Tiga Jam Bersama Teman Sekelas Saat Masih Kuliah di IKIP Jakarta

Senin, 23 Mei 2022 08:26 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content0
img-content
Iklan
Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Teman memang tidak lekang oleh waktu. Seperti pertemanan mahasiswa S-1 Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FPBS IKIP Jakarta. Kok bisa?

Ada benarnya, ya, sahabat, bBahwa kehidupan tanpa para teman itu seperti kematian tanpa para saksi. Coba deh renungi kalimat itu. Apa sih artinya teman dan untuk apa kita membutuhkan teman? Mungkin jawabnya sederhana. Karena teman-teman itulah yang menemani kita sama-sama berjuang, dalam situasi dan keadaan apa pun. Maka sering disebut “teman seperjuangan” saat di kampus atau di sekolah.

 Agak sulit dibantah siapa pun. Hari ini atau esok, teman pasti diperlukan. Pertemanan pun pasti dibutuhkan. Karena sejatinya, manusia dilahirkan sebagai makhluk sosial. Hamba Allah yang harus bersosialisasi. Berteman karena adanya ikatan emosional. Teman seperjuangan yang tahu kita apa adanya, tidak jaim. Bahkan mampu menyingkirkan egoisme. Bukan berteman atas kepentingan sesaat apalagi karena subjektivitas. Teman itu jiwa bukan raga.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Seperti hari ini (21/05/2022) di TBM Lentera Pustaka di kaki Gunung Salak Bogor, saya pun bersilaturahim bersama teman-teman sekelas masa kuliah di Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (Angkatan 1989-B) FPBS IKIP Jakarta (Sekarang FBS UNJ). Ada Faizin, Dyah, Sri Mulyani, Umi, Ina, dan Wini yang semuanya berkiprah di dunia pendidikan. Teman-teman di era 1989-1994 yang berjibaku sehari-hari ikut kuliah, menjalani UTS dan UAS hingga patungan untuk fotokopi buku kuliah. Ikut kuliah Pak Parera, Pak Abdul Chaer, Ibu Zulfahnur dan dosen lainnya, entah paham atau tidak? Tanpa peduli mengejar IPK (Indeks Prestasi Kumulatif). Prinsipnya, asal bersama dalam suka duka di kampus. Sebut saja, 3 jam bersama teman-teman sekelas semasa di kampus IKIP Jakarta.

Tentu ada banyak kenangan dan memori yang sulit diperlukan. Apalagi saat-saat ujian kuliah Sanggar Bahasa yang harus bermain drama alias teater. Latihan teater, makan alakadarnya, hingga mempersiapkan pementasan. Berat tapi semua dijalani dengan senang hati, Akhirnya ujian dan tuntas semuanya. Dan hari ini, kami berjumpa dalam canda tawa berkisah masa-masa di kelas dulu. Sambil silaturahim dan diskusi ringan tentang kenangan masa lalu. Ahh, selalu ada banyak cerita saat masa0sama di kampus pastinya.

Memang benar, bahwa teman lama itu bak pohon yang meneduhkan. Karena saat bersama teman, siapa pun berani melepaskan jaket ego-nya. Untuk mengambil hikmah dari masa lalu, Seburuk atau sebaik apa pun. Karena semuanya bagian dari sejarah hidup manusia. Sambil menyadari bahwa pangkat, jabatan, atau status sosial itu hanya aksesori hari ini. Sedangkan pertemanan berlangsung dari masa lalu hingga kini. Untuk menyebut “kita bukan aku atau kamu”.

Teman, suka tidak suka, telah mengingatkan siapa pun. Untuk tahu dari mana kita berasal dan ke mana kita akan menuju? Karena tetap menjalin silaturahim jadi kata kuncinya. Sebagai simbol pertemanan yang abadi, di mana pun dan hingga kapan pun. Karena kumpulan para teman, pasti “dibesarkan’ pada era yang tidak mungkin terulang lagi. Era jadi mahasiswa di kampus, 28 tahun lalu. Sambil menyadari, bahwa 10 atau 20 tahun lagi, teman-teman seperjuangan pun kian menua dan mulai merasakan “kesepian”. Lalu hanya bisa tersenyum saat mengenang teman-teman dengan berbagi lakon dan karakternya.

Siapa pun saat bersama teman. Pasti tahu bahwa dirinya bukan apa-apa dan bukan siapa-siapa. Itulah hakikat memelihara pertemanan. Karena manusia di mana pun, sejatinya adalah “homo homini socius”, tipa manusia adalah kawan bagi sesamanya. Semoga tetap sehat teman …. Salam literasi #IKABINDOUNJ #TBMLenteraPustaka #IKIPJakarta

Bagikan Artikel Ini

Baca Juga











Artikel Terpopuler











Terpopuler di Peristiwa

img-content
img-content
Lihat semua