x

Pemberdayaan petani kecil untuk beragrobinis di Manggarai-NTT

Iklan

Rikhardus Roden Urut Kabupaten Manggarai-NTT

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 25 Oktober 2022

Minggu, 4 Desember 2022 09:00 WIB

Pengalaman Martinus dari Pasar Sotor, di Manggarai; Nilai Ekonomis Sayur-mayur Bisa Lebih Besar dari Kerbau


Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Sejak 20 tahun lalu, Martinus Manggut, 59 tahun, seorang petani kecil, memelihara kerbau untuk sumber penghidupan keluarganya. Dia tinggal di Pasar Sotor Ketang, Desa Ketang, Kecamatan Lelak, Kabupaten Manggarai. Rumahnya yang sederhana terletak persis di belakang pasar sotor, ke arah timur, jaraknya kurang lebih 600 meter dari pasar buah-buahan dan ubi-ubian pasar sotor. Pasar sotor merupakan tempat ibu-ibu menjajakan produk pertanian kepada setiap orang yang melewati jalan Negara Ruteng-Labuan Bajo. Ibu-ibu itu sangat agresif menawarkan dagangannya kepada calon pembeli sehingga diberi nama Pasar Sotor.

Kembali ke kisah tentang Martinus, meskipun hasil penjualan kerbau kecil dari segi nilai rupiah, namun usaha ini telah menjadi sumber pendapatan atau penghidupan keluarganya bertahun-tahun. Usahanya memang bukan dalam jumlah yang banyak untuk disebut sebagai peternak kerbau. Walaupun hanya bisa memelihara dan menjual satu dua ekor kerbau per 5 tahun, akan tetapi uang sebanyak itu berarti bagi keluarganya, untuk memenuhi kebutuhan hidup dan membiayai pendidikan anak-anaknya. Dari sisi lain, kita patut memberi apresiasi kepada dia atas upayanya yang konkrit mencegah kepunahan kerbau, hewan yang sangat bernilai secara budaya bagi orang Manggarai. Kerbau biasa digunakan untuk ritual adat, mengolah lahan sawah dan juga menjadi mahar bernilai tinggi untuk menghormati keluarga perempuan.

 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Di sekitar tempat tinggalnya, ada hamparan petak sawah yang sebagiannya bisa dikerjakan selama dua musim tanam sedangkan petak-petak yang lain hanya dapat ditanami sekali setahun karena keterbatasan air, air menjadi faktor pembatas. Berbeda dengan kondisi puluhan tahun lalu, semua petak sawah dapat ditumbuhi padi 2 kali musim tanam  dalam setahun karena air cukup tersedia. “Tidak diketahui dengan pasti alasan berkurangnya air, tetapi fakta lain terlihat dan sangat dirasakan pada beberapa tahun terakhir adalah musim hujan menjadi lebih pendek waktunya,”ungkap Martinus. Situasi ini sebenarnya adalah fakta bahwa di Manggarai telah terjadi perubahan iklim. Berdasarkan hasil kajian Kementrian PPN/Bappenas, Manggarai termasuk ke dalam lokasi Top Prioritas di Provinsi NTT untuk penanganan dampak perubahan dengan aksi Pembangunan Berketahanan Iklim (PBI), jika tidak dilaksanakan aksi ini maka akan berpengaruh terhadap 1) penurunan produksi padi, 2)produktifitas kopi menurun dan Petani sebagai kelompok rentan akan kehilangan sumber penghidupannya.

 

Petak-petak sawah tersebut dikerjakan secara rutin pada 2 musim tanam (MT) demi menjamin ketersediaan beras di setiap rumah tangga meskipun masih saja membeli beras untuk kebutuhan selama 3 bulan selama setahun. Padi yang dihasilkan belum mampu memenuhi kebutuhan beras dalam setahun, karena luasan lahan garapan tetap, akan tetapi jumlah anggota keluarga bertambah.

 

Menanam sayur-sayur untuk meningkatkan pendapatan dan ketahanan pangan

 

Pada pertengahan tahun 2019, Rikardus Haryanto, Staf Agrobisnis dari Yayasan Ayo Indonesia pergi lejong (bertamu/berdiskusi) dengan 2 perempuan muda, pedagang buah di Pasar Sotor Ketang. Dia menanyakkan kepada mereka pada kesempatan itu, tentang sumber pendapatan keluarga dan mengapa hanya buah-buahan yang dijual sedangkan sayur-sayuran yang dibutuhkan banyak orang tidak ditemukan di pasar Sotor.

Jawaban dari kedua pedagang di pasar sotor, kata Rikhard, terhadap pertanyaan-pertanyaan refelektif saat lejong (bertamu) tersebut, yaitu sumber pendapatan mereka berasal dari usaha pemeliharaan ternak kerbau dan hasil penjualan buah-buahan di pasar Sotor, kemudian menanam sayur-sayuran hanya untuk dikonsumsi sendiri, tidak untuk dijual. Pertanyaan berikut dari Rikard kemudian, apakah pendapatan keluargamu per bulan dirasa cukup? mengapa menanam sayur-sayuran dalam jumlah yang kecil dan apakah karena ukuran lahannya kecil?

 

Menurut Rikard, jawaban yang keluar dari mulut Margaretha Samul, nama salah satu dari kedua pedagang itu adalah Pa Rikard pendapatan kami tidak cukup, kebutuhan uang cukup besar sementara pendapatan masih kurang, kami juga belum mengetahui cara budidaya sayur-sayuran untuk tujuan ekonomi meskipun lahan kosong cukup luas, sekitar 7 are.

 

Rikard, sebagai seorang aktivis, sebenarnya sedang melakukan aktivitas pemetaan (Mapping) soal dan potensi untuk dapat menawarkan suatu gagasan konkrit agar terciptanya perubahan secara social ekonomi dari petani,yang diindikasikan dengan adanya peningkatan sumber dan nilai pendapatan. Pendekatan demikian niscaya lebih efektif untuk merubah pola pikir petani, karena tahu dulu tentang soal, potensi sumber daya alam dan manusia yang akan dimanfaatkan untuk mencapai tujuan. Berangkat dari soal kita merumuskan pilihan-pilihan kegiatan solutif.

 

Dari hasil lejong ini, dia menawarkan kepada mereka berdua untuk menanam sayur-sayuran dengan pendekatan agribisnis dan mereka setuju dengan ide tersebut dan menyarankan Rikard untuk membicarakan hal penting ini dengan Martinus Manggut, orang tua mereka.

 

Pada hari berikutnya, Rikard pergi menemui Martinus untuk mendorong dia mengembangkan bisnis sayur-sayuran. Saat bertemu dia di rumahnya, Rikard menjelaskan maksud dan tujuan kedatangannya serta berbagi cerita pengalaman dari beberapa petani dampingan Yayasan Ayo Indonesia yang telah berhasil dalam agribisnis untuk meyakinkan Martinus. Sebab pengalaman dari beberapa petani tersebut terbukti dapat menambah pendapatan keluarga, ungkap Rikard kepada Martinus.

 

Pesan penting yang mau disampaikan Rikard sebenarnya, adalah mau meyakinkan Martinus dimana peningkatan penghasilannya bisa terjadi, tidak hanya dengan memelihara kerbau saja, melainkan dari usaha sayur-sayuran. Potensi lahan memungkinkan hal ini menjadi realistis untuk dicapai apalagi peluang pasar sangat besar di Flores yang dikenal dengan sangat geliat di sektor industri pariwisatanya.

 

 

Strategi dari Rikard dalam mempengaruhi cara berpikir dari Martinus dengan pendekatan Lejong  sangat menarik,dan inspiratif, dia memulai dengan pemetaan soal, membandingkan antara usaha pemeliharaan kerbau, dan juga menceritakan kesuksesan dari beberapa petani agribisnis dampingan Yayasan Ayo Indoensia, di kampung Rai, Maras dan Werong dimana dengan memilih fokus pada usaha sayuran, para petani sukses tersebut bisa membiayai pendidikan anak-anak, membeli kebutuhan harian keluarga dan membangun rumah. Dari cara pendekatan ala Rikard memotivasi, yang mencengangkan dia adalah hasil analisis antara penjualan sayur-sayuran di atas lahan 7 are dengan hasil rupiah dari penjualan kerbau.

 

Menurut hasil analisis sederhana tersebut, ternyata potensi penghasilan dari usaha sayur-sayuran jauh lebih besar dari harga 1 ekor kerbau, yang biasanya dijual setelah 4 atau 5 tahun usia pemeliharaannya, jumlah ternak yang diperlihara hanya 1-2 ekor per 5 tahun. Nilai pendapatan dari penjualan  1 ekor kerbau setelah 5 tahun pemeliharaan berkisar antara 13 juta rupiah sampai dengan 18 juta rupiah. Di sini Rikard meyakinkan Martinus bahwa kesuksesan dimulai dari gagasan, kalkulasi di atas kertas, dan aksi.

 

Meskipun ragu-ragu pada awalnya dan belum cukup yakin dengan analisis potensi penghasilan dari usaha sayur-sayuran, Martinus tetap mencoba menanam sayur-sayuran pada lahan bekas petak sawah. Di atas lahan tersebut, dia menanam sawi dan fanboks, menggunakan pupuk organik yang telah dicampur arang sekam (biochar) dan hasilnya di luar dugaannya, sayur-sayuran tumbuh subur.

 

Pengalaman pertama ini, kemudian memicu dia untuk menanam lebih banyak lagi dengan cara mengeringkan 7 petak sawah miliknya. Semangatnya untuk menanam sayur-sayuran dengan menggunakan pupuk organik dan arang sekam terus meningkat. Keberuntungan akhirnya berpihak kepadanya, pada tahun 2020 panen pertama dari 7 petak bekas sawah tadi mampu menghasilkan rupiah cukup besar untuk ukuran petani kecil seperti Martinus dimana hasil penjualan dari masing-masing jenis sayur-sayuran menghasilkan uang sebesar 7.7 juta rupiah dari Fanboks, 2.2 juta dari brokoli, 500.000 rupiah dari terung dan 3 juta rupiah dari penjualan buncis.

 

Sejak tahun 2020 hingga saat ini, Martinus mengaku setiap 2-3 bulan, penghasilan dari usaha agribisnisnya, meskipun berskala kecil, berhasil meraup pendapatan berkisar 4-5 juta Rupiah, rupiah yang dihasilkan nilainya jauh lebih besar daripada hasil penjualan kerbau. Dengan penghasilan sebesar ini keluarganya punya akses untuk dapat mengkonsumsi pangan jenis lain, seperti ikan, daging, tempe dll, daya belinya semakin baik.

 

Dari perubahan yang telah terjadi dalam hidupnya ini, atau dirasakannya, secara jujur dia menyampaikan terima kasih kepada Yayasan Ayo Indonesia yang telah menugaskan Rikard untuk memotivasinya hampir setiap hari melalui pesan singkat (SMS), kunjungan kebun dan rumah setiap minggu, bantuan ternak kambing dan pengetahuan tentang pupuk organik berbahan baku arang sekam untuk menyuburkan tanah serta menghemat penggunaan air. Arang sekam ternyata merupakan satu tehnologi adaptasi dan mitigasi sederhana untuk mengatasi dampak perubahan iklim.

 

Sayur-sayuran yang dihasilkan dari kebunnya, berdasarkan pengakuan Martinus dijual di Pasar Sotor Ketang oleh 2 anak perempuanya, ke Pasar lokal di Lembor dan Ruteng. Bahkan beberapa pedagang dari Bajawa membeli sayur-sayuran dari kebunnya untuk dijual ke Labuan Bajo. Sebagian uang hasil usahanya dia simpan di KSP CU Florette, salah satu koperasi yang bekerjasama dengan Yayasan Ayo Indonesia untuk pemberdayaan sosial ekonomi anggota.

 

Dari Pengalaman berharga ini, dia berubah pikiran untuk tidak menjual kerbau lagi, malah berencana untuk menambah jumlah kerbau dan kambing untuk dijadikan sumber bahan baku pupuk organik demi menjamin kontinuitas produksi sayur-sayuran.

 

Pendekatan lejong untuk merubah cara berpikir ternyata menghasilkan perubahan, Rikard dengan penuh pasion mendorong Martinus untuk fokus berusaha sayur-sayuran sebab dia menganggap Martinus adalah sahabatnya, sehingga pendampingan yang dilakukannya tidak dibatasi oleh jam kerja yang berlaku di Yayasan Ayo Indonesia (Jam 08.00-16.00), mereka bertemu berdiskusi di kebun dan kemudian malam atau pagi hari sering mereka berkomunikasi melalui HandPhone tentang perkembangan usahanya dan juga soal yang perlu diatasi segera berdasarkan pengetahuan dan pengalaman yang dimilik oleh Rikard.

 

Penulis : Rikhardus Roden Urut

Program Kerjasama Yayasan Ayo Indonesia-Missionprokur SVD Steinhausen Swiss

Ikuti tulisan menarik Rikhardus Roden Urut Kabupaten Manggarai-NTT lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler