Langgam Kultur Eropa dan Flores Pada Gereja St. Ignatius Loyola, Sikka
Kamis, 9 Februari 2023 17:53 WIB
Gereja tua Sikka masuk dalam wilayah paroki St.Ignatius Loyola dengan jumlah umat sekira 2000 jiwa. Gereja Sikka warisan Portugis ini lokasinya berada di desa desa Sikka, Kecamatan Lela. Jaraknya sekitar 30 kilometeran dari kota Maumere, sekira 30 menit perjalanan. . Desa Sikka berada di pantai selatan tepatnya sebelah timur desa Lela dan desa Duu. Desa Sikka diapit pantai dan bukit dimana jarak dari bibir pantai hingga bukit ± 50 sampai 100 meter saja. Penduduknya sebagian besar bermata pencaharian sebagai nelayan, karena tanah untuk pertanian hampir tidak ada di wilayah ini. Karena keunikannya , Gereja Sikka banyak dikunjungi turis tak hanya dikunjungi umat kristen tetapi juga umat agama lainnya.
Raja Sikka berkolaborasi dengan penguasa Portugis membangun rumah ibadah yang indah dan artistik. Bangunan rumah ibadah berlanggam dua kultur itu kini terkenal dengan sebutan Gereja Tua Sikka. Motif lokal tenun ikat Sikka mewarnai sudut-sudut didinding gereja bergaya Eropa. Perpaduan dua budaya itu lestari hingga melampauiseratus tahun usianya kini.
Gereja tua Sikka merupakan salah satu gereja Katolik di Indonesia yang memiliki nilai historis. Gereja ini tetap mempertahankan keasliannya walau untuk perawatannya membutuhkan biaya yang sangat besar. Kaca jendela gedung misalnya, corak dan warnanya tidak diproduksi lagi di Indonesia sehingga untuk mengganti kaca yang rusakpun harus dipesan dari luar negeri. Sedangkan kayu yang digunakan pun merupakan kayu jati asli yang awet hingga ratusan tahun.
Gereja tua Sikka masuk dalam wilayah paroki St.Ignatius Loyola dengan jumlah umat sekira 2000 jiwa. Gereja Sikka warisan Portugis ini lokasinya berada di desa desa Sikka, Kecamatan Lela. Jaraknya sekitar 30 kilometeran dari kota Maumere, sekira 30 menit perjalanan. . Desa Sikka berada di pantai selatan tepatnya sebelah timur desa Lela dan desa Duu. Desa Sikka diapit pantai dan bukit dimana jarak dari bibir pantai hingga bukit ± 50 sampai 100 meter saja. Penduduknya sebagian besar bermata pencaharian sebagai nelayan, karena tanah untuk pertanian hampir tidak ada di wilayah ini. Karena keunikannya , Gereja Sikka banyak dikunjungi turis tak hanya dikunjungi umat kristen tetapi juga umat agama lainnya.
Gereja Tua St. Ignatius Loyola, Sikka, Mumere, perpaduan arsitektur Eropa - Flores
Menurut tetua di Sikka, Parera, gereja tua yang ada sekarang di Sikka bukan merupakan bangunan gereja yang dibangun saat awal masuknya agama Katolik di Sikka pada tahun 1607. Gereja yang pertama, kisah Parera, dibangun oleh Raja Don Alesu bersama umat dan imam – imam Dominikan ( OP ) asal Portugal menggunakan kayu - kayu lokal. Gereja dengan pelindung Santa Lusia ini tambahnya, selalu mengalami perbaikan karena kayu - kayunya tidak bertahan lama hingga akhirnya diputuskan untuk membangun sebuah gedung gereja permanen dan tahan lama.
Maka pada tahun 1896, Pater Yohanes Engbers bersama raja Sikka Andreas Djati da Silva mulai melakukan pembangunan gereja tua Sikka. Gereja ini dirancang oleh Pater Dijkmans yang juga merancang bangunan gereja Katedral Jakarta dengan arsiteknya bruder Leuvenberg,SJ yang saat itu bertugas di Larantuka.
Bruder Leuvenberg sebut Goris, sapaan salah satu tokoh sejarah yang menetap di Sikka ini, dibantu oleh Tiburtius Risi Parera selaku tukang batu serta tukang kayunya Moat Kensong da Cunha Solapung. “ Kayu jati sebanyak 360 kubik untuk membangun gereja didatangkan dengan kapal besar dari Jawa. Karena kapal tersebut tidak dapat berlabuh di dekat pantai maka kayu -kayu tersebut diturunkan di laut dan ditarik oleh umat hingga ke darat “ paparnya.
Selain kayu jati, semen dan besi beton juga didatangkan dari Jawa, sementara pasir dan batu disumbangkan umat beriman.Dalam masa pembangunan gereja urai Goris, raja Andreas meninggal dunia pada tanggal 15 Juni 1898 sehingga kerjasama ini dilanjutkan penggantinya raja Yosef Mbako Ximenes da Silva.Pembangunan gereja pun rampung dan peresmiannya dilakukan lewat misa meriah pada malam Natal, 24 Desember 1899.
Tiga Kali Direnovasi
Sejak dibangun, gereja tua Sikka berukuran panjang 47 meter dan lebar 12 meter ini sudah tiga kali mengalami renovasi. Menurut Goris, atapnya pernah diganti tahun 1935. Pertama dibangun atap memakai seng yang tebal tapi karena uap air laut kadar garamnya sangat tinggi, maka diganti dengan seng yang lebih tebal lagi. “Tetapi atap seng itu pun tak bertahan lama. Kemudian pada tahun 1953 atapnya diganti dengan gentingoleh pater Nicholaus Beyer,SVD. ,” ujaralelaki kelahiran 12 Maret 1948 itu.
Ditambahkannya, genteng - genteng tersebut diangkut oleh kapal motor Theresia dari Ende dan ternyata ketika dipasang, masih kurang sehingga diproduksi di Sikka. Sedangkan kaca-kaca gereja yang pecah, lanjutnya, tidak bisa diganti. Pasalnya, menurut Domi Batafor, seorang ahli kaca di Sikka yang dididik Belanda bernama kaca tersebut tidak lagi diproduksi di Indonesia. Ketika usinya menjelang seabad, tahun 1999 gereja tua ini kembali dipugar.”Gentengnya diturunkan, dicat ulang dengan warna senada dan dipasang kembali. Kayu – kayu penahannya yang sudah rusak diganti,” ujar Goris.
Tiang-tiang kayunya masih seperti dulu hanya ada kayu bagian depan saja yang berada dekat pintu sekitar 2 meter sudah keropos dan diganti. Lantainya dipasang keramik, dulu lantainya semen. Bagian altarnya juga dulunya rata saja sekarang ditinggikan sedikit. “Kaca yang rusak mau diganti tapi kurang begitu baik sehingga dibiarkan saja. Warna bangunan tetap seperti semula hanya di cat ulang saja “ imbuh Goris.
Masih Warna Aslinya
Bangunan gereja tua ini jika dilihat dari depan berbentuk kerucut dua susun. Pada bagian depan pintu dibangun sebuah atap kecil berbentuk sama hanya lebih pendek dengan ketinggian sekitar 3 meter.Atap tersebut ditopang dua buah kayu yang disatukan dengan sebuah kayu melintang di atasnya. Kayu berbentuk segi empat ini semunya selebar lebih kurang 15 sentimeter.Kayu penopang ini berdiri di atas landasan batu kali disusun setinggi 40 sentimeter.
Kedua tiang penopang ini juga disatukan sejajar dengan kayu di ditembok dinding gereja masing – masing sepanjang 1,5 meter. Lebar kayu berbentuk segi empat ini ± 20 sentimeter dimana pada bagian tengahnya masing –masing dipasang sebuah kayu penahan dengan lebar lebih kecil ± 10 sentimeter.Empat buah kayu yang dipasang menyilang di bawahnya selain berfungsi menambah daya ikat juga membuatnya terlihat lebih indah.
Pintu kayu dengan tinggi dua meteran berwarna cokelat muda terdiri dari dua daun pintu masing – masing selebar 50 sentimeter.Bagian atas pintu setinggi sekira35 sentimeter terdapat 4 buah lubang angin dengan tiga kayu di tengahnya sebagai pembatas. Lubang angin dari kayu lengkung dibentuk menyerupai bulat telur dan diberi guratan garis - garis kecil.Kiri-kanan tembok depan pintu masuk terpasang masing -masing dua kaca tertutup rapat. Kaca bergambar motif kuno ini masing –masing setinggi 1 meter dan 1,5 meter.
Menara lonceng setinggi sekira15 meteran terlihat menjulang dari kejauhan dengan sebuah salib besi berwarna putih di atasnya. Di dalam menara terdapat sebuah lonceng besi berdiameter tigapuluhan sentimeter dimana terdapat sebuah besi bulat di tengahnya. Pada pangkalnya diikatkan sebuah tali yang menjulur hingga ke lantai.Jika tali di bagian bawah dihentakan, maka lonceng tersebut bergerak kiri -kanan dan mengenai besi tersebut hingga menimbulkan bunyi. Bunyi lonceng biasanya dipakai untuk memberikan tanda atau memanggil umat untuk mengikuti perayaan ekaristi di gereja atau ada kegiatan lainnya.
Dua tingkat menara lonceng berbentuk segi empat semuanya berbahan kayu sementara bentuk kerucutnya berbahan seng yang disambung dari potongan - potongan kecil berbentuk ketupat.Menara kayu tersebut di cat warna abu – abu sementara seng berwarna merah senada dengan warna genteng. Kedua pendopo pintu samping gereja juga berbentuk sama seperti di pintu depan hanya panjangnya hanya satu meteran.
Semua tembok gereja tua di cat berwarna putih sementara tiang-tiangnya berwarna cokelat. Kayu jendela berwarna putih. Jika dilihat dari samping, sebagian genteng masih belum di cat dan berwarna kusam hitam keabu - abuan.Genteng pendopo depan gereja pun masih belum di cat. Sebelah kiri pintu masuk gereja dipasang prasasti yang tertera tahun pembangunan gereja ini.
Dinding Bermotif Tenun Sikka
Bila kita memasuki gereja selepas pintu depan, pengunjung akan disambut dua buah patung di kiri kanan setinggi 1,5 meteran.Bagian kanan terpampang patung St.Ignatius Loyola pendiri ordo Serikat Yesus ( SJ ) dan pelindung gereja Sikka ini. Sementara sejajar di kirinya berdiri patung Santo Yosef. Persis di samping kiri dinding pintu masuk bagian dalam terdapat batu prasasti mengenang pastor pertama gereja ini asal Belanda. Disitu tertulis, R.P.C.J.F.Le Cocq D’Armandville,SJ, Natus 29 Mart 1846,Obiit 27 Maji 1896.
Ragam Hias Flores
“Semua bangku di dalam gereja memakai kayu jati. Waktu selesai rehab pastoran banyak tersisa potongan kayu jati dan kayu utuh yang belum terpakai.Saya usulkan kepada pastor Felik agar kayu tersebut diabuatkan bangku saja, ” ucap Goris.
Kiri kanan bangunan bagian dalam gereja ditopang masing- masing 16 tiang kayu yang memanjang dari pintu depan hingga altar. Kayu -kayu tersebut dibentuk melengkung dan disambung membentuk atap kerucut.Kayu-kayu tersebut diikat dengan kayu - kayu berbentuk silang.Tiap - tiap sisi bangunan setelah tembok terpasang 36 jendela kayu yang dibiarkan terbuka.Sementara jendela atasnya di setiap sisinya terdapat 48 jendela kaca berwarna kuning kusam.
Sekeliling dinding gereja terlukis motif lokal tenun ikat Sikka yang dilukis sejak awal gereja dibangun.Bagian altar dilukis motif Gabar motif tenunan khusus pakaian raja berbentuk belah ketupat.Sementara dinding lainnya dilukis dengan motif Wenda berbentuk buah kapas, motif tenun ikat yang biasa dipakai masyarakat dalam keseharian tapi tidak dikenakan saat pesta.
“ Lukisan motif ini ada sejak awal gereja dibangun.Warnanya pernah diperjelas lagi karena sudah kusam. Meski sedikit berbeda tapi motifnya tetap sama “ ucap Goris.
Dua buah mimbar dari kayu jati berbentuk segi empat terlihat kokoh di kiri kanan altar.Empat buah kaca di belakang altar salah satu kaca di bagian kiri, setengah kacanya sudah pecah sehingga ditutup memakai triplek. Kuburan di sekililing gereja juga jadi satu kekhasan gereja ini sejak awal dibangun seperti terdapat di gereja - gereja tua di Eropa.
Bagian depan gereja bagian utara terdapat kapel Senhor sementara bagian selatan terdapat sumur tua yang selesai dikerjakan tanggal 1 Desember 1969 oleh pater Musinski, Superior General ( Supgen ) ordo SVD ( Serikat Sabda Allah ).
Sementara itu, berhadapan dengan gereja tua, terdapat gedung pastoran.Bangunan berdinding kayu jati dengan panjang sekitar20 meter dan lebar sekira 6 meter ini kaca jendelanyapun masih asli seperti dulu.Hingga saat ini, dalam setiap perayaan ekaristi dihari Natal dan Paskah masih mempergunakan bahasa Latin. Biasanya pemakaian bahasa saat misa dibagi dalam tiga bahasa yakni bahasa Sikka, Indonesia dan Latin.Pemakaian bahasa dalam misa ini dilakukan secara bergantian tiap minggunya.
*0 Chritian Heru Cahyo Saputro, pejalan, suka motret, tukang tulis, suka berbagi kisah kinibermukim di Semarang

Penulis Indonesiana
0 Pengikut
Akademi Lampung Gelar Rakor Pemajuan Kebudayaan dengan Taman Budaya Bali
Sabtu, 14 Desember 2024 16:04 WIB
Surabaya Cello Community Berangan Membumikan Nada-nada Cello
Selasa, 29 Oktober 2024 18:26 WIBBaca Juga
Artikel Terpopuler