x

Iklan

Ibnu Tsabit Aj

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 8 Juli 2022

Jumat, 8 Juli 2022 09:55 WIB

Novel Gadis Pantai : Representasi Praktik Pernikahan Dini

Novel Gadis Pantai merupakan karya Pramoedya yang berasal dari kisah Nenenknya. Melalui Karyanya, Pramoedya merepresentasikan realita yang terjadi di tengah Masyarakat pada saat itu.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Novel adalah karya prosa fiksi dengan runtutan peristiwa atau kisah kehidupan seseorang serta orang-orang disekitarnya yang panjang dan kompleks dengan menonjolkan watak dan sifat setiap tokoh atau pelaku (Kemdikbud, 2017, hlm. 109). Bukan hanya jumlah kata atau halamannya saja yang panjang, namun jangkauan penceritaan kisahnya juga luas dan rumit. Hal tersebutlah yang menjadi perbedaan mendasar jika novel dibandingkan dengan cerpen yang memiliki jangkauan kisah sempit dalam jumlah kata yang lebih sedikit.

Bagi Para Sastrawan, novel bukan hanya sekedar cerita imajinatif yang muncul dipikiran, ditulis kemudian menjadi sebuah karya. Semua sastrawan menjadikan Novel dan karya sastra lainnya sebagai media pengungkapan pemikiran dan perasaan penulis dalam merespons kejadian yang ada di sekelilingnya. Novel menjadi salah satu media kuat yang dapat menyajikan cerminan kehidupan masyarakat di kala hal yang ingin disampaikan tidak mungkin disampaikan secara langsung. Isu-isu sosial dalam Masyarakat yang pernah atau sedang terjadi dijadikan sumber referensi utama dalam penyusunan suatu karya. Pramodya Anata Toer merupakan salah satu sastrawan yang sering menampilkan isu sosial dalam karya-karyanya, seperti Novel Gadis Pantai yang menampilkan praktik Pernikahan dini.

“Bagi wanita muda, Mas Nganten, sebenarnya tak ada kesulitan hidup di dunia, apalagi kalau ia cantik, dan rodi sudah tak ada lagi.”

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Sebuah kutipan dalam Novel “Gadis Pantai” karya Pramudya Ananta Toer ini layak dalam membuka pembahasan mengenai pernikahan dini. Novel ini mengangkat kisah tentang pernikahan dini seorang gadis pantai bersuku Jawa, tepatnya di Kampung Nelayan, Sepenggal Pantai Keresidenan Jepara, Rembang, Jawa Tengah.

Sekilas mengenai cerita dalam Novel Gadis Pantai, terdapat seorang gadis yang hidup di kampung nelayan, sehingga disebut gadis pantai. Kuling langsat, tubuhnya mungil kecil, mata agak sipit, hidung ala kadarnya. Ia menjadi bunga desa kampung nelayan. Menginjak usia 14 tahun, rumahnya kedatangan perutusan seorang priyayi di jepara. Selang beberapa hari sang gadis harus meninggalkan kampung nelayan dan dibawa ke kota. Ia dinikahkan Penguasa Jepara yang disebut Bendoro. Ketika menikah, ia dinikahkan hanya dengan sebilah keris, wakil seseorang yang tidak pernah ia lihat sebelumnya. Di kota gadis pantai tinggal di kediaman Bendoro. Ia harus meninggalkan orang tuanya dan kampung tercintanya. Beberapa hari di rumah barunya pun ia tidak ditemui suaminya, melainkan ditemani seorang wanita paruh baya yang mendidik dan mengajarinya bagaimana mana cara melayani bendoro dan apa saja yang diperbolehkan dan tidak boleh dilakukan.

Pada masa itu, seorang bendoro sudah biasa memiliki gundik yang berasal dari pedesaan hanya untuk memenuhi kebutuhan Bioligisnya. Gadis dari pedesaan dinilai sebagai orang yang derajatnya lebih rendah darinya.

Kehidupan gadis Pantai selama hidup di kediaman bendoro sangatlah terbatas, ia hanya dilatih untuk melayani Bendoro.

Hingga di tahun ketiga pernikahannya, Gadis Pantai hamil dan melahirkan seorang bayi. tak lama setelah itu, Gadis Pantai diusir dan dipisahkan dengan anaknya yang tetap berada di kediaman Bendoro. Ia pun memohon untuk tetap membawa anaknya, namun hanya pukulan dan kekerasan yang didapatkannya dari Bendoro. Ia pun menyesal dan malu jika harus pulang kembali ke desanya.

Penyebab dan Dampak Pernikahan Dini.

Dalam Novel Gadis Pantai, terdapat beberapa sebab dan dampak pernikahan dini. Pertama, penyebab pernikahan dini ini dapat dilihat dari sisi keluarganya. Gadis pantai berasal dari keluarganya yang ekonominya kurang. Orang Tua Gadis Pantai berpikir jika putrinya menikah dengan orang bangsawan maka hidup anaknya akan senang sekaligus pernikahannya membawa prestise bagi Gadis Pantai yang dipandang telah dinaikkan derajatnya. Di samping itu, Orang Tua Gadis Pantai juga ingin melepaskan tanggung jawab atas anaknya kepada suami. Sebab jika perempuan sudah menikah tidak ada lagi tanggung jawab bagi orang tua atas anaknya. Hal ini tergambar jelas dalam kutipan berikut:

1

Bapakmu benar, nak. Mana ada orang tua mau melempar anaknya pada singa? Dia ingin kau senang seumur hidup, nak. Lihat aku, nak, dari kecil sampai setua ini, tidak pernah punya kain seperti yang kau pakai.”

 

“Ambillah buat mak”

 

“aku dan bapakmu banting tulang biar kau rasakan pakai kain, pakai kebaya, kalung, anting seindah itu. Dan gelang ular itu….

 

2

“Beruntung kau menjadi istri orang alim, dua kali pernah naik haji, entah berapa kali khatam alqur’an…..“

 

Dari kutipan di atas, bisa diketahui alasan orang Tua Gadis Pantai menikahkan putrinya di usia dini; prestise, ekonomi, dan melepas tanggung jawab.

Kedua, dampak nikah muda dapat dilihat dari kehidupan Gadis Pantai. Gadis Pantai baru berusia empat belas tahun, Gadis Pantai tidak tahu apa-apa. Apalagi soal menikah. Gadis Pantai sangat lugu, ilmu pengetahuanya tidak ada. Gadis Pantai tidak mengerti dengan peraturan dan aturan yang ada di rumah Bendoro. Gadis Pantai juga tidak paham fungsi dan tugasnya sebagai seorang nyonya Bendoro. Ketika Gadis Pantai punya anak, Gadis Pantai di ceraikan oleh Bendoro lantaran anak yang dilahirkanya seorang perempuan. Bendoro hanya mengingkan anak laki-laki.

Di usianya yang begitu muda, Gadis Pantai kehilangan segalanya. Diceraikan suami, tidak punya pekerjaan & rumah, dan anaknya dirampas. Karena begitu malu, Gadis Pantai tidak kembali ke kampung nelayan, melainkan pergi ke arah selatan, ke kota kecil Blora. Kisah Gadis Pantai berakhir disini.

Ikuti tulisan menarik Ibnu Tsabit Aj lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

12 jam lalu

Terpopuler