x

Iklan

Supartono JW

Pengamat
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 16 April 2022 17:05 WIB

Rakyat Rindu Indonesia Damai, Rukun, Ibadah Ramadhan: Aman, Nyaman, Khusyuk

Pak Presiden, maaf, tolong, tertibkan orang-orang yang terus bekerja memperkeruh suasana, bikin ibadah Ramadhan tak nyaman, tak aman, dan tak Khusyuk. Sungguh, rakyat rindu suasana Indonesia yang damai, rukun. Terima kasih, Pak Presiden.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Fase 10 hari kedua ibadah Ramadhan, maghfirah (ampunan) sudah menginjak hari ketiga, tetapi nampaknya manusia-manusia yang bekerjanya bikin masalah dan memperkeruh suasana di Indonesia, ternyata masih dibebaskan berkeliaran. Harus diakui bahwa di fase 10 hari pertama Ramadhan, masyarakat Indonesia sangat terganggu dengan kondisi Indonesia yang tak ada bedanya dengan bulan-bulan yang lain, bulan-bulan penuh masalah akibat pemerintah dan parlemen, seperti kehilangan arah, karena sikap dan perbuatannya sendiri yang terus membikin rakyat ditekan dan menderita.

Seperti kehilangan arah karena rakyat terus menjadi obyek kepentingan-kepentingan mereka, karena terjerat oleh langkah mereka sendiri. Tak peduli dengan semua barang kebutuhan pokok naik, BBM naik, pajak naik, dan akan menyusul listrik naik LPG naik dll.

Setali tiga uang, tukang bikin resah pun terus dibebaskan memperkeruh suasana. Sampai-sampai satu di antara mereka, dalam tragedi yang sepertinya kebetulan, akhirnya menjadi korban pelampiasan kekecewaan masyarakat dengan bogem mentah, hingga sampai ditelanjangi.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Seharusnya, tragedi itu menjadi refleksi dan instrospeksi pemerintah, sebab atas kejadian itu, meski yang menjadi pelaku pemukulan hanya segelintir rakyat, tetapi atas kejadian itu, respon masyarakat nampak sangat puas. Tentu ini mencerminkan bahwa rakyat Indonesia yang karakter aslinya cinta damai, menjadi dendam kepada orang-orang yang terus bikin masalah dan memperkeruh suasana, tapi malah dilindungi oleh aparat keamanan karena menjadi bagian dari pendukung program rezim.

Tatkala satu orang yang muncul di tengah masyarakat, lalu tak ampun jadi sasaran kemarahan dan dendam rakyat, bukannya aparat dan pemerintah menyadari atas kesalahannya, ternyata aparat keamanan malah gegabah menetapkan para pengeroyok tukang bikin masalah. Hasilnya, mereka mempermalukan diri sendiri karena salah menetapkan tersangka.

Parahnya lagi, saat rakyat terus dendam kepada para pembikin masalah dan tukang keruh suasana yang lain, pemerintah dan aparat malah pamer dukungan kepada si tukang bikin masalah yang meringkuk di rumah sakit.

Padahal dalam beberapa kasus, si pembikin masalah ini juga sudah ditetapkan sebagai tersangka atas perbuatannya, tapi sampai sekarang, aparat seperti membiarkan kasusnya dan bahkan malah melindungi. Sementara, para pembikin onar yang lain, justru tambah menyulut permusuhan dengan cuitan-cuitan dan narasi yang semakin nantangin.

Pak Presiden, maaf, apa Bapak tidak tahu hal ini? Mengapa ada bagian dari pemerintah dan aparat keamanan justru nampak menjenguk tukang bikin masalah dan malah bangga menampakkan wajah mereka di depan kamera wartawan, bahkan bangga menyiarkan di media sosial?

Pak Presiden, maaf, apa Bapak tidak merasakan derita rakyat? Tapi Bapak malah bangga dengan jalan tol yang Bapak bangun tapi tak gratis untuk rakyat? Lalu, membandingkan dengan pencapaian pembangunan pemerintah sebelumnya?

Pak Presiden, maaf, para buzzer itu sungguh sudah sangat-sangat meresahkan masyarakat, membikin ibadah Ramadhan jadi tak aman, tak nyaman, dan tak khusyuk. Mengapa masih dibiarkan setiap detik mencuit dan terus menyebarkan narasi permusuhan?

Pak Presiden, maaf, saya hanya rakyat biasa yang ingin segala sesuatunya ditempatkan pada tempatnya, lewat tulisan-tulisan, saya hanya memotret wajah Indonesia dan bagaimana suasana hati rakyat yang cinta damai dan cinta tak dibikin menderita. Rakyat, sudah nampak mulai marah, pak.

Saya terus berusaha menjadi insan yang berpikir jernih, objektif, moderat, berusaha cerdas, beretika, dan berdaya kritis. Tidak memihak. Sebab, saya juga ingin tercipta suasana damai di Indonesia, terutama dengan lahirnya para elite dan warga bangsa, juga menjadi insan yang berpikir jernih, objektif, moderat, cerdas, beretika, dan berdaya kritis. Tidak memihak. Satu NKRI.

Pak Presiden, maaf, tolong, tertibkan orang-orang yang terus bekerja memperkeruh suasana, bikin ibadah Ramadhan tak nyaman, tak aman, dan tak Khusyuk. Sungguh, rakyat rindu suasana Indonesia yang damai, rukun. Terima kasih, Pak Presiden.

Ikuti tulisan menarik Supartono JW lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler