x

Merdeka Belajar Cooperatif Learning 1, Sumber: Dokumentasi Pribadi Taufik Hidayat, S.Pd, M.Si

Iklan

Masdariah Tammuwali

Indonesiana
Bergabung Sejak: 3 Desember 2021

Selasa, 8 Maret 2022 08:15 WIB

Pada PTM Terbatas, Mengapa Blended Learning?

Pada sekolah yang guru-gurunya belum lazim melaksanakan blended learning terjadi semacam miskonsepsi. Mereka melakukan pemisahan ekstrem antara pembelajaran klasikal dengan daring. Bahkan masih ada sekolah yang melarang penggunaan gawai di dalam kelas ketika pembelajaran tatap muka berlangsung. Mereka menganggap proses pembelajaran akan terganggu. Dalam situasi terbatas ini penggunaan gawai dan pemanfaatan fasilitas internet justru sangat dibutuhkan untuk mendukung efisiensi proses pembelajaran.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Sejak awal tahun ini sekolah-sekolah telah diperbolehkan melakukan pembelajaran tatap muka secara terbatas, kecuali pada sekolah yang didapati kasus Covid -19.  Karena sifatnya yang masih terbatas, tentu saja ada pembatasan dalam pelaksanaannya. Ini akan berdampak pada pencapaian tujuan pembelajaran dan pencapaian target kurikulum yang kurang maksimal. Salah satu upaya untuk meminimalkan kesenjangan antara tujuan dan target kurikulum dengan  pencapaian konkritnya adalah dengan menerapkan pembelajaran campuran atau blended learning.  Ini adalah sistem belajar yang memadukan belajar secara face to face (bertatap muka/klasikal) dengan belajar secara online  melalui penggunaan fasilitas internet.

Blended learning menurut Harding, Kaczynski dan Wood (2005) merupakan pendekatan pembelajaran yang mengintegrasikan pembelajaran tradisonal tatap muka dan pembelajaran jarak jauh yang menggunakan sumber belajar online (terutama yang berbasis web) dan beragam pilihan komunikasi yang dapat digunakan oleh pendidik dan peserta didik.  Sejalan dengan itu Bonk dan Graham (2006) mendefinisikan blended learning adalah sebagai kombinasi dari dua instruksi model belajar dan mengajar: sistem pembelajaran tradisional dan sistem pembelajaran terdistribusi yang menekankan pada peran teknologi komputer.  Dari kedua pendapat tersebut  dapat dikatakan bahwa blended learning terdiri dari dua kegiatan pembelajaran dengan sistem yang berbeda, yaitu tatap muka di ruang kelas dan pembelajaran secara online di ruang maya pada berbagai platform pembelajaran online, seperti blog, website, google classroom.

Pada penerapan pembelajaran tatap muka terbatas terjadi pengurangan jam mengajar bagi guru.  Ccontohnya untuk mata pelajaran yang jatahnya enam jam pelajaran per-minggu, akan menjadi empat atau tiga jam per-minggu saja. Begitu pula untuk durasi waktu pembelajaran, yang normalnya 45 menit per-jam pelajaran, kini berkurang menjadi 40 menit. Bahkan ada sekolah yang menguranginya hingga 30 menit per-jam pelajaran.  Hal ini tentu akan sangat berpengaruh terhadap pencapaian target pembelajaran dan penguasaan kompetensi peserta didik.  Sekolah-sekolah  juga melakukan pemotongan kompetensi dasar pada kurikulum. Caranya mengarahkan guru-guru memilih kompetensi dasar yang dianggap paling mendasar pada suatu mata pelajaran, dan mengabaikan yang lainnya.  Namun demikian tetap saja masih belum optimal dari segi penyerapan pemahaman dan penguasaan kompetensi pada diri peserta didik.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Pada situasi seperti ini pembelajaran campuran atau blended learning merupakan pilihan sangat logis. Penggabungan dua jenis moda pembelajaran  itu diharapkan bisa  memaksimalkan proses pembelajaran. Masing-masing karakteristik dua  jenis pembelajaran ini memiliki kelebihan, sehingga penggabungan diharapkan akan memberikan pencapaian hasil belajar yang maksimal.  Apalagi, jika guru memiliki kemampuan, kreativitas  serta kemauan terus berimprovisasi dalam memberikan pelayanan kepada subyek belajar yaitu peserta didik.

Pada sekolah-sekolah yang guru-gurunya belum lazim melaksanakan blended learning terjadi semacam miskonsepsi. Para guru itu melakukan pemisahan yang ekstrem antara pembelajaran klasikal dengan pembelajaran secara daring.  Bahkan masih ada sekolah yang melarang penggunaan gawai di dalam kelas ketika pembelajaran tatap muka berlangsung. Mereka menganggap penggunaan gawai dan internet dalam kelas akan mengganggu jalannya proses pembelajaran. Mereka lupa bahwa dalam situasi serba terbatas ini penggunaan gawai dan pemanfaatan fasilitas internet justru sangat dibutuhkan untuk mendukung efisiensi dan efektifitas proses pembelajaran.

Ketika karakteristik dan kelebihan dari kedua moda pembelajaran ini di satukan tentu saja akan memberikan efisiensi dan efektivitas dalam proses pembelajaran. Pada pembelajaran luring peserta didik memerlukan lebih banyak waktu untuk menyalin materi, instruksi penugasan dan langkah-langkah kerja. Begitu pula guru membutuhkan banyak waktu menuliskan materi di papan tulis.  Bahkan sering kali terjadi target pembelajaran dam suatu tatap muka tidak tercapai sesuai rencana akibat keterbatasan waktu pelaksanaan.  

Dengan moda daring maka penggunaan waktu tersebut bisa dipangkas.  Materi dan instruksi yang dikirim lewat aplikasi pembelajaran atau media sosial akan diterima dan dibaca oleh peserta didik pada gawainya yang menggantikan peran buku tulis dan modul-modulnya.  Bahkan guru bisa mengirimkannya sebelum pertemuan tatap muka di kelas, sehingga peserta didik memiliki kesempatan membaca dan mendapatkan pemahaman awal tentang materi dan penugasan yang akan dibahas pada pertemuan dan diskusi di kelasnya. 

Ini juga akan memberi kesempatan pada peserta didik untuk mempelajari materi dan penugasan sesuai kecepatan dan kemampuannya masing-masing. Kita ketahui peserta didik memiliki kemampuan dan kecepatan yang berbeda-beda dalam belajar. Begitu pula dari sisi guru, ketika pembelajaran tatap muka sudah berlangsung di kelas guru tidak benar-benar memulai pembelajaran dari nol sehingga tidak perlu terburu-buru dan merasa seperti dikejar-kejar oleh waktu akibat durasi yang berkurang.

Efisiensi biaya juga akan didapatkan dengan penerapan blended learning. Siswa tidak perlu mengambil banyak waktu menyalin materi pelajaran akibat durasi dan penugasan latihan karena sudah terkirim ke gawainya. Dari segi biaya peserta didik dan guru tidak perlu lagi menfotokopi atau membeli modul.  Dengan demikian guru masih memiliki  waktu yang relatif cukup untuk menerapkan  metode pembelajaran yang sesuai hingga tuntas.

Namun tentu saja hal ini akan bisa terlaksana dengan asumsi bahwa guru dan semua peserta didik memiliki fasilitas berupa gawai dan koneksi internet.

Ikuti tulisan menarik Masdariah Tammuwali lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler