x

ilustr: inc.com

Iklan

Liliek Purwanto

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 9 Mei 2022

Senin, 9 Mei 2022 14:36 WIB

Habis Hapsun, (Mungkinkah) Terbit Sensyik dan Selarang?

Hapsun memang menyenangkan. Namun, alangkah baiknya kita juga menyambut datangnya Sensyik dan Selarang.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Hapsun memang menyenangkan. Namun, alangkah baiknya kita juga (berusaha) menyambut datangnya Sensyik dan Selarang.

Siapa, sih, yang tak menyukai hari Minggu?

Hari ini layak ditunggu, terutama oleh orang-orang yang bekerja dengan sistem enam hari kerja dalam seminggu. Juga para pelajar dengan jam belajar standar nasional.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Setelah lima atau enam hari berkutat dengan kesibukan kerja, hapsun merupakan pelipur lara. Bagi para pekerja, lima atau enam hari kerja biasanya identik dengan kelelahan, timbunan masalah dan hal-hal tidak menyenangkan semacam itu.

Barangkali tak beda dengan perasaan  anak-anak sekolah. Sekian hari mereka memeras otak, tentu menginginkan jeda dan hiburan yang menyenangkan.

Hapsun Artinya Apa?

Maka, tak heran bila kemudian mengemuka istilah ‘hapsun’ yang memunculkan harapan. Sebenarnya, hapsun artinya apa, sih?

Ibarat peribahasa “Panas setahun dibalas hujan sehari”, begitulah kira-kira makna istilah ini. Hapsun adalah libur sehari (untuk bersenang-senang) yang (diharapkan mampu) menghilangkan rasa penat yang melingkupi badan dan pikiran sepanjang enam hari sebelumnya.

Entah dari mana mulanya, dan entah siapa pencetusnya, konsep hapsun seperti mengabarkan kelelahan fisik dan psikis kebanyakan orang. Hapsun adalah wujud kerinduan akan kegembiraan yang diharapkan hadir sekali dalam sepekan.

Happy Sunday, itulah frasa yang menjadi muasal terbentuknya akronim hapsun. Hari Minggu adalah waktu untuk bersenang-senang, terbebas dari ikatan kerja atau belajar.

Ketika Minggu yang ceria beranjak malam, bayangan kepenatan kerja atau belajar langsung bergelayut di mata. Gambaran suasana tak nyaman itu mewujud sebagai hari Senin (dan hari-hari berikutnya yang kita kenal sebagai hari kerja).

Tak heran jika kita kerap menjumpai ungkapan-ungkapan kekhawatiran dengan menyertakan kata Senin semacam “besok Senin” atau “Senin lagi”. Kata-kata ini hampir selalu mencuat menjadi topik yang trending di sebuah platform media sosial menjelang berakhirnya hari Minggu dan ketika hari Senin tiba.

Sebuah ungkapan yang menyiratkan keengganan meninggalkan kegembiraan atau sekadar rebahan di hari Minggu nan indah dan harus segera menggeluti hari Senin yang bakal “menyiksa”. Belum sampai ke hari kerja saja pikiran sudah teraniaya.

Bagi sebagian orang, hari Senin--juga Selasa hingga Jumat atau Sabtu--bukanlah hari-hari yang tepat untuk ber-happy-happy ria. Hari-hari itu identik dengan suasana serius, lingkungan tanpa canda, jiwa yang bosan, dan badan nan lelah.

Maka, selain sebagai wujud ungkapan keengganan, adakalanya tagar “Senin”, “Besok Senin”, atau “Senin Lagi” dimanfaatkan sebagai sarana membesarkan hari diri sendiri atau orang lain. Orang-orang yang (mencoba) bersikap optimis berupaya menjadikan Senin sebagai hari yang bertabur semangat.

Bagaimana Cara Meng-hapsun-kan Hari Senin?

Pertanyaannya adalah, tidak mungkinkah hari Senin hingga Sabtu menjelma sebagai “hapsun” juga? Apakah waktu untuk hepi hanya bisa kita dapatkan di kala bebas dari urusan kerja dan sekolah?

Jawaban atas pertanyaan itu tentu saja kembali kepada masing-masing individu. Setiap orang bisa (berusaha) mengondisikan hari-hari kerja (atau belajar) menjadi hari-hari yang menyenangkan, atau setidaknya tidak terlalu meletihkan badan dan pikiran.

Mengapa kita tidak berupaya menjadikan hari Senin sebagai sensyik, Senin yang asyik, misalnya? Bagitu pula dengan Selasa, kenapa ia tidak bisa kita kelola sebagai selarang, Selasa yang riang?

Kita telah sering mendengar istilah—atau lebih tepatnya keluhan—“besok hari Senin”. Sebuah ungkapan risau yang telah lama menjadi semboyan sendu para pekerja dan pelajar.

Kemudian, kemunculan istilah hapsun barangkali membuat “besok hari Senin” menjadi lebih dramatis lagi. Yah, setelah sejenak bersenang-senang, bakal ketemu lagi hari-hari melelahkan dan menjemukan nan panjang.

Orang-orang berpaham optimis telah berusaha mengenyahkan keresahan semacam itu dengan pelbagai cara. Satu di antaranya dengan memunculkan semboyan penyemangat.

Bagaimana kalau hari Senin kita jadikan hari yang asyik dengan sensyik? Dan hari Selasa mengantar hati kita menjadi riang dengan selarang? Kita bisa meneruskan daftar hari-hari baik ini untuk Rabu dan seterusnya.

Sekadar semboyan dengan mengutak-atik kosakata dalam bentuk akronim atau yel tentu tak cukup mampu mengubah suasana. Diperlukan tindakan yang lebih nyata untuk membikin hati gembira di tengah impitan kerja yang menjemukan atau pelajaran yang memusingkan.

Renjana, atau istilah populernya passion bisa menjadi jalan keluar bagi sebagian rasa kemrungsung dalam dunia kerja. “Pilihlah pekerjaan yang sesuai dengan passion Anda” adalah sebuah kalimat penyemangat yang kerap disarankan orang bagi pekerja yang merasa tidak nyaman di tempat kerja.

Ketika seseorang telah menemukan renjana dalam pekerjaannya, tentu saja bekerja tidak lagi menjadi beban hidupnya. Bahkan, tak jarang ia menjelma sebagai hiburan yang menyenangkan baginya.

Ayo, jangan hanya sibuk berharap datangnya hapsun, mulailah berusaha menciptakan sensyik dan selarang.

Ikuti tulisan menarik Liliek Purwanto lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler