x

Untuk Cerpen: Suara-suara Berkabut pada Pagi Paling Busuk

Iklan

Nabil rifqi Rifqi

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 30 Mei 2022

Kamis, 2 Juni 2022 19:20 WIB

1 Juni Mengubur Diskriminasi

1 Juni mungkin akan selalu tak terlupa. Namun, mengingat saja tak sampai kepada kata cukup. Sesekali kita perlu resapi, jadikan ia sebagai refleksi kedalam diri.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Layaknya bahtera yang berlabuh, nampaknya badai dan gelombang adalah momok utama yang perlu ditaklukan seorang nahkoda. Karena ialah yang memiliki wewenang tertinggi atas bahteranya. Ia perlu mengatur, mempertimbangkan banyak hal, dan tak lupa akan kerja sama dengan awak kapalnya untuk kemudian menghantarkan bahtera hingga ujung labuh perjalanannya.

Layaknya itupula metafora dari sebuah negara. Dan begitu pula dengan Indonesia, ditinjau dari sejarahnya, Indonesia memiliki berbagai momok yang menghadang disetiap langkah untuk sampai kepada kata "merdeka". Sejarah kelam 74 tahun silam contohnya, itulah masa jatuh bangunnya perjuangan para pejuang yang memikul harapan tuk menggapai cita. Mulai dari perjuangan melawan para koloni, hingga perjuangan membangun dasar ideologi.

1 Juni, adalah tanggal yang diabadikan bangsa sebagai hari lahirnya Pancasila. Dimana sampai saat ini telah menjadi ideologi negara, yang isinya berjumlah panca (diambil dari bahasa sansekerta yang artinya adalah 5). Yaitu "ketuhanan yang maha esa", "kemanusiaan yang adil dan beradab", "persatuan Indonesia, "kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan", dan yang terakhir adalah "keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia".

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Adapun pemutusan 5 dasar ini sangat dipertimbangkan oleh para tokoh-tokoh bangsa, kiranya hal apa saja yang dapat menopang, memperkokoh, dan menjadi pelindung bangsa dari berbagai momok yang berpotensi untuk meruntuhkannya. Memikirkan matang-matang dalam merumuskannya, bahkan tidak asal dalam memberikan saran untuk dijadikan sebagai dasar negara. Padahal, waktu itu sudah ada 3 tokoh bangsa yang memiliki saran tentang dasar negara Indonesia. Namun tetap harus dipertimbangkan. Begitulah para tokoh bangsa dalam merumuskannya.

Yang menarik setelahnya adalah, para tokoh ternyata sadar akan momok-momok utama yang paling berpotensi terhadap kehancuran bangsa ini. Sehingga diharapkan oleh mereka, dengan dasar ini dapat menghindarkan bangsa dari segala hal yang dapat menghancurkannya. Bukankah dengan bertuhankan maka masyarakat memiliki jalan hidup yang selayaknya? Dan lain seterusnya sampai sila ke-5.

"Persatuan Indonesia", sila ke-3 dari Pancasila. Ketika kita melihat kembali masa kolonialisme pada saat itu, bukankah segala upaya perlawanan telah dikerahkan dari berbagai kubu? Akan tetapi lebih dari 3,5 abad lamanya bangsa masih dalam kondisi yang tak berubah. Lantas mengapa? Tentu 1 hal pokok yang tertinggal dari para pejuang, adalah tidak adanya integritas perjuangan, mereka berjuang tapi tak bersatu, mereka berjuang tapi masih menggunakan nama kubu, mereka berjuang tapi acuh akan kubu lain yang bahkan kejam tertindas hingga tak mampu melawan.

Maka, "Persatuan Indonesia" adalah jawabannya. Para tokoh memilihnya tak lain karena bangsa memiliki momoknya, yaitu tidak adanya persatuan. Maka untuk tetap mengokohkan bangsa ini diambang puing-puing kemerdekaan, persatuanlah yang patut untuk kita jadikan sebagai dasarnya.

Namun, ironi sekali ketika kita melihat kondisi saat ini. Ketika integritas sudah mulai nampak semu, dan bangsa dipopulerkan dengan kata diskriminasi. Mulai dari ruang lingkup sekolah bahkan sampai pekerjaan yang memilah karyawannya hanya yang memiliki paras yang menawan saja. Lantas masihkah kita mengharap Indonesia yang merdeka sempurna jika hal yang timbul dari ruang lingkup kecil ini melenceng dari dasarnya?

Maka, 1 Juni mungkin bisa kita definisikan sebagai masa refleksi bagi bangsa. Untuk mengingat tentang sejarah. Tak hanya mengingatnya saja, namun perlu adanya penerapan kembali tentang dasar-dasar ideologi negara dalam kehidupan sehari-har kita.

 

Ikuti tulisan menarik Nabil rifqi Rifqi lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler