x

Wajah siswa-siswa SD Negeri 11 Rantau Selatan saat belajar sambil bermain

Iklan

Bambang Udoyono

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 3 Maret 2022

Jumat, 22 Juli 2022 10:17 WIB

Membentuk Karakter Anak

Semua orang ingi anaknya memiliki karakter yang baik seperti ulet, mandiri, proaktif dll. Bagaimana membentuknya? Sila baca terus sampai selesai.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Oleh: Bambang Udoyono, penulis buku

Character is formed in the stormy billows of the world.  “Karakter dibentuk dalam gelombang badai dunia”   Itulah kata mutiara dari penulis besar Jerman di abad ke delapan belas, Johann Wolfgang von Goethe.   Karakter yang dimaksud dan dikehendaki tentu adalah karakter yang baik berupa mental yang ulet, pantang menyerah, gigih, selalu ingin tahu, rajin, tidak malas, selalu ingin bekerja keras, selalu berbuat baik kepada masyarakat, selalu mendekatkan diri kepada Allah swt dll. 

Menurut Goethe karakter terbentuk setelah orang mengalami gelombang badai kehidupan.  Pendapat ini senada dengan pendapat Helen Keller, seorang yang sudah mengalami sendiri banyak kesulitan dalam hidupnya. Character cannot be developed in ease and quiet. Only through experience of trial and suffering can the soul be strengthened, ambition inspired, and success achieved.”    Karakter tidak bisa dikembangkan dengan mudah dan tenang.  Hanya dengan pengalaman mencoba dan menderita jiwa bisa diperkuat, ambisi terinspirasi dan keberhasilan dicapai”.    

Metafora Gatotkoco

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

 

Kalau kita merujuk ke budaya Indonesia, saya ingat cerita Gatotkoco.  Ketika lahir bayi Tetuko, demikian nama bayinya Gatotkoco, sudah dicemplungkan ke kawah Condrodimuko.  Alih alih mati dia menjadi sakti mondroguno.  Dalam gambaran ki dalang dia berotot kawat, bertulang besi, berkulit tembaga.  Dia tidak mempan segala macam senjata.  Tentu saja ini adalah metafora.  Orang yang tertempa masalah kehidupan akan menjadi ‘sakti’.  Karakternya akan menjadi kuat. 

 

Sukarno memandang dirinya seperti Gatotkoco.  Paling tidak itulah yang dia sampaikan kepada beberapa jurnalis dan tokoh asing ketika mereka bertemu.   Anwar Sadat, dalam buku biografinya In search of identity dengan apik juga menggambarkan berbagai kesulitan yang dihadapinya yang membuatnya ‘sakti’.  Bukan hanya masalah pribadinya tapi juga masalah bangsa Mesir.   Moshe Dayan juga melukiskan dengan indah dalam otobiografinya Story of my life  banyak kesulitan yang dihadapi oleh Israel. 

Kiat membentuk karakter

 

Dalam konteks parenting timbul pertanyaan,  bagaimana kita membangun karakter baik anak anak kita?  Apakah kita tega melihat mereka mengalami kesulitan?

 

Nenek moyang kita sudah memberi peringatan agar orang tua tidak memanjakan anak.  Lakon “Lesmono Mondro Kumoro” berisi pesan tersebut.  Anak raja Ngestino (Hastinapura) itu dimanjakan sehingga justru tidak memiliki kemampuan apapun dan karakternya lemah, tidak gigih, tidak ulet.  Jadi jangan memanjakan anak.  Tidak perlu semua keperluannya dilayani pembantu dan sopir.  Tidak perlu diperlakukan khusus, diberi penghormatan khusus sebagai anak boss.  Karena malah berbahaya, bisa meredupkan potensinya.   Menyekolahkan anak di luar kota atau di luar negri menjadi pilihan bagus setelah Covid 19 berlalu. Jumlah uang saku juga harus dibatasi.  Jangan dibiarkan tanpa batas meskipun orang tuanya mampu.  Ini untuk melatih mereka mengelolanya.  

 

Latihan Silat, Karate, atau bela diri lain sangat bermanfaat, tidak hanya untuk kesehatan fisik, tapi juga untuk membentuk mental yang tangguh dan pantang menyerah.   Kalau dilakukan dengan sungguh sungguh maka manfaat latihan itu masih dirasakan seterusnya, sampai tua.  Biasanya ibunya yang tidak tega anaknya berlatih keras apalagi kalau cedera atau kalah dalam pertarungan.

 

Jadi ketika anak masih dalam asuhan orang tua, biarkan saja mereka mengatasi masalahnya sendiri. Biasakan mereka mandiri. Jangan dilayani ekstra. Jangan dimanjakan.  Dengan demikian mereka berlatih mandiri, berlatih mengambil keputusan yang baik.  Latihan mengatasi masalah itu juga akan membuat karakternya tumbuh kuat.  Harapannya mereka akan jadi ‘sakti’ sehingga mampu mengatasi masalahnya sendiri bahkan mungkin mampu mengatasi masalah masyarakat dan bangsanya. Seperti para perintis kemerdekaan dulu.

 

Faktor budaya juga sangat penting.  Karakter manusia sangat dipengaruhi oleh budaya yang dianutnya.  Maka (calon) pasutri mesti memilih dan menentukan budaya yang akan dianut keluarganya.  Ada unsur budaya nenek moyang yang baik dan bisa diwariskan kepada anak cucu tapi banyak juga unsur budaya Indonesia yang harus dibuang karena buruk seperti feodalisme. 

Ringkasan

 

Karakter manusia dibentuk oleh kesulitan. Itulah yang membuat karakter ulet, pantang putus asa, pro aktif, mandiri dll.  Maka orang tua sebaiknya memikirkan cara agar anak anaknya memiliki karakter baik. Terlalu banyak memberi bantuan dan kemudahan justru akan melemahkan karakternya. Kendalanya adalah emosi orang tua yang tidak tega melihat anaknya bersusah payah.  Pilih juga budaya yang akan diterapkan di keluarga karena budaya juga memengaruhi karakter.

Ikuti tulisan menarik Bambang Udoyono lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler