x

Balai Pustaka adalah tempat dimana buku-buku pada tahun 1920 diterbitkan

Iklan

Dwi Puji Anggraini

Mahasiswa Universitas Syarif Hidayatullah
Bergabung Sejak: 29 Mei 2022

Jumat, 3 Juni 2022 05:47 WIB

Sastra Indonesia Periodisasi Masa Sebelum Kemerdekaan Indonesia

Pada masa kesusastraan sebelum kemerdekaan Indonesia, ada beberapa angkatan yang memengaruhi perkembangan dunia sastra. Angkatan-Angkatan yang dimaksud antara lain ialah angkatan Balai Pustaka, angkatan Pujangga Baru, ada pula masa kedudukan Jepang yang turut membuat perkembangan sastra di masa itu. Karya-karya yang berkembang pada masa itu anatara lain seperti syair, puisi, drama, dan lain sebagainya.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Sejarah sastra merupakan bagian dari sastra yang mempelajari perkembangan sastra dari masa ke masa. Kajian tentang ciri-ciri karya sastra pada suatu periode tertentu. Dengan mempelajari sejarah sastra, kita dapat merasakan perjalanan sastra dari masa ke masa sebagai bagian dari pemahaman kita tentang budaya bangsa. Oleh karena itu, sejarah sastra dapat dianggap sebagai seri karya yang paralel atau tersusun secara kronologis dalam waktu dan merupakan bagian dari proses sejarah.

 

Perkembangan sastra Indonesia sejak awal kelahiran sampai saat ini memperlihatkan kesinambungan dalam aspek sejarah. Hal ini tercermin dari berbagai pembabakan atau periode sastra yang dikemukan oleh berbagai pakar. Sastra Indonesia pun secara umum dideskripsikan melalui periodisasi berdasarkan urutan waktu, sastra Indonesia dibagi ke dalam beberapa periode, salah satunya periodisasi sejarah sastra sebelum kemerdekaan Indonesia.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

 

Periodisasi sastra sebelum kemerdekaan ditandai dengan beberapa periode yaitu :

1. Balai Pustaka

Balai Pustaka mengontrol pemilihan naskah untuk diterbitkan berdasarkan sejumlah faktor yang mengarah pada kepentingan kebijakan kolonial di Belanda. Balai Pustaka bekerja sebagai pelaksana kebijakan etis pemerintah kolonial, mempromosikan amtenarianisme yang taat, atau kewarganegaraan, dan menyeimbangkan sastra anti-kolonial dan nasionalis. Balai Pustaka merupakan hasil penyajian visi politik etis pemerintah kolonial. Pada tahun 1917, Balai Pustaka memperluas naskah yang diterbitkan menghasilkan berbagai macam buku, majalah dan almanak yang membahas meliputi pertanian, peternakan, alam, sejarah, adat istiadat, dll Kemudian pada tahun 1930-an, Balai Pustaka mulai berkembang menjadi penerbit naskah besar karena keberadaannya, yang didukung oleh kolonialisme Belanda, sehingga naskah-naskah yang diterbitkan oleh Balai Pustaka berhasil menyebar ke seluruh nusantara. Terlepas dari pro dan kontra yang ada di dalamnya, Balai Pustaka telah berperan dalam memajukan kesusastraan Indonesia modern dengan memberikan kesempatan kepada pengarang dan editor di Indonesia melalui terbitan naskah-naskah yang dapat dinikmati oleh khalayak umum.

 

2. Pujangga Baru

Angkatan Pujangga Baru merupakan generasi yang hadir untuk menggantikan angkatan Balai Pustaka yang dulu sukses. Generasi ini diberi nama Pujangga Baru karena generasi ini dimuat di majalah Pujangga Baru. Pendirian Pujangga Baru merupakan bukti kebutuhan masyarakat pada saat itu akan sebuah media penerbitan yang menampung dan membahas sastra dan budaya. Awalnya, majalah ini dicetak oleh percetakan Dutch Kolf oleh A. Dahleer. Kemudian Sutan Takdir Alisyahbana menerbitkannya sendiri. Jangan bayangkan majalah itu menyerupai majalah sastra Horison, yang kini sudah dicetak dengan baik dan tersebar luas. Peredaran majalah ini adalah 500 eksemplar dan peredarannya terbatas di kalangan guru dan mereka yang tertarik dengan masalah budaya dan sastra. Dia juga dikirim ke sultan, tetapi tidak diterima dengan hangat. Di antara mereka yang terbatas juga ada yang datang ke Malaysia untuk mempengaruhi perkembangan sastra Melayu. Banyak terobosan yang dikeluarkan Pujangga Baru misalnya masalahe penggunaan bahasa yang ditawarkan STA yang mengesampingkan bahasa Melayu yang kemudian digantikan dengan perpaduan bahasa daerah masing-masing pengarang dan bahasa asing.

 

3. Masa Pendudukan Jepang

Jepang tiba di Indonesia melalui pulau Jawa pada bulan Maret 1942. Saat itu, Jepang dipandang sebagai deportasi Belanda yang telah menjajah Indonesia selama ratusan tahun. Jepang menarik perhatian masyarakat Indonesia dengan propagandanya yang disebut Gerakan 3A, yaitu: Jepang pemimpin Asia; Jepang, pelindung Asia; Dan Jepang cahaya Asia. Keberhasilan Jepang melalui propagandanya dapat meninggalkan dampak yang cukup signifikan dan mendalam bagi masyarakat Indonesia saat itu. Saat itu, situasi di dunia sastra berada di bawah pendudukan Jepang karakteristik baik dari segi isi masalah dan cara karya tertulis ditulis. Jepang menuntut produksi sastra yang mempromosikan cita-cita perang dan mendukung kepentingan pemerintah. Permintaan ini menimbulkan konsensus dan ketidaksepakatan di antara penulis. Situasi ini turut mewarnai wajah karya sastra.

Ikuti tulisan menarik Dwi Puji Anggraini lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu