x

Iklan

Andrie Hidayat

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 Juni 2022

Selasa, 5 Juli 2022 09:22 WIB

Dunia Ide dan Realitas dalam Pandangan Plato

Filsuf Plato membagi dunia jadi dua bagian: dunia ide dan dunia realitas. Dunia realitas adalah segala sesuatu yang tampak oleh indera manusia. Sedangkan dunia ide adalah model atau konsep yang ditirukan sesuatu di dunia realitas. Dalam idelaisme, ia menganalogikan sebagai orang yang ditahan di dalam goa dengan mulut goa membelakanginya. Apa maksudnya?

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Mari membahas salah satu filosof besar setelah Socrates, yakni Plato. Plato juga merupakan murid dari Socrates. Itu terlihat dari sebagian karya-karyanya yang fokus pembahasan atau tokoh utamanya Socrates. Dalam Azhar (1999: 66), ayahnya bernama Ariston dan ibu Perictione.

Plato adalah orang yang mendirikan akademi pertama dengan mengajarkan, antara lain, matematika dan filsafat. Dalam akademinya, metode yang dia gunakan adalah dialog dan tanya jawab. Ia menerapkan metode yang juga digunakan gurunya ketika menyalurkan ilmu pada dirinya. Dia menulis di waktu senggangnya. Semua karya tulisnya berjumlah 36 karya, namun enam diantaranya ditolak atau tidak otentik.

Plato adalah seorang tokoh yang menganut paham idealisme. Menurut Rusdi (2013: 238), idealisme adalah suatu aliran filsafat yang mempunyai pandangan bahwa hakekat segala sesuatu ada pada tataran ide. Dalam hal ini, Plato beranggapan bahwa ide adalah suatu yang kekal, yang ada sebagai cetakan atau konsep sempurna dari benda-benda riil atau nyata yang terlihat di dunia ini.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Terkait persepsinya mengenai dunia, dia membaginya menjadi dua bagian: dunia ide dan dunia realitas. Dunia realitas, adalah segala sesuatu yang tampak oleh indera manusia, sedangkan dunia ide adalah model atau konsep yang ditirukan oleh sesuatu di dunia realitas. Dengan kata lain, segala sesuatu yang berada dalam dunia realitas merupakan bayangan dari sesuatu yang ada dalam dunia ide.

Sebagai contohnya adalah ayam. Ayam yang kita lihat dalam dunia realitas, merupakan tiruan dari ayam dunia ide, atau bisa kita sebut ayam “ide”. Ayam “ide” ini bersifat universal, yang artinya merujuk pada ayam secara definitif. Kemudian ayam-ayam konkrit yang kita lihat dalam dunia realitas, menurut filosof Plato, terbatas hanya tampak dengan ciri-ciri yang kurang dari ayam sempurna dalam dunia ide.

Plato menganalogikan idealismenya dengan orang yang ditahan di dalam goa dengan mulut goa membelakanginya. Bayangan dari benda-benda yang melintas di luar goa dan tampak pada dinding dalam goa, merupakan perumpamaan dari dunia realistik. Terbiasa dengan kesemuan itu, sehingga orang tersebut menganggap bayangan yang dilihatnya adalah benda riil dan nyata. Dia melupakan realitas yang lebih tinggi dari bayangan-bayangan semu dari sesuatu yang melintasi luar goa. Dia melupakan ide yang lebih sempurna dari benda-benda temporal dan kurang yang diindrainya.

Jadi, idealisme Plato kembali pada konsep idealisme itu sendiri. Karena memang konsep awal idealisme diperlihatkan oleh Plato, sehingga dalam hal ini Plato disebut sebagai Bapak Idealisme. Meskipun, untuk pengertian dan esensi dari idealisme diperkenalkan oleh filosof lain di masa mendatang.

Ikuti tulisan menarik Andrie Hidayat lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler