x

Iklan

Bambang Udoyono

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 3 Maret 2022

Senin, 30 Januari 2023 19:19 WIB

Pemilu Indonesia di Simpang Jalan

Pemilihan umum sudah di depan mata. Muncul gagasan kembali ke cara lama ketika pemilih memilih partai, bukan orang. Mana yang lebih baik untuk rakyat?

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Pemilu Indonesia di Simpang Jalan

 

Bambang Udoyono

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Sejak tahun 2000  UU politik Indonesia berubah. Tahun itu diterbitkan UU pemilihan umum yaitu UU no 4 tahun 2000 tentang perubahan UU no 3 tahun 1999 tentang Pemilu. UU itu mengubah aturan pemilu sehingga berbeda  dari pemilu sebelumnya.  Dalam aturan UU ini pemlih akan memilih secara langsung pada orang. Bukan lagi memilih partai politik.

 

Sejak itu pemilihan presiden dilakukan secara langsung artinya rakyat lah yang memilih presiden, bukan lagi MPR seperti sebelumnya. Demikian juga dalam pemilihan kepala daerah dan caleg. Jadi nomor urut caleg tidak lagi menentukan.

 

Alasannya masuk akal sekali.  Tapi tidak menutup kemungkinan alasan sejatinya adalah ada partai yang merasa kuatir kalah capresnya dalam pemilihan di MPR. Jadi mereka memilih cara yang dianggap lebih menguntungkan pihak mereka.

 

Dalam pemilu 1999 PDIP meraih suara mayoritas. Tapi pemilihan presiden dilakukan oleh MPR. Saat itu beberapa parpol berkoalisi dalam poros tengah. Suara mereka melebihi suara PDIP. Maka poros tengah berhasil memilih Gus Dur sebagai presiden RI masa jabatan 2000 - 2004. Capres PDIP yaitu Megawati hanya berhasil menduduki kursi wapres.

 

Meskipun demikian sebenarnya ada syarat yang harus dipenuhi apabila kita ingin metoda ini membawa hasil yang baik.  Karena  sejatinya metoda ini memberikan kepada rakyat sebuah pekerjaan yang tidak mudah.

 

Dengan cara pemilu baru ini rakyat harus melakukan pengambilan keputusan politik berupa memilih atau tidak memilih calon presiden, calon keala daerah dan calon legislatif.  Agar keputusan seperti itu berkualitas maka rakyat harus menjadi pemilih rasional. Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi.

1.Mereka harus well informed.

2.Mereka harus mendapat informasi lengkap, akurat, imbang.

3.Pers harus mampu memberikan informasi semacam itu.

4.Masyarakat harus mampu berpikir rasional.

  1. Mereka harus bisa menimbang dengan akal, siapa calon terbaik.

6.Mereka harus punya kriteria calon baik seperti apa.

8.Mereka harus tahu masalah apa yang mereka hadapi. Dan harus tahu kemampuan para capres untuk memecahkan masalah tersebut.

 

Pertanyaannya. Apakah rakyat tahu masalah mereka? Apakah mereka mampu melakukan semua tindakan tersebut di atas? Bagaimana rakyat tahu kompetensi calon?

 

Dengan kata lain rakyat harus mampu melakukan pengambilan keputusan tentang masalah politik. Mereka harus memutuskan memilih siapa.

Mengingat fakta bahwa sebagian besar rakyat Indonesia masih berpendidikan rendah, ekonominya lemah, maka sangat patut diduga bahwa sebagian besar dari mereka tidak mampu melakukan tugas berat tersebut. 

 

Mereka tidak mampu menilai calon. Mereka tidak memilki kriteria. Mereka tidak well informed. Mereka tidak mampu berpikir rasional. Mereka sangat emosional.  Maka sejatinya mereka tidak memiliki kompetensi mengambil keputusan berkualitas tentang soal politik.

 

Apabila mereka tidak mampu melakukan pengambilan keputusan yang berkualitas maka akan terjadi pemilihan yang asal asalan saja alias pemilihan yang tidak rasional.  Pemilih hanya memilih berdasarkan selera, iming iming pemberian uang, tekanan  dan faktor subyektif.

 

Jadi sejatinya kita memberi kepercayaan kepada sekelompok orang ynag bukan ahlinya. Akibatnya keputusan yang diambil adalah salah. Kalau salah akibatnya adalah kehancuran. Ada sebuah hadist nabi yang menyebutkan tentang pemberian mandat kepada orang yang bukan ahlinya yang akan membawa akibat buruk.

 

“Jika amanat telah disia-siakan, tunggu saja kehancuran terjadi.” Ada seorang sahabat bertanya; ‘bagaimana maksud amanat disia-siakan? ‘ Nabi menjawab; “Jika urusan diserahkan bukan kepada ahlinya, maka tunggulah kehancuran itu.” (HR Bukhari).

"Barangsiapa yang memegang kuasa tentang sesuatu urusan kaum muslimin, lalu dia memberikan suatu tugas kepada seseorang, sedangkan dia mengetahui bahwa ada orang yang lebih baik daripada orang itu, dia telah mengkhianati Allah, RasulNya dan kaum muslimin." (Hadis Riwayat Al-Hakim).

Pekerjaan yang dilakukan oleh rakyat yaitu memilih calon pimpinan dan calon legislatif terbaik tidak bisa dijamin kualitasnya. Rakyat belum mampu memilih secara rasional. Maka tidak susah menebak akibatnya.

 

Sedangkan di sisi lain pemilihan oleh MPR juga punya sisi negatifnya.  Jadi inilah dilema politik Indonesia.  Tidak ada jaminan bahwa mereka akan mengutamakan kepentingan rakyat banyak dan tidak megutamakan kepentingan mereka sendiri.

 

Sekarang muncul gagasan agar pemilu kembali ke cara lama yaitu pemilih memilih partaim bukan memilih orang. Lalu nanti penguasa partai yang akan menentukan kepada siapa suara pemilih diberikan. 

 

Manakah jalan terbaik untuk kita lalui? Apakah pemilihan langsung atau tidak langsung? Apakah pemilihan presiden, kepala daerah dan caleg dilakukan oleh rakyat atau oleh wakil mereka?

 

Tidak ada cara yang bersih dari kelemahan. Kedua pilihan memiliki cacatnya masing masing.  Keduanya mengandung mudharat.   Jadi mau ke mana pemilu Indonesia di masa depan?  Monggo para cedekiawan, negarawan dan para winasis sumbang pikiran.

Ikuti tulisan menarik Bambang Udoyono lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler