x

Iklan

Wahyu Umattulloh AL

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 5 Maret 2022

Rabu, 23 Maret 2022 14:38 WIB

Masyarakat Risiko Ekologi

Persoalan Ekologi di negara ini sangat minim perhatian. Hampir semua yang berhubungan dengan ekologi dianggap sebagai persoalan absrud dan immaterial. Mungkin anggapan itu akan menghantarkan negara ini berada di dalam ring masyarakat risiko ekologi.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Oleh: Wahyu Umattulloh AL. Mahasiswa Sosiologi, FISIP, Universitas Muhammadiyah Malang.
     

Alasan kita berada di dalam posisi masyarakat risiko ekologi adalah kurangnya perhatian terhadap keberlangsungan alam bagi hidup. Kekurangan itu menuntun kita terus menjauh bahkan melupakan ecological space untuk negeri ini. Skeptis mengenai perlunya melibatkan ekologi bagi semua kebijakan yang dibangun penguasa, menambah jati diri Indonesia congkak dan angkuh terhadap kepedulian dan kemaslahatan bersama. Termasuk kepedulian dalam jangka panjang yakni menjaga lingkungan bagi keberlangsungan hidup.

Keberlangsungan hidup kita tidak hanya ditentukan oleh otoritas pemangku kebijakan, melainkan juga oleh upaya dan tindakan kita menjaga serta memanfaatkan apa yang diberikan oleh Tuhan kepada pada kita. Termasuk lingkungan alam atau ekologi dengan segala kelebihan dan multi fungsi sebagai pelengkap keberlangsungan hidup. Namun semua yang diberikan-Nya berangsur-angsur menuju pada defungsionalitas dan devaluasi pengolahan serta perawatan lingkungan ekologi.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Ekologi merupakan unsur-unsur lingkungan hidup yang tersistematis melalui jaringan-jaringan kehidupan. Dalam rumusan singkat: ekologi adalah hubungan jaringan sistem antara manusia dengan lingkungan alam. Untuk memahami ekologi maka harus memahami jaringan. Jaringan ekosisitem terbentuk melalui interaksi dan komuniti antar mahkluk hidup yang memiliki residual keterkaitan antara satu dan lainnya, yakni antara manusia dengan hewan, tumbuh-tumbuhan, dan alam. Apabila terjadi perpecahan sistem ekologi (disruptif ecological system) akan muncul masyarakat risiko.

Pengertian mengenai masyarakat risiko menurut  sosiolog dari Jerman, Ulrich Beck, adalah peristiwa kerusakan fisik yang disebabkan proses-proses modernisasi. Kita amati bersama, modernisasi di era saat ini menjadi zaman untuk melakukan perubahan peradaban dan cara berpikir lebih maju kedepan serta mengalami perubahan sosial secara keseluruhan mulai dari etika, bahasa, budaya, politik, hingga muncul indsutrialisasi. Konsep masyarakat risiko sangat erat kaitannya dengan proses kemajuan dibidang industri yang berimplikasi terhadap standarisasi modern. Strandar tersebut memberikan lonjakan secara inhern terhadap rasionalitas teknologis untuk memberikan dikotomi di dalam perubahan kerja dan organisasi, bahkan lebih jauh lagi mampu merambah sektor-sektor lainnya salah satunya adalah  implisit environmental .

    Environmental atau Lingkungan menjadi salah satu dampak yang patut diutarakan di era industrialisasi ini karena lingkungan mengalami perubahan setiap tahunnya dengan berkembangnya cara beripikir manusia untuk melakukan tindakan-tindakan sesuai tingkat keefektifannya dan kepragmatisannya. Sisi masyarakat risiko menonjolkan atau mengedepankan hal-hal yang bersifat pragmatis, salah satunya yakni pragmatisme lingkungan. Pragmatisme tersebut merupakan cara beripikir individu untuk melihat suatu persoalan lingkungan hanya dilihat dari sisi kepentingan jangka pendek dan cenderung berorientasi pada kesenangan sesaat.

       Sisi prilaku di atas mendeskripsikan pola berpikir masyarakat industrialisasi untuk memberikan destruktif terhadap risiko ekologi. Risiko ekologi pada saat ini meggambarkan aktifitas industri mampu memberikan ragam pengaruhnya terhadap kompleksitas lingkungan berupa kesehatan lingkungan, dan kehidupan sosial manusia. Semua ragam itu terbentuk atau muncul di ruang masyarakat yang maju dengan dicirikan atau diidentitaskan sebagai hilangnya pemikiran sosial. Kehilangan pemikiran manusia untuk lebih mengudar semua sebab dan akibat apa yang dilakukannya menjadi pendukung percepatan  risiko di dalam eksisensi manusia terhadap risiko yang akan terjadi di masa mendatang.

     Risiko pada dasarnya menggali komponen masa depan yang kemungkinan mampu terjadi sebagai perisitwa tidak terduga, maka secara ilmiah risiko mempunyai hubungan-hubungan dengan porses mengantisipasi kehancuran yang belum terjadi namun sedang mengancam, atau secara sederhana risiko berusaha menandakan pencegahan dan memitigasi kerusakan di masa depan. Tidak mengherankan apabila kita berangsur-angsur mulai melihat dampak dari berbagai macam kerusakan lingkungan disebabkan oleh porses industrialisasi di Negara ini.  Kerusakan lingkungan ditandai dengan berbagai macam persoalan mulai dari tingkat emisi polusi, pencemaran, sampah, alih fungsi lahan, bahkan penyempitan area hutan. Kerusakan tersebut mulai berimbas kepada kita mulai dari musibah banjir, tanah longsor, kualitas udara yang berangsur-angsur menurun, tercemarnya air atau sumber mata air, menurunnya kesehatan, bahkan akan berimbas pada kehilangan mata pencarian tradisonal.

       Dampak risiko melalui kerusakan lingkungan mampu menjadi nilai level risiko yang terdiri dari, level telah terjadi, level sedang terjadi, hingga level setelah terjadi. Urutan level risiko mengharuskan kita sadar dengan kegiatan-kegiatan yang semakin memicu efektifitas kerusakan lebih besar, seharusnya kita sebagai manusia berpotensi terkena dampak lebih untuk tidak bersikap tak it for granted (menerima begitu saja) kepada  proyek industrialisasi modern hingga proyek korporasi atau proyek Pemerintah yang dikontrol oleh politik-politik pragtis.Malahan politik pragtis memiliki gelak delusi yang berkaitan dengan pengharapan mengenai validasi secara normatif bahwa semua keputusan-keputusan untuk mengubah masayarakat harus dipusatkan di dalam lembaga perpolitikan agar mampu mengkontorol semua perubahan dan perkembangan rakyat.

    Tuntutan-tuntutan dilambungkan kepada Pemerintahan Negara harus dilakukan oleh kita sebagai masyarakat modern yang diidentikan sebagai peradaban maju, untuk berpikir lebih sustainability demi memunculkan sistem pencegahan secara jangka panjang, sebab risiko modernisasi adalah konseptualisasi di mana kerugian dan kerusakan alam yang tetap kita rasakan ini ada dalam peradaban untuk digunakan sebagai kemaslahatan hidup. Namun nyatanya sampai detik ini kita tidak mengkaji permasalahan ekologi secara serius dan secara keberlanjutan. Kita hanya menjadi pendukung industrialisasi, Kaptilasime, dan Politik untuk menjadi pusat ekspansi peradaban. Pemusatan tersebut menjadi keberpihakan secara sepihak  oleh industrialisasi, kapitalisme, dan politik agar mempermudah melakukan devaluasi (penurunan) sumber daya alam sebagai kebutuhan sesaat.

    Jauh dari itu risiko lingkungan sudah menjadi produk dominan masyarakat industri atau masyarakat modern bahkan bukan lagi efek samping dari industri dan korporasi melainkan sudah menjelma sebagai produk utama. Dalam konsep masyarakat risiko dikenal dengan sebutan effect boomerang ( bomerang efek). Konsep ini menggambarkan sirklus melingkar setiap pelaku yang menyebabkan tidak akan mampu lepas dari dampak ulahnya sendiri. Cepat atau lambat risiko juga akan melibas orang-orang yang menghasilkan atau mendapat keuntungan dari asal muasal penyebab terjadinya risiko tersebut. Analogi tersebut menjadi konsep dasar berpikir untuk memikirkan risiko apa yang terjadi ketika ekologis dirampas haknya oleh modernisasi melalui proses industrialisasi disopang dengan power kapitalisme dan didukung oleh korporasi politik.

    Bomerang efek tidak mewujudkan diri sebagai suatu ancaman langsung kepada kehidupan manusia, lebih dari itu efek tersebut mampu memengaruhi media sekuder berupa uang, harta benda, dan legitimasi. Efek sekunderitas sebelumnya tidak terlihat kemudian berubah menjadi efek primer atau efek utama yang muncul dan membahayakan pusat produksi kausalnya sendiri. Maka risiko ekologi mampu menghancurkan berbagai macam fondasi mulai dari ekonomi, identitas sosial, policy (aturan), kesehatan  dan bahkan menghancurkan persediaan makanan manusia. Risiko ekologi tidak  hanya dilihat dari sisi alam tetapi dalam saku-saku cekak kaum kaya atau kapitalis dan kesehatan kaum yang merasa kuat. Risiko ekologi dan risiko masyarakat tidak mengenal sisitem kelas sosial karena tak seorangpun bebas dari risiko tersebut.

    Kehancuran ekologi mengancam segala sesuatu yang ada di bumi termasuk mengancam masyarakat-masyarakat desa untuk kehilangan identitas mata pencahariannya sekalipun mereka benar-benar memitigasi kerusakan. Ancaman tidak berhenti disatu titik saja melainkan mengancam setiap pemilik modal dan pemangku kepentingan yang hidup dari komodifikasi kehidupan dan syarat-sayaratnya untuk hidup dengan menggantungkan potensi dari alam. Kebijakan melalui produksi membuat bumi tak layak huni sedang dilakukan dengan cara cepat dan bertahap dalam intensifikasi yang membahayakan, sehingga perlawan dianggap sebagai ancaman komunis muncul dari sejumlah tindakan masyarakat modern melalui pencemaran lingkungan alam.

    Risiko kehancuran ekologi menjadi second moralitas setelah manusia modern berhasil mengeksploitas ligkungan alam, di mana sangat diperlukan adanya advokasi berupa negosiasi-negosiasi mengenai kerugian-kerugian bekas alam yang ludes secara industrial dengan cara sosial seperti klaim pengakuan bersama untuk kesanggupan melakukan perbaikan yang efektif. Sebab, alam adalah masyarakat dan masyarakat adalah alam. Orang-orang kapitalis dan para politisi sekedar menggunakan benda-benda alam dengan menganggapnya seperti apa yang nampak oleh panca indera sebagai pemenuh kebutuhan dahaga untuk minum, bernafas, dan makan. Lebih dari itu untuk memenuhi kebutuhan yang sekiranya tidaklah penting seperti fenomena nyeleneh
( patut ditanyakan) yakni pembabatan hutan untuk ibu kota baru demi menghindari risiko bencana di tempat lama. ANEH-ANEH.

     Anggapan cara berpikir terus mengalir saja tanpa pernah menyelidiki latar belakang realitas yang sudah terindikasi racun, bahwasannya menyalahpahami bahaya yang sedang perlahan mengancam mereka. Anggapan seperti itu mampu membuka diri terhadap  bahaya tanpa ada perlindungan atau keterlibatan  dari pihak korporasi politik dan kapitalis industri untuk memahami bahaya yang akan datang.

     Mulai saat ini masyarakat risiko harus berani dan bangkit menjadi masyarakat kritis terhadap setiap keputusan politik yang berhubungan dengan risiko ekologi dan kritis terhadap diri sendiri. Titik acuan dan praduga kritik kita selalu dihasilkan sebagai bentuk risiko serta ancaman yang akan melanda kestabilisasi ekologi dimasa depan. Persisnya ketika budaya dan nilai-nilai ekologi telah semakin memburuk, maka risiko ekologi terjadi di masa yang akan datang bahkan mampu hanya dengan hitungan bulan saja.    

*Wahyu Umattulloh AL.
Mahasiswa Sosiologi, FISIP.
Universitas Muhammadiyah Malang*.

Ikuti tulisan menarik Wahyu Umattulloh AL lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

2 hari lalu

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

2 hari lalu