x

Iklan

Isma Nasuha

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 8 Juli 2022

Jumat, 8 Juli 2022 17:00 WIB

Fenomena Etika Profesi Akuntansi

Berikut penjelasan mengenai Fenomena Etika Profesi Akuntansi, selamat membaca semoga bermanfaat.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Penulis: Isma Nasuha (191011202323) dan Liza Azizah (191011202097)

Dosen Pengampu : Aditya Riky Nugroho S.E., M.AK.

Sebelum membahas mengenai penghidaran pajak pada etika profesi akuntansi, kita terlebih dahulu harus mengetahui apa itu pajak. Dalam struktur APBN Indonesia, sumber utama pendapatan kas negara berasal dari pajak. Menurut Rochmat Soemitro yang di kutip oleh Madiasmo, Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan Undang-Undang (yang dapat di paksakan) dengan tidak mendapatkan jasa timbal (kontra prestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Karena pemungutan pajak ini bersifat memaksa dan adanya perbedaan kepentingan antara negara dengan wajib pajak, dimana bagi negara pajak merupakan sumber pendapatan sedangkan bagi wajib pajak atau perusahaan pungutan pajak merupakan beban yang dapat mengurangi jumlah pendapatan yang diterima nya, maka tidak sedikit para wajib pajak akan melakukan berbagai cara untuk dapat mengurangi dan menekan jumlah pajak yang harus dibayarnya. Salah satu nya adalah dengan melakukan praktik tak avoidance atau penghindaran pajak.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Tax avoidance itu sendiri adalah salah satu praktik penghindaran pajak yang dilakukan oleh wajib pajak untuk dapat mengurangi beban pajak dengan cara memanfaatkan celah peraturan perpajakan dengan tujuan untuk menekan atau meminimalisasi jumlah pajak yang harus dibayar. Secara harfiah, praktik tax avoidance atau penghindaran pajak ini tidak melanggar aturan perundangan-undangan perpajakan yang berlaku, jadi bisa dikatakan praktik ini legal atau sah. Meskipun dikatakan legal, tetapi para ahli telah sepakat bahwa praktik penghindaran pajak ini sangat tidak dapat diterima karena jika praktik ini dilakukan dapat mengurangi sumber pendapatan kas negara. Hal ini sama seperti yang dikatakan oleh The Organization for Economic Co-operation and Development (OECD), dimana ia  mendefinisikan tax avoidance sebagai upaya yang dilakukan Wajib Pajak untuk mengurangi kewajiban perpajakannya tanpa melanggar hukum namun sebenarnya bertentangan dengan tujuan yang diatur dalam perundang-undangan perpajakan. Dalam penerapan Tax Avoidance, James Kessler menyebutkan bahwa tax avoidance ini ada 2 jenis, yaitu penghindaran pajak yang diperbolehkan dan penghindaran pajak yang tidak diberbolehkan. Menurutnya, suatu praktik penghindaran pajak dapat dikatakan diperbolehkan apabila mempunyai tujuan yang baik, tidak digunakan untuk menghindari pajak, sesuai dengan spirit dan intention of parliament, serta tidak melakukan tranksaksi yang direkayasa. Dan sebaliknya, suatu praktik penghindaran pajak dikategorikan tidak diperbolehkan jika mempunyai tujuan yang tidak baik, bermaksud untuk melakukan penghindaran pajak, tidak sesuai dengan spirit dan intention of parliament, serta adanya transaksi yang direkayasa agar menimbulkan biaya-biaya atau kerugian.

Sejak diberlakukannya sistem self assessment dalam pemungutan pajak, dimana wajib pajak diberikan kebebasan untuk secara mandiri melakukan perhitungan, penyetoran dan pelaporan kewajiban perpajakannya. Karena hal inilah akhirnya menyebabkan para wajib pajak bisa dengan bebas melakukan aktivitas manajemen perpajakan untuk meminimalkan pembayaran pajak. Dalam penelitian yang dilakukan oleh (Novrianty et al, 2020) mengatakan bahwa terdapat pengaruh positif antara Profitabilitas terhadap penghindaran pajak. Artinya semakin tinggi profit sebuah perusahaan maka cenderung melakukan praktik penghindaran pajak.

Selain profitabilitas, transfer pricing juga memiliki pengaruh yang positif terhadap penghindaran pajak. Dampak paling jelas yang akan timbul akibat dari adanya praktik penghindaran pajak adalah menurunnya tingkat pendapatan negara dari sektor pajak. Selain berdampak bagi negara, penghindaran pajak juga akan berdampak pada perusahaan, yaitu antara lain: menurunkan nilai perusahaan, meningkatnya biaya modal, meningkatnya cash holding, serta turunnya struktur modal. Untuk mengukur adanya praktik tax avoidance atau tidak, bisa menggunakan cara berikut:

Menggunakan Cash Effective Tax Rate (CETR), metode ini merupakan sala satu cara yang digunakan sebagai rumus untuk mengukur penghindaran pajak dikarenakan CETR dapat menilai pembayaran pajak dari laporan arus kas, sehingga dapat mengetahui berapa jumlah kas yang sesungguhnya dikeluarkan oleh perusahaan. Rumus perhitungan Cash ETR adalah Cash Tax Paid (Beban pajak yang dibayar oleh perusahaan) dibagi dengan Pretax Income (Laba perusahaan sebelum pajak).

Menggunakan Effective Tax Rate (ETR), penggunaan metode ini dalam pengukuran Tax avoidance mampu memberikan gambaran secara menyeluruh mengenai beban pajak yang akan berdampak pada laba akuntansi yang dapat dilihat dalam catatan atas laporan keuangan perusahaan. Effective tax rate (ETR) dapat dihitung dari beban pajak penghasilan (beban pajak kini) yang kemudian dibagi dengan laba sebelum pajak.

Contoh Fenomena Etika Profesi Akuntansi

Pada tahun 2002-2006 PT Coca Cola Indonesia Tbk (CCI) diduga mengakali jumlah pajak yang dibayar nya sehingga menimbulkan kekurangan pembayaran sebesar Rp 49,24 miliar. Menurut perhitungan Direktorat Jenderal Pajak (DJP), total penghasilan kena pajak PT Coca Cola Indonesia Tbk pada periode 2002-2006 adalah sebesar Rp 603,48 miliar. Sedangkan berdasarkan perhitungan PT Coca Cola Indonesia Tbk, penghasilan kena pajak perusahaannya hanya sebesar Rp 492,59 miliar.  Adanya selisih kekurangan pembayaran pajak yang dilakukan oleh PT Coca Cola, menimbulkan kecurigaan Direktorat Jenderal Pajak dimana DJP menyakini bahwa PT Coca cola telah melakukan praktik tax avoidance. Kecurigaan DJP mengenai adanya praktik penghindaran pajak yang dilakukan oleh PT Coca cola semakin diperkuat dengan hasil penelusuran yang menemukan adanya pembekakan biaya yang besar untuk iklan produk minuman jadi, dari rentang waktu tahun 2002-2006 dengan total sebesar Rp 566,84 miliar.

Setelah ditelusuri lebih lanjut, ternyata pembebanan biaya iklan yang dilakukan oleh PT Coca cola tidak sesuai dengan bisnis perusahaan karena CCI tidak memiliki kaitan langsung dengan produk yang dihasilkan. Pada dasarnya, basis usaha Coca-Cola Indonesia ini terbagi menjadi tiga perusahaan, yakni yang fokus menangani konsentrat, pengemasan, dan distribusi. Dan Produk PT CCI adalah yang fokus menangani konsentrat, bukan produk minuman jadi. Tetapi mereka mengeluarkan biaya yang besar untuk iklan yang mana biaya iklan ini sewajarnya menjadi tanggungan perusahaan Coca-Cola lainnya. Namun, pihak PT CCI membantah tuduhan tersebut dan mengajukan banding karena merasa sudah membayar pajak sesuai ketentuan dan menilai Direktorat Jenderal Pajak tidak konsisten dalam melakukan pemeriksaan. Dan akhirnya setelah melalui perjalanan sidang yang cukup panjang, Pada tanggal 14 Juni 2017 pengadilan memutuskan bahwa PT Coca Cola Indonesia Tbk hanya diwajibkan membayar kekurangan pajak sebesar 14,2 miliar. Keputusan ini tertuang dalam Putusan Mahkamah Agung No.946/B/PK/PJK/2017.

Kesimpulan :

Secara hukum, tax avoidance memang tidak melanggar ketentuan yang berlaku sehingga tidak bisa dikatakan sebagai pelanggaran, namun dalam perspektif etika bisnis, praktik tax avoidance tidak sesuai dengan etika karena dilakukan melalui skema dan cara tertentu, sehingga keuntungan yang diperoleh tercatat lebih kecil dari yang sebenarny a sehingga jumlah pajak yang dibayarkan lebih kecil. Para wajib pajak atau pengusaha yang melakukan tax avoidance atau praktik penghindaran pajak, dapat dikatakan telah melupakan dan melanggar etika dalam berbisnis. Hal ini karena pajak yang apabila dibayar dengan semestinya akan dapat mendukung pembangunan dalam ekonomi negara, namun karena adanya praktik penghindaran pajak, maka sumber pendapatan negara akan menurun dan akibatnya pembangunan ekonomi negara juga akan terhambat. Sehingga dapat dikatakan bahwa dengan adanya penghindaran pajak, maka perusahaan dapat dikatakan telah merugikan negara dan mengabaikan kesejahteraan negara.

 

Nama Kelompok:

Isma Nasuha (191011202323)

Liza Azizah (191011202097)

 

Dosen Pengampu :

Aditya Riky Nugroho S.E., M.AK.

Ikuti tulisan menarik Isma Nasuha lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

2 hari lalu

Kisah Naluri

Oleh: Wahyu Kurniawan

Selasa, 23 April 2024 22:29 WIB

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

2 hari lalu

Kisah Naluri

Oleh: Wahyu Kurniawan

Selasa, 23 April 2024 22:29 WIB