x

cover buku Yo Kim Lay

Iklan

Handoko Widagdo

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Senin, 13 Juni 2022 22:12 WIB

Yo Kim Lay Sahabat Masyarakat Batak

Yo Kim Lay adalah bukti bahwa kerja keras, jujur dan bisa dipercaya adalah modal dalam mencapai sukses. Berasal dari keluarga miskin, Yo Kim Lay berhasil menjadi salah satu orang terkaya di Tarutung. Yo juga membuktikan bahwa ia bisa berasimilasi dengan sangat baik dengan masyarakat Batak, dimana ia berada.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Judul: Yoe Kim Lay

Penulis: J. Anto

Tahun Terbit: 2022

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Penerbit: Penerbit Buku Kompas

Tebal: xlvi + 202

ISBN: 978-623-346-420-8

 

Kisah-kisah imigran tionghoa atau keturunannya yang sukses, sudah banyak ditulis. Buku-buku bergenre biografi orang tionghoa perantauan pada umumnya mengisahkan masa muda yang sangat miskin, tidak terpelajar sehingga hidup sengsara. Namun kerja keras, keuletan, kejujuran dan kejelian melihat peluang membuat mereka-mereka ini menjadi orang sukses secara ekonomi.

Biografi Yoe Kim Lay ini pun mengikuti pola yang sama. Masa kecil yang miskin, tidak berpendidikan, pekerja keras dan ulet serta mampu memanfaatkan peluang sehingga akhirnya menjadi sukses secara ekonomi. Buku ini menjadi berbeda karena mengungkapkan pengalaman hidup seorang tionghoa di Tanah Batak. Kebanyakan biografi orang tionghoa perantauan berbasis di Jawa. Sangat jarang biografi atau memoar tokoh tionghoa Batak yang dibukukan.

Nilai tambah buku ini ada pada peran sosial dan deskripsi asimilasi keluarga Yoe Kim Lay dengan suku Batak.

Yoe Kim Lay adalah generasi pertama yang lahir di Tanah Sumatra. Yoe Hap, ayah Kim Lay datang ke  Hindia Belanda melalui Padang. Yoe Hap kemudian pindah ke Padangsidimpuan. Di kota inilah Kim Lay lahir dari rahim seorang perempuan boru Nasution. Setelah merasa tidak ada perkembangan dari sisi ekonomi, Kim Lay muda merantau ke Sibolga dan kemudian Tarutung.

Kerja keras dan keuletan serta kejujurannya membuat Kim Lay mendapatkan kepercayaan dari pedagang-pedagang Batak dari pedalaman dan juga orang Belanda. Kim Lay memulai karir ekonominya sebagai kuli pelabuhan di Sibolga. Ia kemudian menuju ke Silindung untuk memluai berdagang. Yoe Kim Lay adalah pionir Tionghoa yang membuka perdagangan di Silindung. Sebenarnya sudah ada orang tionghoa yang lebih dulu datang ke Silindung, yaitu Lie Eng Seng.

Bisnis Kim Lay segera saja berkembang pesat. Ia dipercaya untuk menjadi pemborong pembangunan jalan Sibolga – Tarutung, mengelola perkebunan karet, membuka hotel dan membuka toko yang menyediakan bahan-bahan makanan dan minuman untuk orang Belanda. Karena jasanya kepada orang Belanda, ia mendapatkan penghargaan jam berlapir emas dari Ratu Emma. Namun sayang, usahanya ini bangkrut karena dibebani pajak yang sangat tinggi oleh Pemerintah Hindia Belanda saat terjadi krisis ekonomi dunia tahun 1930. Setelah bangkrut, Yoe Kim Lay mengabdikan diri menjadi penginjil di Gereja HKBP.

Secara sosial Yoe Kim Lay juga sangat berhasil. Kim Laylah yang mengupayakan supaya ada kuburan untuk orang-orang Tionghoa di Simaung-maung. Keberhasilannya membangun makan tionghoa ini adalah berkat kedekatannya dengan Raja Frederick Lumbantobing, sehingga ia bisa mendapatkan tanah untuk kuburan. Keberhasilannya dalam ekonomi dan sosial membuat Kim Lay diangkat menjadi Wijkmeester der Chinezen (Kepala Kampung Tionghoa).

Disamping memaparkan kisah keberhasilan Yoe Kim Lay dalam membangun bisnis, J. Anto memasukkan paparan tentang asimilasi orang Tionghoa ke suku Batak. Asimilasi dilakukan melalui perkawinan. Yoe Hap menikahi boru Nasution, Lie Eng Seng menikah dengan boru Pasaribu dan Yoe Kim Lay sendiri menikah dengan Lie Seng Lian Nio yang ibunya adalah boru Hasibuan.

Paparan asimilasi lainnya adalah melalui kisah-kisah dimana Yoe Kim Lay makan saksang yang dibawa oleh Raja Henokh Panggabean saat rumahnya terbakar. Raja Henokh Panggabean yang membawakan makanan saat Yoe Kim Lay tertimpa musibah adalah bentuk budaya Batak bagi keluarga/teman yang sedang mengalami musibah. Kisah ini menunjukkan bahwa telah terjadi asimilasi budaya diantara Yoe Kim Lay dengan teman-teman Bataknya.

Bukti asimilasi lainnya adalah masuknya Kim Lay sebagai warga jemaat HKBP Pearaja. Kim Lay dibabtis pada bulan Desember 1930. Menyatunya Yoe Kim Lay dengan agama yang dianut oleh suku Batak pada umumnya, membuat jarak budaya dan religiositas Kim Lay dengan suku Batak menjadi sangat dekat. Kim Lay tidak sekadar memeluk agama yang dianut mayoritas sebagai strategi budaya. Namun dia sungguh-sungguh beriman dalam Kristus. Itulah sebabnya saat usahanya bangkrut dia mengabdikan diri menjadi penginjil. Yoe Kim lay sangat rajin menyebarkan Kabar Baik dengan berjalan kaki ke berbagai kampung. Yoe Kim Lay memilih cara meninggal yang sangat bahagia. Ia meninggal setelah membaca Alkitab, menyanyikan lagu rohani dan mengikuti ibadah singkat.

Anto sangat berhasil untuk mengangkat kisah seorang perantau tionghoa miskin bukan hanya dari sisi kerja keras untuk berhasil secara ekonomi. Namun dalam buku ini, J. Anto berhasil memberikan sentuhan dari aspek sosial, khususnya dari sisi asimilasi natural. Tepatlah jika buku ini diberi judul “Yoe Kim Lay Sahabat Masyarakat Batak.” 676

 

Ikuti tulisan menarik Handoko Widagdo lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler