x

Sumber Gambar: Pixabay.com/ toko buku

Iklan

Fikriyah Layaly

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 21 April 2022

Sabtu, 23 April 2022 13:31 WIB

Karakteristik Sastra Indonesia dari Masa ke Masa

Sastra di Indonesia selalu mengalami perubahan pada setiap masanya yang disebabkan oleh keadaan dan peristiwa yang telah terjadi pada saat itu. Hal itu mewarnai sejarah sastra di Indonesia sehingga banyak menghasilkan karya sastra yang sangat menarik. Para sastrawan menghadirkan sastra yang berbeda pada setiap tahunnya.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Setiap sastra memiliki karakteristik atau keistimewaan tersendiri pada zamannya. Banyak hal yang melatar belakangi saat sastra itu dibuat dan diterbitkan, begitupun dengan sastra Indonesia. Banyak peristiwa-peristiwa penting yang terjadi pada perkembangan sastra di Indonesia yang menjadikannya sebagai karakteristik dari sastra tersebut. Membicarakan karakteristik dari sastra Indonesia adalah suatu hal yang menarik untuk dibahas karena Indonesia sangat melekat pada sastra. Di Indonesia sastra bisa dijadikan media untuk memberikan kritikan terhadap suatu aturan atau kebijakan.

Untuk lebih memudahkan dan memahami karakteristik sastra dari masing-masing periode maka dari itu kita harus membagikannya sesuai dengan angkatan sastra. Angkatan sastra adalah penggolongan karya sastra ke dalam suatu periode. Berdasarkan urutan waktunya sastra Indonesia terbagi atas beberapa angkatan, yaitu:

  1. Angkatan Sastra Indonesia Lama
  2. Angkatan Balai Pustaka 
  3. Angkatan Pujangga Baru
  4. Angkatan 1945
  5. Angkatan 1950
  6. Angkatan 1970
  7. Angkatan 2000

 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Angkatan Sastra Indonesia Lama

Karya sastra lama adalah kesusastraan yang tumbuh dari kebudayaan masyarakat pada saat itu. Pada angkatan ini karya sastra lebih bersifat moral, nasihat, pendidikan, ajaran agama, dan adat istiadat. Pada masa ini didominasi oleh syair, pantun, gurindam dan hikayat. Penyebaran sastra pada angkatan ini disampaikan secara lisan yaitu dari mulut ke mulut selain itu, penulis dari karya sastra tidak diketahui atau disebut dengan anonim. Karya sastra angkatan Indonesia lama menggunakan bahasa yang tidak sesuai dengan etika kebahasaan Indonesia. Cerita selalu diawali dengan dengan kata hubung yang memberitahukan bahwa cerita tersebut tidak menjelaskan tempat dan waktu. Penggunaan kata hubung maka biasanya selalu dipakai di awal kalimat.

Angkatan Balai Pustaka

Pada angkatan ini sastra di Indonesia mengalami banyak perubahan karena balai pustaka turut mengawasi, hal ini sejalan dengan tujuan didirikannya balai pustaka, yaitu untuk mencegah bacaan cabul dan liar. Bacaan cabul dan liar yang dimaksud adalah isi dari karya tersebut menyoroti kehidupan pernyaian dan dianggap memiliki misi politis (propaganda). Membicarakan angkatan balai pustaka ada tokoh sastrawan yang terkenal di masa ini, yaitu Nur Iskandar Muda. Nur Iskandar Muda banyak menghasilkan karya sastra pada periode ini.

Karakteristik atau ciri karya pada periode ini, yaitu gaya bahasa yang digunakan diungkapkan secara peribahasa, menggunakan alur lurus. Alur lurus atau alur maju adalah rangkaian peristiwa yang diceritakan berdasarkan urutan waktu (kronologis). Selain itu, cerita yang ditulis berdasarkan dengan realita kehidupan pada masa itu. Puisi pada masa ini berbentuk syair dan pantun.

Angkatan Pujangga Baru

Angkatan Pujangga Baru merupakan sebagai reaksi atau bentuk protes dari kebijakan balai pustaka. Sastra pada masa ini lebih bersifat nasionalisme dan kebangsaan. Oleh karena itu, para sastrawan angkatan ini terdiri dari berbagai keanekaragaman yang ingin membentuk sebuah kebudayaan persatuan kebangsaan Indonesia. Bahasa yang digunakan adalah melayu modern dan sudah meninggalkan bahasa klise serta membuat gaya bahasa sendiri sehingga memunculkan tema baru yaitu berupa masalah yang kompleks tidak lagi seputar adat. Tema emansipasi wanita dan kehidupan kaum intelek lebih ditonjolkan pada angkatan ini.

Angkatan 1945

Pada angkatan ini keadaan sastra sangat berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya karena sastra angkatan 45 lahir di tengah pergolakan politik yang kuat dan itu mempengaruhi corak sastra yang berkembang. Sastra angkatan 45 ini disebut juga sebagai angkatan Chairil Anwar, karena beliau sangat berpengaruh pada dalam membentuk angkatan 45. Pada periode diwarnai dengan banyaknya karya-karya puisi atau sajak. Para pengarang di era ini lebih bersifat bebas atau lebih berekspresi tanpa harus mengikuti aturan-aturan yang ada. Contohnya pada puisi Chairil Anwar yang ditulis pada masa ini adalah puisi bebas yang tidak terikat oleh struktur dari puisi itu sendiri seperti jumlah baris dan suku kata karena puisi pada masa ini lebih mementingkan isi. Selain itu, pada angkatan ini pengarang lebih realistis atau dengan apa adanya tanpa ditambah emosi dan harapan. Dan lebih berpandangan luas.

Angkatan 1950

Pada angkatan ini dipengaruhi oleh partai politik dan menganut sistem parlementer sehingga setiap partai politik memiliki lembaga kebudayaan sendiri, seperti PKI dengan lembaga kebudayaannya, yaitu Lekra (Lembaga Kebudayaan Rakyat). Lekra ini bersemboyan "seni untuk rakyat" dan "politik sebagai panglima" yang mengakibatkan terjadinya perpecahan antara diantara kalangan sastrawan di Indonesia. Kondisi tersebut berdampak besar pada kesusastraan Indonesia karena berhentinya perkembangan sastra yang diakhiri dengan tragedi G30S PKI. Karya sastra yang paling banyak perkembangan adalah cerpen, balada, dan puisi. Angkatan ini tidak jauh berbeda dengan angkatan 45 bahkan bisa dibilang bahwa angkatan 50 adalah lanjutan dari angkatan 45 yang membedakan hanyalah situasi atau latar belakang pada masa itu.

Angkatan 1970

Angkatan ini ditandai dengan perkembangan puisi kontemporer. Puisi pada angkatan 70 memiliki kekhasan tersendiri, yaitu dari segi bentuk dan pemakaian kata. Pada awal 70-an muncul puisi yang bercorak baru, yaitu puisi mantra, puisi mbeling, puisi imajis, dan puisi prosais. Dalam periode ini pengarang berusaha melakukan sebuah cara untuk keluar dari batasan yang telah ada, seperti prosa dalam bentuk cerpen dan pengarang sudah mulai berani membuat cerpen hanya dengan 1-2 kalimat dengan demikian terlihat seperti sajak. Perkembangan sastra di angkatan ini sangat bebas untuk diterbitkan dalam berbagai bentuk. 

Angkatan 2000

Angkatan ini menghadirkan pembaharuan yang sangat menarik, yaitu banyak bermunculan pengarang atau penulis wanita dengan pandangan yang kritis dan luas, seperti Ayu Utami, Dewi Lestari, dan Djenar Maesa Ayu. Pada masa ini sastra bersifat kontemporer. Semangat para penulis di angkatan ini sangat terasa, yaitu dengan membahas hal-hal yang masih dianggap tabu, seperti membahas masalah seks dan feminisme. Di samping itu, ada beberapa penulis yang mulai mengangkat tema religi hal itu sebanding dengan banyak kehadiran para pengarang Islam yang berada di dalam lembaga Forum Lingkar Pena (FLP). Pada era ini penulis sangat bebas untuk mengemukakan segala hal dengan bahasa yang modern tidak lagi terpaku dengan bahasa baku.

Ikuti tulisan menarik Fikriyah Layaly lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

2 hari lalu

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

2 hari lalu