x

Iklan

Okty Budiati

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 30 Juli 2022

Selasa, 9 Agustus 2022 08:32 WIB

Irisan Abstrak

Tubuh dalam seni, bisa saja, saya akan mengatakannya sebagai atom dari yang conceptual tentang daur ulang/recycling gerak sebagai jejak yang memproses detail pengalaman tanpa adanya batas pasti antara satu panggung dengan satu realitas keseharian manakala kerangka desain direntangkan sebagai lapisan-lapisan layar dalam keberagaman media/multimedia yang mengalami penyesuaian untuk “ketertakbatasan melampaui peperangan tanpa batas”, cuplikan seni performa/performance art.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Seringkali saya mempertanyakan bagaimana seni visual dan seni bunyi mampu memilih bentuknya yang membuat anatomi organ perasa seketika tersihir bagai lempung tiga dimensi untuk selamanya. Tentu saja, tubuh dalam seni bukanlah pertanyaan yang sesungguhnya menuntut jawaban akurat. Saya pun memahami, bahwa seni sebagai proses katarsis dari masing-masing seniman akan tetap saya hormati. Ini bukan wewenang saya dalam menilai sebuah karya selain menatapnya sebagai proses kontemplasi di luar diri sendiri. Metakreasi telah menjadi erangan radikal yang demikian di masa lalu.

Ketertakbatasan melampaui peperangan tanpa batas yang merintih irisan abstrak dalam ironi.

Seni abstract, expressionism, conceptual, sebagai kompas yang bermakna puitis dan paling personal dalam membaca-merenung-berkembang saat saya menanggalkan costume kepenarian saya. Mutual dan hollow menjadi dua hal dasar yang tidak bisa saya pisahkan pada saat bersamaan. Mungkin, bagi masyarakat umum, menari hanyalah tentang proses menduplikasi bunyi serta arah gerakan dari para pendahulu maupun guru-guru mereka. Bisa saja demikian, dan ini tidak dapat dihindarkan dari sebuah proses memuai dan melebur. Namun, itu bukanlah proses menari yang saya kenal.

Anatomi tubuh saya, bagaimanapun, telah mengapung tumbuh sekaligus tenggelam, hingga teracak dalam irisan-irisan abstrak. Ini yang saya pahami tentang menari. Tidak ada bahasa yang tepat untuk mengungkap maksud hingga tujuan di setiap detail gerakan selain melepas sekaligus menerimanya, selaksana penghirupan dengan intensitas yang bersifat matematis. Mungkin, inilah sastra. Entahlah. Terlalu banyak kosakata yang begitu membangun sekat, dan menjadikan proses mutual kian absurd.

Adalah Georges Braque dalam Balustre et Crane yang dibuatkan pada tahun seribu sembilanratus tigapuluh delapan telah mengingatkan saya pada sebuah karya sastra dari tangan Virginia Woolf yang berjudul A Room of One’s Own, yang telah diterbitkan di tahun seribu sembilanratus duapuluh sembilan. Sebuah sastra yang merekam proses kecacatan budaya, di mana pendidikan hingga peran ekonomi telah memecah makna dari mutual dalam suatu sistem yang begitu ilusif. Tubuh tidaklah memihak perbedaan, antara anatomi organ maskulin dan anatomi organ feminin, sebab kedua organ tersebut bekerja saling melengkapi.

Namun, anatomi tubuh tetaplah bagian dari keberadaan benda-benda di dalam alam semesta yang memiliki proses interaksi bermutual, bukan hanya antar manusia namun seluruh benda yang hadir di dunia. Anatomi tubuh akan dengan mudah melebur ke dalam beragam kondisi, sekaligus investasi penghancuran sebagai proses evolusi dalam metakreasi saat melahirkan irisan abstrak bagi embrio-embrio baru. Ini hanyalah tentang partikel atom dalam menyusun yang conceptual, menurut saya.

Hanya saja, dunia kesenian dan dunia ilmu pengetahuan memilih perdebatan, atas kehadiran tubuh dengan menata pagar betis kosakata yang begitu rapat sebagai bahasa literasi dengan jenjang strata. Akhirnya, desakan proses metakreasi kembali memilih jalan extreme/very intense, menjadi sebuah counterculture dalam laku teror menjadi pilihan mendesain ulang psikososial yang telah cacat.

Di sini, medan perang memvisualkan sebuah panggung opera yang berdampak nyata secara berkala, dan tubuh hanyalah ketam dalam irisan-irisan yang demikian abstrak. Sedangkan, pada komunikasi, apakah bahasa literasi sebagai kesusastraan masih memilih polemiknya yang berujung pengasingan terhadap tubuh yang hidup? Sementara kita berada di dalam ruang transmutation yang menjabarkan makna dari falsafah transhumanism atas kebudayaan manusia. Ini benar-benar diri yang tragis.

 

As the fierce and lordly lion smites the timid jungle-deer,

Arjun soon shall smite thee, Karna, for he knows nor dread nor fear,

Save thee then, O mighty archer! while I drive my sounding car,

Pandu’s son hath met no equal in the valiant art of war!

[Karna-Badha, Mahabharata]

 

Pada akhirnya, untuk suatu katarsis dalam penulisan, dengan pilihan untuk menanggalkan costume kepenarian, ada desakan dalam memproses rekaman linimasa menjadi artificial intelligence yang bersifat mythopoeia saat menilai hanyalah satu-satunya pelanggaran dalam memandang proses seni. Meskipun kewenangan absolut atas kelahiran karya seni yang seringkali menyuguhkan dilema bagi para seniman. Namun, hanya pada anatomi tubuh kepenarian, ada irisan-irisan yang abstrak menjadi rahasia atas suatu bayangan dari organ-organ.

Tubuh dalam seni, bisa saja, saya akan mengatakannya sebagai atom dari yang conceptual tentang daur ulang/recycling gerak sebagai jejak yang memproses detail pengalaman tanpa adanya batas pasti antara satu panggung dengan satu realitas keseharian manakala kerangka desain direntangkan sebagai lapisan-lapisan layar dalam keberagaman media/multimedia yang mengalami penyesuaian untukketertakbatasan melampaui peperangan tanpa batas”, cuplikan seni performa/performance art.

Tubuh dalam seni dihadirkan kembali sebagai teknologi dari inovasi suatu panggung pewayangan yang lebih bersifat teknis dengan erangan adaptatif dalam membaca perkembangan warfare hingga welfare sebagai pemulihan/healing psikososial. "You were once wild here. Don’t let them tame you.[Isadora Duncan] Terlepas counterculture, conceptual dan expressionism pada akhirnya abstract.

Ikuti tulisan menarik Okty Budiati lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler