x

Minum seteguk, lalu pergi selamanya

Iklan

Supartono JW

Pengamat
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Selasa, 7 Februari 2023 08:44 WIB

N. Riantiarno, Tentang Hidup Ibarat Minum Seteguk, Lalu Pergi Selamanya

Apa yang sudah saya perbuat dalam kehidupan di dunia ini, yang ibarat sekadar minum seteguk. Lalu, pergi selamanya. Sebab, kehidupan yang kekal, yang selamanya adalah di duniaNya. Apakah saya termasuk orang yang tidak takut kehilangan harta benda dan uang milik saya? Harta benda dan uang yang saya dapatkan, miliki, sebagaian adalah hak orang lain. Ajaran pendidikan yang benar dan baik pun, adalah hak setiap orang. Jadi, dalam kehidupan dunia yang ibarat minum seteguk itu, apakah saya sudah menjadi orang yang kaya pikiran dan kaya hati, dengan landasan keimanan?

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Sepeninggal Mas Nano, satu di antara ajaran kehidupan yang saya jadikan pondasi dan pijakan dalam setiap kaki saya melangkah di dalam kehidupan nyata di dunia adalah tentang ... minum seteguk, lalu pergi selamanya.

... Hidup nyatanya

Hanya sekadar bergerak

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Minum seteguk

lalu pergi selamanya

(N. Riantiarno, Opera Ular Putih. 23041994)

Karenanya, pendidikan tentang kehidupan panggung sandiwara berdasarkan fakta-fakta panggung kehidupan nyata, yang saya terima dan saya dapatkan dari Suhu Norbertus Riantiarno atau Nano Riantiarno atau N. Riantiarno atau Mas Nano, tidak terhitung banyaknya. Bila setiap titik pendidikan yang beliau tularkan dari setiap langkah produksi pementasan, saya tulis menjadi artikel. Ribuan titik itu dapat saya ubah menjadi artikel. Kemudian setiap titik-titik ajaran pendidikan tentang kehidupan itu, yang sudah berwujud artikel pun, dapat saya bukukan, tentu ratusan buku dapat dicetak, berisi titik-titik pendidikan keteladanan dari Mas Nano.

Satu di antara ribuan titik ajaran pendidikan tentang kehidupan itu, tentang ... minum seteguk, lalu pergi selamanya. Itu saya dapatkan dalam pementasan Teater Koma, Opera Ular Putih yang dipanggungkan pada 23 April-8 Mei 1994 (16 hari) di Graha Bhakti Budaya (GBB) Tim.

Dari ajaran yang menginspirasi sesuai lirik yang sangat dalam maknanya, saya pun tergerak menyutradarai dan mementaskan Opera Ular Putih di Teater Kecil Perguruan Islam Al-Izhar Pondok Labu, dengan para aktor dan aktrisnya siswa Al-Izhar. Namun, bagian artistik, tata rias, hingga kostum, asli dari lakon Ular Putih Teater Koma, sebab diberikan rekomendasi oleh Mas Nano dan Mba Ratna.

Mas Nano terharu, saat menyaksikan pertunjukkan Opera Ular Putih di Al-Izhar. Sebab, pemanggungan sama persis sesuai naskah dan durasi seperti pentas Teater Koma di GBB Tim. Seluruh lirik-lirik naskah yang dilagukan saya ubah sesuai kreativitas saya disesuaikan dengan dunia siswa sekolah. Tanpa mengurangi setitik pun naskah aslinya. Dan, di dalamnya selalu mengakar kuat lirik: ... Minum seteguk, lalu pergi selamanya.

Minum seteguk=hidup di dunia

Kini, Mas Nano telah meninggalkan kita semua, di dunia, untuk selamanya. Tetapi Mas Nano hidup di dunia sejak 6 Juni 1949 -- 20 Januari 2023. 6 Juni - 20 Januari 2023. Sesuai lirik yang ditulis dalam Opera Ular Putih itu, 74 tahun Mas Nano hidup di dunia=, ibarat hanya minum seteguk. Minum seteguknya Mas Nano, dalam 74 tahun masa hidupnya di dunia, telah sangat berjasa khususnya dalam dunia teater Indonesia, Asia, dunia. Umumnya bagi kehidupan panggung sandiwara dan kehidupan nyata, sebab selalu mengalir segala hal tentang kreativitas karya dan karya, inovasi dan inovasi yang semuanya sarat nilai-nilai kemanusian, nilai-nilai kebudayaan, nilai-nilai kehidupan berbangsa dan bernegara, dan lain sebagainya.

Seperti Mas Nano, seluruh umat manusia sejak lahir dan hidup di dunia hingga batas akhir usianya, semua sama. Ibaratnya hanya minum seteguk, lalu pergi selamanya. Pergi selamanya, artinya hidup yang kekal. Kembali kepada Sang Pencipta, Tuhan Yang Maha Esa. Apakah akan berada kekal di surgaNya atau NerakaNya. Semua tergantung dari amal perbuatan yang ibarat minum seteguk, di kehidupan dunia. Dalam minum seteguk, apa laku kita? Mas Nano, telah meninggalkan segala hal yang dapat diteladani oleh umat manusia khususnya dalam dunia teater dan sastra. Umumnya dalam persoalan politik dan humaniora.

Saya adalah satu di antara murid yang telah merasakan segala didikannya, hingga saya pun mendapatkan bukti, betapa ampuhnya ilmu, pengalaman, dan keteladanan itu, saat saya terapkan, saya aplikasikan di kehidupan nyata, dalam bidang yang berbeda. Pertanyaannya, semua dari kita apakah sudah berpikir dan bercermin, hidup di dunia yang sebentar, tidak kekal, hanya bak minum seteguk, sudah berbuat seperti Mas Nano, yang telah menjadi milik semua orang yang mencintainya? Sebab, selama hidup bak minum seteguk itu, Mas Nano tidak hanya menjadi milik keluarganya (Istri, anak, cucu, kerabat). Tetapi, menjadi milik semua orang yang ada dalam bagian hidupnya dan akan terus mencintainya.

Mas Nano telah meninggalkan warisan keteladanan luar biasa. Tidak pernah lelah untuk menulis dan berkarya. Tidak pernah titik, selalu koma. Selalu ada dan ada. Selalu kaya pikiran. Selalu kaya hati. Selalu kreatif. Selalu inovatif. Tidak pernah takut kehilangan, meski pun miliknya.

Bercermin dari Mas Nano dan lirik ... minum seteguk lalu pergi selamanya, nyatanya di sekeliling kita, saya masih menjumpai banyak orang-orang dari rakyat jelata hingga yang mengaku dirimnya golongan elite dan pemimpin negeri yang takut kehilangan bukan milik. Takut kehilangan harta, uang, kedudukan, jabatan, dan lainnya.

Miris. Bukan miliknya, tetapi takut kehilangan. Malah pakai cara-cara licik sampai korup. Bagaimana, sih? Sudah begitu sangat lekat dengan karakter kikir, pelit, tetapi licik. Sejatinya, sangat mudah menjumpai orang-orang yang kaya hati dan pikiran. Pun tidak takut kehilangan, meski miliknya. Orang-orang ini adalah bagian dari orang-orang atau manusia yang menyadari bahwa hidup tidak bisa sendiri. Hidup tidak berdiam diri. Selalu wajib ada perjuangan demi bertahan hidup. Selalu ada halangan, rintangan, cobaan, kegagalan, kekalahan, kekecewaan, penderitaan, sakit hati, kekurangan, hutang, disepelekan, tidak diprioritaskan, tidak dipedulikan, diabaikan, dan sederet kata-kata negatif yang sejenis.

Semua menjadi musuh dalam kita melangkah berjuang untuk bertahan dalam hidup di dunia yang ibarat minum seteguk. Bertahan hidup untuk diri sendiri. Terpenuhi sandang pangan papan. Bersyukur. Menyadari bahwa sebagian yang kita dapat, kita miliki adalah milik orang lain. Meski bagi diri kita sendiri saja, hasil perjuangan untuk bertahan hidup belum dan tidak cukup. Tidak ada dan tidak cukup uang, harta, kedudukan, jabatan, dll.

Pandai bersyukur, kaya pikiran-hati

Namun, orang yang pandai bersyukur, dalam ketidak cukupan, dalam kondisi belum cukup pun, tetap ingat dan peduli kepada orang lain (keluarga, sahabat, teman, kekeluargaan, masyarakat, bangsa dan negara). Kondisi miskin uang, harta, kedudukan, jabatan, tetap membuat seseorang akan KAYA HATI. KAYA HATI adalah buah dari tanaman bernama pandai bersyukur, tahu diri, tahu malu, dan tahu-tahu yang lainnya. Dengan pondasinya, cerdas Intelegensi, personality, plus KEIMANAN. Orang-orang yang demikian selalu dijauhkan, dihindarkan dari tindakan KIKIR, PELIT, LICIK. Tidak akan pernah disinggahi pikiran KETAKUTAN KEHILANGAN yang BUKAN MILIK. Sebab, hidup di dunia, menurut suhu saya, Nano Riantiarno:

Nasib manusia

Bergulir bagai roda

Panas dan hujan

Silih berganti

Rezeki atau naas

Derita atau bahagia

Semua tersurat dalam Buku Langit

Hidup nyatanya

Hanya sekadar bergerak

Minum seteguk

lalu pergi selamanya

Orang-orang yang pandai bersyukur karena tahu diri, cerdas intelegensi (otak) dan personality (kepribadian) sadar diri, mampu mengukur kemampuan diri, bercermin diri, maka akan selalu menyadari bahwa, hidup tidak bisa sendiri. Hidup tidak berdiam diri. Hidup harus berjuang untuk dapat bertahan. Karena hidup.di dunia itu=minum seteguk.

Semoga, dalam hidup di dunia yang ibarat minum seteguk ini, saya selalu termasuk ke dalam bagian orang-orang yang kaya hati, kaya pikiran. Selalu dapat berbagi dengan perjuangan langkah yang kreatif dan inovatif. Tidak silau kedudukan dan jabatan. Tidak serakah dengan harta dan uang. Uang dan harta yang kita miliki, hasil dari langkah yang halal, sebagiannya adalah milik orang lain.

Kita harus selalu menyadari dan sadar. Selalu berbagilah kepada orang lain, kekeluargaan, masyarakat, dll. Maka akan mendapatkan keberkahan di dunia dan akhirat. Biarkan, orang-orang yang berlomba mendapatkan uang dan harta dari langkah yang tidak halal, tetapi takut kehilangan, meski bukan miliknya?

Pada saatnya, mereka akan mendapat hidayah.

Hidup itu, ibarat minum seteguk, lalu pergi selamanya. Ayo kalkulasi, hitung secara matematis, berapa amal baik yang sudah kita perbuat tetapi tidak dengan cara ria. Dan, berapa amalan buruknya? Pasti, dapat kita hitung, sebelum menghadapNya, untuk selamanya.

Pertanyaannya? Sudah sejauh mana, saya melintasi minum seteguk kehidupan di dunia?

Ikuti tulisan menarik Supartono JW lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

13 jam lalu

Terpopuler