x

cover buku Dua Dunia dalam Satu Warna

Iklan

Handoko Widagdo

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Selasa, 31 Mei 2022 18:57 WIB

Dua Dunia Dalam Satu Warna - Perbedaan Gaya Hidup Tionghoa di Kota Kecil dan Kota Besar

Buku “Dua Dunia Dalam Satu Warna” adalah buku yang membahas gaya hidup masyarakat Tionghoa di Jawa. Meski tak selengkap buku “Peradaban Tionghoa Selayang Pandang” karya Nio Joe Lan, buku ini memiliki kelebihan. Kelebihan dari buku ini adalah memilah gaya hidup masyarakat tionghoa di kota besar dan kota kecil di Jawa. Fransisca Theresia mengulas kesamaan dan perbedaan dari dua kelompok tionghoa ini berdasarkan pengamatannya.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Judul: Dua Dunia Dalam Satu Warna

Penulis: Fransisca Theresia

Tahun Terbit: 2004

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Penerbit: Creativ Media

Tebal: xii + 70

ISBN: 979-3250-05-4

 

Buku “Dua Dunia Dalam Satu Warna” adalah buku yang membahas gaya hidup masyarakat Tionghoa di Jawa. Meski tak selengkap buku “Peradaban Tionghoa Selayang Pandang” karya Nio Joe Lan, buku ini memiliki kelebihan. Kelebihan dari buku ini adalah memilah gaya hidup masyarakat tionghoa di kota besar dan kota kecil di Jawa. Fransisca Theresia mengulas kesamaan dan perbedaan dari dua kelompok tionghoa ini berdasarkan pengamatannya.

Fransisca mengaku bahwa buku ini bukanlah hasil dari penelitian yang mendalam, Ia secara jujur menyampaikan bahwa isi buku ini adalah hasil pengamatannya saja. Meski hanya hasil pengamatan, buku ini memberikan banyak informasi yang menarik. Sebab Fransisca menganalisis pengamatannya tersebut sehingga menjadi pengetahuan yang sangat penting bagi para pemerhati masyarakat tionghoa di Indonesia. Buku ini membuka wacana dan menambah wawasan.

Fransisca membagi bukunya ke dalam bab-bab yang memudahkan kita untuk mengikuti pandangannya. Bab-bab tersebut adalah: 1. Kehidupan sehari-hari, 2. Adat dan Tradisi, 3. Gaya hidup, 4. Harga diri, 5. Agama dan kepercayaan, 6. Pendidikan, 7. Pergaulan, 8. Gosip dan komunikasi (Radio berjalan), 9. Masa depan dan 10. Hari tua. Di setiap bab tersebut Fransisca secara konsisten membandingkan antara komunitas tionghoa yang tinggal di kota besar dan komunitas tionghoa yang tinggal di kota kecil.

Fransisca menemukan bahwa ada kontras yang luar biasa antara orang tionghoa di kota kecil dan yang berada di kota besar. Terutama pada para perempuannya.

Tentang kehidupan sehari-hari misalnya. Orang tionghoa, terutama para perempuan, di kota kecil lebih santai. Mereka lebih menggunakan waktu luangnya untuk bersenang-senang. Sangat berbeda dengan para perempuan tionghoa yang berada di kota besar. Mereka harus bekerja keras supaya bisa menutupi kebutuhan sehari-hari.

Dalam hal adat dan tradisi, orang-orang tionghoa di kota kecil lebih patuh melaksanakan tradisi. Mereka rata-rata masih mempraktikkan tradisi tionghoa yang memakan banyak waktu dan biaya. Hal ini sangat berbeda dengan mereka yang tinggal di kota besar. Mereka lebih memilih hal-hal praktis karena pertimbangan waktu dan biaya. Dalam gaya hidup pun mereka berbeda. Perempuan-perempuan tionghoa di kota kecil rata-rata hidup makmur dan suka memamerkan kekayaannya dengan perhiasan dan busana yang mentereng. Sementara rekan mereka yang di kota besar lebih sederhana.

Tentang harga diri, perempuan-perempuan tionghoa di ota kecil lebih angkuh. Mereka jarang bergaul dengan etnis lain. Mereka merasa bahwa mereka memiliki harga diri yang lebih tinggi daripada etnis lain di lingkungannya. Sedangkan di kota besar, pergaulan antar etnis menjadi sesuatu yang tak terhindarkan.

Dari segi agama, Fransisca menemukan hal yang sangat menarik. Orang-orang tionghoa di kota kecil pada umumnya masih memeluk agama nenek moyangnya atau beragama Budha. Sementara mereka yang tinggal di kota lebih banyak yang memeluk agama Kristen/Katholik. Apakah hal ini disebabkan karena kepraktisan? Dalam memandang pendidikan, orang-orang tionghoa di kota kecil tidak terlalu memburunya. Namun mereka yang tinggal di kota besar, pendidikan adalah sesuatu yang penting untuk diperjuangkan. Bagi mereka yang tinggal di kota kecil, pendidikan tidak terlalu penting sebab saat dewasa, mereka bisa meneruskan bisnis orangtuanya. Sedangkan di kota besar, jika tidak memiliki pendidikan yang memadai maka mereka tidak akan mendapatkan pekerjaan yang layak. Akibatnya, mereka-mereka yang tinggal di kota kecil tidak terlalu khawatir dengan masa depannya. Sedangkan mereka yang tinggal di kota besar sangat perhatian kepada masa depan kehidupannya.

Meski sepertinya orang-orang tionghoa yang tinggal di kota kecil lebih santai, tetapi mereka yang memilih untuk mencapai masa depan yang lebih cerah, pada umunya sanggup untuk bekerja keras. Dalam buku ini Fransisca memberi contoh anak muda yang rela merangkak dari bawah untuk bisa menjadi seorang yang berhasil.

Fransisca juga menunjukkan bahwa para orang tionghoa yang tinggal di kota kecil lebih perduli kepada orangtua mereka yang sudah berumur. Sementara mereka yang tinggal di kota besar kurang perhatiannya kepada orangtuanya.

Cara bertutur Fransisca Theresia dengan membandingkan kehidupan orang tionghoa di kota kecil dan kota besar ini memang sangat menarik. Kita jadi tahu bahwa tanpa disadari telah terbentuk sub kultur yang berbeda, meski berasal dari akar yang sama. Jadilah “Dua Dunia dalam Satu Warna.” 678

 

Ikuti tulisan menarik Handoko Widagdo lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler