x

Seorang yang sedang membaca

Iklan

Taufan S. Chandranegara

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 23 Juni 2022

Selasa, 28 Juni 2022 17:46 WIB

Dalam Esai Kopi Susu

Prosa mengurai tambatan hati serupa esai barangkali. Hanya ada antara cinta-kasih sayang saling memaknai edukasi personal ataupun bersama khalayak, mencipta intelegensi karya kreatif. Leterasi, makna bersama saling belajar. Salam baik.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Sewarna hati tak jua sewarna kata. Tak jua bijak ketika tersurat tak sama pada nurani tersirat. Kalau begitu biarkan saja apapun kata gayung tak pula bersambut. Ini lara tak semanis madu. Tapi bukan luka sembaranng luka, tergores khianat cinta bo.ong.an. Loh?

Tak tau lagi kata benar atau tulus. Tak serupa pula papan reklame modern, melanda kemodernan budaya kontemporer. Janji, bukan sekadar komitmen, tak juga sekadar tulus atau benar pada tepat. Tidak begitu. Juga tidak begini. Namun bukan seperti itu. Mungkin.

Kolaborasi menjadi angka-angka atau rumus hidup. Tak berlaku di perang modern zaman. Mesin perang lebih berharga, ketika cuaca berubah-ubah dalam warna sekunder. Kemaslahatan? Selamat datang dentuman, gelegar jiwa melolong, tak terdengar senyap.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

***

Program di antara pikiran dalam kepala tak senyawa, arah tujuan. Serupa mesin semirip ruh dalam badan. Mana mesin. Mana ruh. Mana badan. Mana materi. Fisik, terbolak balik, kehidupan jiwa di badan, terkuak mesin tak terlihat jiwa, sebaliknya pula.

Apakah badan mampu mengenali jiwa. Mengapa jiwa mampu mengenali badan. Siapa mesin. Siapa jiwa. Berumah ruh di dalam badan. Mengapa tak mampu sebaliknya. Keadaan ruh tak serupa keadaan badan. Jiwa mampu menebak badan, sebaliknya badan tak mampu membolak-balik ruh. 

Sebaliknya lagi, ruh mampu membolak balik badan. Bahkan jiwa bisa pergi sesuka hati, kembali semau gue, kapan waktu di mana saja. Mengapa badan tak bisa pergi sesuka hati. Terbelenggu pikiran, membelenggu rencana, mengubah arah berbeda. Misteri? Bukan.

Irasional? Juga bukan. Mistik? Tidak banget. Lantas apa? Tanya pada diri sendiri. Mungkin itu jawabannya? Juga bukan. Kalau begitu, itu, misteri namanya. Bukan tebak-tebakan gaees. Juga bukan keduanya. Tanya lagi deh, pada diri hamba? Uwow!

***

Siapa. Apa. Mau kemana. Ketika sebuah nama terselip nama lain. Apakah hamba masih mengenal si dia? Apakah si dia masih mengenali hamba? Kamu. Kami. Aku, ada dehh iyau! Apakah nama begitu penting? Apakah identitas berganti di musim dunia legal formal-everyday?  

Manusia. Lalu hidup. Lalu mati. Lalu selesai. Kalau mati? Selesai cerita hidup. Kalau hidup? Masih ada cerita soal mati. Kesinambungan, hidup atau mati kadang-kadang bingung. Kalau mati di antara hidup-menuju kehidupan. Barangkali. 

Tak punya jawaban alias tak ada-don't worry be happy, almighty God is always with this world. Lakukan saja hidup ini sebagaimana hamba dihidupkan. Baik-baiklah selalu. Syukuri apapun berkat hidup. Punya dua mata, satu jantung, sepasang paru-paru, ginjal, berjuta sel otak. Lantas, seterusnya disebut organ tubuh.

***

Kehidupan megapolis di planet manapun, mungkin, sebagaimana mestinya berlangsung. Kalah menang mengarungi hidup tak lagi perlu di hitung jari. Sekarang menang besok kalah. Hal lumrah, untung rugi pun sama sebangun di arena hidup manapun, sekalipun di benua cerita khayali.

Berkat kebaikan datang kepada siapa saja. Demikian pula kemalangan ataupun keberuntungan. Keajaiban bisa dimiliki oleh siapapun, jika Sang Pencipta menghendaki, kapanpun dimanapun. Bertumbuhlah akal budi, kemuliaan, berkesinambungan, dalam kebaikan cahaya hukum Ilahiah.

Salam Indonesia, dalam cinta kasih sebening hati saudaraku.

***

Jabodetabek Indonesia, June 28, 2022

Ikuti tulisan menarik Taufan S. Chandranegara lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler