x

cover buku Tionghoa Merajut Keindonesiaan

Iklan

Handoko Widagdo

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 11 Juni 2022 18:13 WIB

Tionghoa Merajut Keindonesiaan

Sebuah persembahan bagi 80 tahun Prof. Leo Suryadinata. Biografi singkat dan bahasan topik-topik tentang etnis tionghoa yang menjadi perhatian Pak Leo.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Judul: Tionghoa Merajut Keindonesiaan

Editor: Didi Kwartanada

Tahun Terbit: 2021

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Penerbit: Penerbit Universitas Ciputra

Tebal: 276

ISBN: 978-623-7636-81-6

 

Siapapun yang mempelajari “Masalah Cina” di Indonesia, pasti akan bertemu dengan karya-karya Pak Leo Suryadinata. Sebab Pak Leo memang pakar bidang ini. Karya-karya beliau berkontribusi luar biasa dalam diskusi-diskusi Masalah Cina.

Buku “Tionghoa Merajut Keindonesiaan” ini adalah karya persembahan dari teman-teman penyelenggara webinar “NGGOTIO – Nggosipin Tionghoa.” Seperti dijelaskan oleh Alex Cheung di bagian Penutup buku ini, Nggotio adalah webinar yang didedikasikan untuk “mengisi kekurangan pembahasan seputar isu ketionghoaan.” Webinar yang direncanakan hanya 5 episode ini, karena peminatnya membeludak, akhirnya terselenggara sampai 50 episode. Pak Leo beberapa kali hadir dalam kegiatan webinar dan bahkan pernah menjadi narasumber.

Para pakar ketinghoaan yang aktif dalam kegiatan NggoTio tersebut kemudian membuat buku ini sebagai persembahan kepada Pak Leo pada ulangtahunnya yang ke 80.

Kita beruntung karena kita mendapatkan paparan tentang biografi singkat Pak Leo Suryadinata. Sebab, meski Pak Leo banyak menulis artikel dan profil para pesohor dari etnis tionghoa, informasi tentang Pak Leo sendiri hampir tidak pernah ada. Jadi kita harus mengucapkan terima kasih kepada Didi Kwartanada dan team yang berhasil mengorek biografi beliau, termasuk karya-karya utama (tersekelsi) yang pernah ditulisnya. Tak kurang dari 64 buku, 35 bab dalam buku, 57 artikel dalam journal dan makalah yang pernah ditulisnya. Jumlah tersebut tidak termasuk artikel-artikel dalam surat khabar dan konferensi. Jumlah tersebut menunjukkan betapa produktifnya Pak Leo.

Karya-karya Pak Leo tidak mengambil satu sudut pandang saja dalam mendiskusikan masalah cina. Karya-karya Pak Leo meliputi masalah sosial, budaya, agama dan kepercayaan, kewarganegaraan, kebangsaan, press dan tokoh-tokoh etnis tionghoa. Karya-karya beliau begitu bernas sehingga banyak menjadi acuan bagi peneliti/penulis berikutnya. Pikiran-piiran beliau yang dituangkan dalam karya-karya tersebut sering menjadi bahan diskusi-diskusi sesuai topiknya.

Seperti telah disampaikan di atas bahwa minat Pak Leo tentang masalah Cina adalah sangat luas, maka dalam buku ini pun ditampilkan artikel-artikel yang sesuai dengan topik bahasan yang pernah disampaikan oleh Pak Leo melalui tulisan-tulisannya.

Aan Anshori, Surya Samudera Giamsjah, Johan Hasan dan Michael Andrew menulis tentang topik “Stereotip, Identitas dan Nasionalisme.” Aan Anshori mengamati bahwa sentiment terhadap etnis tionghoa sudah mengecil. Tetapi sentiment ini masih berpotensi digunakan oleh politisi untuk mencapai tujuan kekuasaan. Hal ini terjadi karena meski banyak yang tidak lagi membeci etnis tionghoa, tetapi masih kurang suka jika orang tionghoa mendapat kesempatan untuk menjadi pemimpin atau memegang jabatan publik. Surya Samudera Giansjah menyoroti secara khusus munculnya Ahok, seorang tionghoa Kristen yang menjadi Gubernur DKI. Ahok harus masuk penjara gara-gara pelintiran kebencian saat ia menjadi kontestan dalam pemilihan Gubernur berikutnya di Ibukota Negara. Johan Hasan membahas perjalanan pemikiran tentang kebangsaan sejak dari sebelum Indonesia merdeka sampai dengan masa kini. Konsep kebangsaan yang sempit menjadi salah satu sebab mengapa orang-orang tionghoa tidak bisa berpartisipasi dalam kegiatan politik secara luas. Sedangkan tokoh muda Michael Andrew menekankan pentingnya orang-orang tionghoa berkiprah dalam adminsitrasi negara.

Evi Lina Sutrisno dan Sutrisno Murtiyoso menulis tentang agama dan kepercayaan. Evi Sutrisno membahas tokoh Lie Kim Hok, seorang pengarang yang berkutat dengan barat, kepercayaan cina dan budaya Melayu. Sutrisno Murtiyo membahas tentang dua punden (Klenteng) di Parakan dan Magelang sebagai bagian dari kepercayaan orang-orang tionghoa di abad 18.

Ravando dan Rojil Nugroho Bayu Aji menulis tentang olahraga. Seperti kita tahu, kontribusi orang tionghoa dalam dunia bulutangkis begitu besar. Secara khusus Ravando mengupas hal ini. Sedangkan Rojil membahas kiprah orang-orang tionghoa, khususnya di Surabaya di dunia sepak bola.

Sedangkan Didi Kwartanada dan Yerry Wirawan menulis historiografi. Kedua pakar sejarah ini memang orang yang tepat untuk mengungkap topik historiografi. Didi secara khusus menulis tentang karya-karya yang berhubungan dengan topik sejarah yang muncul pasca 1998. Sedangkan Yerry Wirawan yang memang banyak meneliti tionghoa Sulawesi Selatan menyampaikan studi awalnya tentang penulis bernama Wilson Tjandinegoro.

Sayang sekali ada beberapa topik yang menjadi perhatian serius dari Pak Leo tidak dibahas di buku ini. Kita tahu bahwa Pak Leo membahas tentang budaya etnik Tionghoa dan sastra. Padahal kita tahu bahwa Pak Leo banyak menulis tentang sastra/karya fiksi yang dihasilkan oleh para penulis tionghoa. Pak Leo sangat fasih menjelaskan karya-karya terjemahan/adaptasi karya-karya dari cina daratan. Pak Leo juga menulis tentang cerita-cerita silat yang marak di tahun 1970-80-an, seperti karya-karya Kho Ping Hoo. Tentang tokoh tionghoa, buku ini hanya menampilkan Lie Kim Hok dan Wilson Tjandinegoro yang muncul secara sekilas. Ketiga topik ini tidak muncul dalam buku ini.

Mungkin sempitnya waktu untuk mempersiapkan buku ini menjadi penyebab tidak lengkapnya pembahasan topik-topik yang menjadi minat Pak Leo. 681

 

Ikuti tulisan menarik Handoko Widagdo lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler