya menjadi lebih sering.

Selain menganalisis gempa-gempa kecil tersebut, di awal Februari 1975, petugas juga mencatat tiap laporan anomali alam yang dilaporkan. Tanggal 3-4 Februari, petugas observatori melakukan komunikasi yang sangat intens dengan penduduk dan komunitas lokal. Komunikasi yang intens ini yang kemudian "mempengaruhi" perintah evakuasi penduduk untuk "keluar dari dalam rumah".

Atas pengamatan gempa-gempa kecil (foreshocks) yang semakin meningkat serta komunikasi intens dengan komunitas lokal itu, entah bagaimana, petugas observatori mulai mengeluarkan "prediksi gempa yang tidak resmi" kepada orang-orang.

Kata-kata seperti "bersiaplah untuk kemungkinan gempa besar malam ini" mereka ucapkan lewat telepon pada 4 Februari, sembari melaporkan jumlah gempa-gempa kecil yang semakin intens. Pesan-pesan dari petugas observatori ini yang menyebar dengan cepat di kalangan komunitas lokal dan meyakinkan penduduk untuk melakukan evakuasi.

Uniknya, seorang operator film berhasil diyakinkan oleh sang petugas observatori itu bahwa akan terjadi gempa malam itu. Si operator film kemudian memutuskan untuk membuat pertunjukan film di luar ruangan (outdoor) sepanjang malam untuk menarik perhatian penduduk agar mau "keluar dari rumah". Penduduk pun tertarik untuk keluar rumah dan menonton film di lapangan.

Gempa Haicheng pun benar-benar terjadi pukul 19:36 (malam) saat pertunjukan film itu, dan ribuan nyawa berhasil diselamatkan karena mereka berada di luar rumah.

Masih sulit dipahami, mengapa petugas observatori itu begitu yakin bahwa gempa besar akan terjadi malam itu (Wang dkk., 2006). Mereka mungkin khawatir akan peningkatan tren gempa-gempa kecil (foreshocks) dan secara intuitif mengantisipasi akan adanya gempa besar.

Intuisi mereka juga kemungkinan dipengaruhi oleh masif-nya laporan dan diskusi tentang prediksi gempa di wilayah Cina bagian utara saat itu, dan adanya pendapat para ahli seismologi yang mereka percayai kala itu.

Waktu berlalu. Berbagai negara maju pun melakukan program prediksi gempa, namun hampir seluruhnya gagal.

Sebagai contoh, gempa Parkfield tahun 2004 di California, Amerika Serikat, gagal diprediksi. Padahal, wilayah tersebut sudah "dipersenjatai" dengan instrumen pengamatan kebumian yang cukup rapat dan intensif sebagai bagian dari program prediksi gempa.

Saat ini, hanya gempa Haicheng 1975 yang diklaim berhasil diprediksi.

Gempa pun tetap masih belum bisa diprediksi secara tepat, saat ini.

Kompleksitas geologi-tektonik dan ketidakpastian (uncertainties) dalam pengukuran dan pemodelan di bidang ilmu kebumian masih harus dikaji lebih dalam. Tentu harus didukung pula oleh jaringan peralatan pengamatan kebumian yang semakin maju dan canggih. (***)

Ikuti tulisan menarik Dimas Sianipar lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB

Terkini

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB