x

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Selasa, 25 Oktober 2022 06:59 WIB

Elite PDIP dan Golkar Abaikan Survei Elektibitas Calon Presiden

Hasil survei memang dianggap penting oleh elite politik sebagai salah satu acuan dalam melakukan kalkulasi politik. Meski begitu, sebagian elite lainnya bersikukuh mengusung figur politikus yang hasil survei elektabilitasnya rendah, misalnya para politisi di PDIP dan Partai Golkar.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Survei tentang isu politik semakin sering dipublikasikan, khususnya terkait popularitas dan elektabilitas capres dan cawapres. Dua hal ini dianggap sebagai ukuran sejauh mana seorang capres/cawapres berpotensi memenangkan pemilihan presiden 2024 nanti. Semakin tinggi nilai popularitas dan elektabilitas dalam survei, seorang capres ataupun cawapres dipersepsikan memiliki potensi yang semakin besar untuk meraih suara yang memungkinkan mereka memenangi pemilihan presiden nanti.

Dalam survei semacam ini, yang ingin diketahui adalah persepsi warga masyarakat mengenai figur-figur yang berpotensi dicalonkan sebagai capres. Persepsi cenderung lebih bersifat emosional, sementara atau bisa berubah, serta dipengaruhi oleh apa yang terjadi saat survei dilakukan. Warga yang dimintai pendapat umumnya tidak memiliki ukuran kuantitatif mengenai figur yang disurvei. Kesan selintas yang diperoleh warga pada suatu saat dapat memengaruhi persepsi warga tersebut mengenai seseorang—mungkin terkait kejadian tertentu.

Karena itulah hasil survei berubah-ubah. Bukan hanya faktor kejadian atau peristiwa apa terkait figur tertentu yang memengaruhi pilihan jawaban responden survei, tapi juga suasana hati mereka. Orang kerap beranggapan bahwa pilihan responden atas suatu jawaban kuesioner selalu bersifat rasional, padahal faktor emosional sangat berpengaruh. Responden belum tentu serius memikirkan pilihannya, mungkin saja ia menjawab pertanyaan surveyor sekedarnya, mungkin pula suasana hatinya sedang kesal ketika disurvei.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Faktor emosionalitas yang terkandung dalam hasil survei memang tidak mudah dideteksi, sebab memang tidak bisa dilihat dan tidak dapat dikuantifikasi. Lantaran itulah, mempercayai 100% hasil survei bahkan tanpa cadangan sikap kritis dapat mengarahkan pengguna hasilnya pada jalan yang tidak tepat. Kenyataannya, dalam beberapa pemilihan yang lampau, hasil pemilihan sangat berbeda dengan hasil survei. Beberapa politikus yang diramalkan oleh lembaga survei berdasarkan hasil kerja mereka bakal kalah ternyata memetik kemenangan. Sebaliknya, yang diramalkan meraih kemenangan justru harus mengakui keunggulan kompetitornya.

Walaupun begitu, hasil survei memang dianggap penting oleh elite politik sebagai salah satu acuan dalam melakukan kalkulasi politik. Munculnya dukungan kepada Ganjar juga bermula dari hasil survei yang memperlihatkan keunggulannya dibandingkan figur-figur lain, termasuk figur elite dari partainya sendiri, PDI-P. Meski begitu, sebagian elite lainnya tetap bersikukuh hendak mengusung figur politikus yang hasil survei popularitas dan elektabilitasnya rendah dalam beberapa kali survei. Sebutlah nama seperti Airlangga Hartato dan Puan Maharani.

Bagi kelompok elite yang gigih mengajukan calonnya, walaupun hasil survei tidak memperlihatkan keunggulan, survei diperlukan untuk melihat peta pilihan warga masyarakat: siapa figur yang difavoritkan, setidaknya ketika survei dilakukan. Bila tidak unggul, berarti harus dicarikan jalan keluar untuk mengatasi situasi tidak menguntungkan tersebut. Para pendukung Arilangga dan Puan sudah beberapa kali melakukan upaya untuk mendongkrak popularitas dan elektabilitas kedua elite ini, namun sejauh ini belum juga membuahkan hasil yang berarti.

Hasil survei yang berulang kali menunjukkan bahwa keduanya berada di posisi bawah dibandingkan figur lain sebenarnya tidak menguntungkan bagi peruntungan mereka, sebab hasil-hasil survei itu semakin menegaskan bahwa warga masyarakat tidak menjadikan keduanya favorit untuk dipilih dalam pilpres nanti. Rakyat calon pemilih pun berpeluang untuk semakin yakin bahwa kedua elite politik tersebut bukanlah favorit untuk dipilih jadi presiden. Persepsi ini boleh jadi akan membekas di benak rakyat banyak hingga mereka datang ke tempat pemungutan suara nanti.

Semestinya ini menjadi bahan evaluasi internal yang serius bagi kedua partai besar tersebut: Golkar dan PDI-P. Soalnya kemudian, para elite pendukung Airlangga dan Puan tetap percaya bahwa hasil survei masih mungkin berubah. Dan karena itu, mereka berusaha terus mempromosikan Airlangga dan Puan dengan berbagai cara.

Bahkan Presiden pun memberi endorsement bahwa Airlangga adalah pemimpin yang memiliki jam terbang tinggi, yang diperlukan bagi seorang capres. Mungkin pula mereka percaya bahwa hasil survei bisa keliru, seperti pernah terjadi sebelumnya: dalam survei, seorang politikus atau partai menang; tapi dalam kenyataan, politikus atau partai tersebut ternyata kalah. Siapa yang tahu masa depan? >>

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler