x

Sumber ilustrasi: finedininglovers.com

Iklan

Ikhwanul Halim

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 15 Oktober 2022 08:47 WIB

Meja untuk Sendiri

Suamiku Himawan adalah garda terdepan tren Milenial terbaru, membunuh industri pemakaman. Tidak ada kuburan VIP untuknya. Tidak. Dia memilih yang terbaru dalam teknologi kematian dan membuat dirinya menjadi kompos, meninggalkanku—janda yang sedang berduka—tiba-tiba mendapatkan satu meter kubik pupuk bau dari suamiku yang sudah meninggal. Terima kasih, Himawan.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Suamiku Himawan adalah garda terdepan tren Milenial terbaru, membunuh industri pemakaman. Tidak ada kuburan VIP untuknya. Tidak. Dia memilih yang terbaru dalam teknologi kematian dan membuat dirinya menjadi kompos, meninggalkanku—janda yang sedang berduka—tiba-tiba mendapatkan satu meter kubik pupuk bau dari suamiku yang sudah meninggal.

Terima kasih, Himawan.

Karena tidak ada tempat untuk menanam Himawan di kondominium kami dan aku benci tinggal di situ tanpa dia, aku mencari-cari salah satu gedung tinggi baru yang berfokus pada pelestarian lingkungan. Polong tempat tinggal untukku sendiri dengan tetangga yang kepo di dekatnya, dan taman peringatan tempat aku bisa menanam Himawan. Hal yang rasional untuk dilakukan. Kecuali bahwa ‘rasional’ tidak bisa menemanimu di kafetaria. Bagaimana bisa ruangan yang penuh dengan orang-orang rasanya begitu sepi?

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Hari pertama kehidupan dalam kompleks apartemen polong, aku duduk di meja kafetaria, makan siang sendiri. Tidak ada yang bisa diajak bicara, aku membayangkan Himawan berkomentar sarkastik tentang lautan uban yang dengan rajin berhenti di depan mesin daur ulang untuk memilah sampah sisa makan siang mereka. Ada sistem untuk itu. Sebuah sistem yang luar biasa. Aku mempertimbangkan untuk menyembunyikan nampan makan siang di belakang tanaman pot dan menyelinap keluar dari belakang.

"Kamu baru di sini, sayang?"

Sial. Aku tertangkap basah. Tapi setidaknya suara wanita itu ramah. Bahkan hangat.

"Apakah kamu sudah tahu ke mana semuanya pergi?" Sebelum aku bisa menjawab, dia mengambil nampan, membuang sebagian besar sisa makanan ke tempat sampah berlabel ‘kompos’ tetapi menyimpan inti apel ke dalam bak terpisah dengan gambar cacing tanah merah yang ditempel di sana.

Dia mencondongkan tubuh ke arahku, dengan konspirasi. “Bolehkah aku memberitahumu sebuah rahasia? Cacing menyukai apel, tapi semangkalah yang membuat mereka bahagia.”

Bahagia? Cacing?

"Aku tidak pernah mempertimbangkan keadaan emosional cacing."

Bagus. Kata-kata pertama yang keluar dari mulutku untuk wanita baik ini adalah sarkastik. Aku memberinya senyum tipis.

 "Oh, kamu lucu," dia tertawa. “Keadaan emosional cacing sepenuhnya bergantung pada makanan. Ayo, kamu lihat sendiri.”

Dia keluar dari kafetaria melalui pintu samping ke daerah yang teduh dengan tanaman jarang. Setelah mengangkat tutupnya ke tong kayu, dia menggali sisa-sisa buah untuk mengambil cacing merah.

Aku belum pernah menyentuh cacing sejak kecil, tetapi aku menadahkan telapak tanganku sehingga dia bisa memasukkan cacing ke dalamnya.

Makhluk itu bergoyang, terasa lembap di telapak tanganku yang kering. Tadinya aku mau mengembalikannya ke tempat sampah, tapi kemudian aku punya ide.

 “Apakah dia akan baik-baik saja?” Aku menyentakkan dagu ke arah taman peringatan.

 "Sangat."

Pohon Himawan baru saja ditanam sehingga lumut di sekitar pangkalnya masih membentuk lingkaran yang sempurna. Aku berlutut, mengangkat cacing itu setinggi mata.

"Katakan pada Himawan aku merindukannya." Lalu meletakkannya di atas lumut, dan dia mengaduk-aduk sampai menemukan terowongan tempat tubuhnya menghilang ruas demi ruas.

Wanita itu menungguku di tempat sampah.

"Sampai jumpa besok?" tanyanya.

Aku mengangguk. "Aku akan membawa semangka."

 

Bandung, 14 Oktober 2022

Ikuti tulisan menarik Ikhwanul Halim lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Taman Pecinta

Oleh: Wahyu Kurniawan

Senin, 29 April 2024 12:26 WIB

Terpopuler

Taman Pecinta

Oleh: Wahyu Kurniawan

Senin, 29 April 2024 12:26 WIB