x

Manfaat dan keuntungan yang diperoleh peserta pra kerja dari mengikuti pelatihan barista dan usaha warung kopi

Iklan

trimanto ngaderi

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 22 September 2022

Sabtu, 24 Desember 2022 06:43 WIB

Dari Owning Economy Menuju Sharing Economy

Salah satu ciri utama disrupsi adalah menggeser ekonomi kepemilikan (owning economy) menjadi ekonomi berbagi (sharing economy). Hal ini ditandai dengan model bisnis dalam bentuk jejaring dan kolaborasi. Mereka merangkul sebanyak mungkin investor, perusahaan, pelaku usaha, pemilik jasa, penyedia layanan, dan siapapun yang ingin bergabung.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

“Dasar orang kaya, punya rumah di mana-mana. Itu rumah sebagus dan semewah itu dibiarkan kosong tak berpenghuni”, gerutu seorang warga di salah satu komplek permukiman.

“Sayang sekali ya, lahan seluas itu tidak produktif, hanya ditumbuhi ilalang dan dipagar besi di sekeliling”, ujar seorang buruh tani yang tak memiliki tanah garapan.

“Hebat ya punya mobil mewah sampai tiga, cuma sayang yang satu jarang sekali dipakai”, ungkap salah seorang tetangga yang hanya mampu membeli sepeda motor tua.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

 

*****

Zaman nenek moyang kita dulu, mereka menerapkan sistem ekonomi berbagi (sharing economy). Ketika ada yang memiliki lahan yang cukup luas, mereka mempersilakan orang lain untuk menggarap lahan. Ketika ada yang memiliki pohon bambu cukup banyak, mereka menawarkan tetangganya yang sedang membuat (merenovasi) rumah untuk menggunakan bambu itu. Mereka yang memiliki rumah cukup besar, mengizinkan sanak-saudara atau yatim-piatu untuk tinggal di rumah itu. Atau mereka yang punya kereta kuda, memberi tumpangan kepada mereka yang berjalan kaki.

Namun, semua itu berubah ketika paham kapitalisme mulai menancapkan guritanya ke berbagai bidang kehidupan. Kita semua sudah tahu bahwa ciri-ciri kapitalisme di antaranya adalah penumpukan modal, hak-hak kepemilikan (kekayaan) individu,adanya monopoli, dan penguasaan aset-aset strategis. Dengan demikian, siapa yang punya banyak modal, dialah pemilik segala sesuatu, dialah penguasa dunia.

Dari ciri-ciri tersebut, yang terjadi adalah konsep kepemilikan pribadi. Mereka tak mungkin “mau berbagi”. Sehingga yang terjadi adalah banyaknya harta-harta (aset) yang menganggur. Rumah kosong, lahan tidak produktif, mobil yang jarang dipakai; sebagaimana saya ungkap di awal tulisan ini.

Selain itu, dampak negatif dari owning economy cukup besar, seperti kerusakan lingkungan akibat eksploitasi, harta-harta yang “menganggur” (under-utilized, idle capacity), polusi, kemacetan, kesenjangan sosial, dll. Karakter utama kapitalisme adalah keserakahan, ingin memiliki sebanyak-banyaknya, ingin menguasai segala-galanya.

 

Era disrupsi

Disrupsi berasal dari bahasa Inggris disruption, yang berarti gangguan, kekacauan. Sedangkan menurut KKBI adalah “hal tercerabut dari akarnya”, atau dengan pengertian sederhana yaitu sistem lama digantikan dengan sistem yang baru. Atau dalam konteks era digital, disrupsi bisa disamakan dengan inovasi.

Salah satu ciri utama disrupsi adalah menggeser ekonomi kepemilikan (owning economy) menjadi ekonomi berbagi (sharing economy). Hal ini ditandai dengan model bisnis dalam bentuk jejaring dan kolaborasi. Mereka merangkul sebanyak mungkin investor, perusahaan, pelaku usaha,  pemilik jasa, penyedia layanan, dan siapapun yang ingin bergabung.

Beberapa contoh saja. GO-JEK maupun Grab tak perlu memiliki mobil dan sepeda motor sendiri. Pemilik mobil pribadi atau tukang ojek pangkalan dapat menjadi mitra mereka. Marketplace tak perlu memproduksi barang sendiri atau memiliki stok barang sendiri, mereka cukup berjejaring dengan berbagai toko di seluruh Indonesia, UMKM, maupun usaha rumahan. Beberapa perusahaan kontainer pelabuhan, tak perlu sampai menunggu kapal milik sendiri kembali dari mengirim barang, cukup memanfaatkan kapal-kapal terdekat dari lokasi.

Di dunia wisata misalnya, orang yang memiliki kamar kosong bisa disewakan kepada wisatawan yang ingin menginap. Bahkan, si pemilik rumah bisa menjadi tourism guide dadakan. Pemilik agrowisata bisa berkolaborasi dengan petani atau pemilik lahan (SwargaBhumi di Magelang).

 

Incumbent yang terdisrupsi

Bagi pemain-pemain lama (incumbent) hanya ada dua pilihan: mendisrupsi dirinya sendiri atau terdisrupsi. Mendisrupsi berarti ia bergerak cepat untuk melakukan adaptasi agar tetap survive. Sedangkan yang terdisrupsi, ia tak mampu beradaptasi dan melakukan perubahan sehingga ia digantikan oleh para pemain baru.

Pemain-pemain baru ini adalah lawan (kompetitor) yang tak terlihat, tak kasat mata. Sehingga jarang disadari kehadirannya oleh pemain lama. Mereka terdiri dari kaum muda, tak berpengalaman, serta tak terikat oleh berbagai aturan (regulasi) pemerintah. Namun, mereka memulai, tumbuh, dan berkembang menjadi besar, bahkan menjadi sangat besar. Mereka menggeser dan menggantikan pemain-pemain lama. Maka, yang disebut “tercerabut dari akarnya” dalam KKBI adalah para pemain lama.

Kita lihat sudah berapa banyak pemain lama yang terdisrupsi. Perusahaan taksi konvensional digantikan oleh GO-JEK dan Grab. Matahari atau Hypermart digeser oleh platform Marketplace. Pengiriman uang dan pembelian tiket digantikan oleh fintech. Nokia dan Blackberry digantikan oleh smartphone. Dan masih banyak lagi. Entah siapa lagi nanti yang akan terdisrupsi.

Namun, ada juga incumbent yang mampu mendisrupsi dirinya sehingga bisa bertahan sampai kini. PT Telkom yang kemudian membentuk anak perusahaan PT Telkomsel, yang awalnya sebagai perusahaan telepon kabel, kemudian mengembangkan diri memberikan layanan telepon seluler. Bahkan, Telkomsel menjadi leader sebagai penyedia jasa layanan telekomunikasi di Indonesia.

 

Manfaat sharing economy bagi individu

Nggak perlu punya kios atau karyawan untuk bisa jualan. Kita bisa bergabung menjadi Marketplace Seller. Di platform marketplace, kita memiliki dua peran sekaligus, sebagai pembeli maupun sebagai penjual (as a buyer or seller). Bahkan, kita tak perlu memiliki stok barang untuk bisa berjualan. Kita bisa memanfaatkan sistem makelar (dalam Islam disebut akad Samsarah), yaitu akad perjanjian kerjasama menjualkan barang milik orang lain.
jika jarang sekali bepergian, kita tak perlu memiliki mobil pribadi. Kita cukup memanfaatkan GO-JEK atau Grab, dan kita sudah bisa menikmati naik mobil yang bagus. Juga tidak perlu menunggu punya banyak uang untuk bisa berwisata. Kini banyak sekali pilihan tempat wisata dengan tiket masuk yang murah, sekaligus pilihan penginapan yang sesuai dengan isi kantong.

Beberapa bidang keahlian atau profesi tertentu yang dulu hanya menjadi monopoli perusahaan atau lembaga tertentu, kini perorangan pun dapat melakukannya. Sekarang banyak sekali perorangan yang menawarkan berbagai macam jasa, seperti jasa konsultan, terapis, desainer, kartunis, penulis, penerjemah, dan sebagainya.

 

 Epilog

Dalam syariat Islam, ada larangan adanya akumulasi modal, monopoli, memperkaya diri sendiri, penguasaan aset-aset yang merupakan barang kepemilikan umum. Oleh karena itu, konsep sharing economy ini tampaknya sejalan dengan ajaran agama. Jika owning economy (kapitalisme) berpihak kepada segelintir orang yang memiliki modal, maka sharing economy berpihak kepada rakyat. Dengan demikian, akan terjadi pemerataan ekonomi, keadilan sosial, serta kemakmuran.

 

Referensi:

Rhenald Kasali, Disruption, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2017.

 

Ikuti tulisan menarik trimanto ngaderi lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB