x

Aspal. Ilustrasi Pembangunan Jalan

Iklan

Indŕato Sumantoro

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 12 Juli 2020

Jumat, 3 Maret 2023 11:44 WIB

Mewujudkan Hilirisasi Aspal Buton, Kalau Bisa Lebih Mudah, Cepat, dan Murah, Mengapa Harus Dipersulit?

Bapak Presiden Joko Widodo sebaiknya menugaskan kepada PT Pertamina (Persero) untuk mewujudkan hilirisasi aspal Buton ini demi kepentingan bangsa dan negara Indonesia. Kalau untuk mewujudkan hilirisasi aspal Buton bisa lebih mudah, cepat, dan murah. Mengapa harus dipersulit, dan menunggu setelah tahun 2024? Siapa bisa menjawab?

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Aspal Buton untuk pertama kali ditemukan pada tahun 1924. Tahun depan, aspal Buton akan genap berusia 100 tahun, atau 1 abad. Program hilirisasi sejatinya sudah pemerintah canangkan sejak tahun 2010. Tetapi mirisnya, hilirisasi aspal Buton sampai saat ini masih belum juga terwujud, dan mampu mengsubstitusi aspal impor. Apa yang sedang terjadi? Apa saja yang sudah pemerintah upayakan untuk mewujudkan hilirisasi aspal Buton selama ini?

Pada tahun 2015, Bapak Presiden Joko Widodo sudah pernah menginstruksikan kepada semua jajaran kementerian-kementerian terkait untuk menggantikan aspal impor dengan aspal Buton. Dan pada tahun 2022, Bapak Presiden Joko Widodo sudah memutuskan, Indonesia akan stop impor aspal tahun 2024. Semua ini adalah upaya-upaya pemerintah untuk mewujudkan hilirisasi aspal Buton yang sudah maksimal. Tetapi anehnya, mengapa aspal Buton masih belum mampu juga mengsubstitusi aspal impor? Dimana letak inti permasalahan hilirisasi aspal Buton, sehingga mengapa pemerintah masih belum mampu juga mewujudkannya sampai detik ini?

Analisa dan pengkajian mengapa Indonesia sudah 77 merdeka. Dan sudah 7 kali berganti Presiden. Tetapi aspal Buton masih belum mampu juga mengsubstitusi aspal impor adalah sebagai berikut:

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Kebergantungan Indonesia terhadap aspal impor sudah sedemikian sangat besar sekali. Indonesia mengimpor aspal sejak tahun 1980an. Ini berarti Indonesia sudah mengimpor aspal selama 40 tahun lebih. Jumlah aspal yang diimpor pada saat ini sebesar 1,5 juta ton per tahun. Atau setara dengan US$ 900 juta per tahun. Ini adalah jumlah devisa negara yang harus dikeluarkan oleh Indonesia untuk membeli aspal impor.

Mengingat sangat besarnya devisa negara yang harus dikeluarkan oleh Indonesia untuk membeli aspal impor, maka seharusnya permasalahan ini sudah sejak lama menyadarkan pemerintah bahwa hilirisasi aspal Buton wajib menjadi prioritas pertama dan utama pemerintah. Tetapi faktanya berkata lain. Pada Peta Jalan Hilirisasi Investasi Strategis dari sektor sumber daya mineral & batubara yang telah dibuat oleh Kementerian Investasi / BKPM, prioritas komoditas aspal berada di urutan ke 8, setelah komoditas-komoditas batubara, nikel, timah, tembaga, bauksit, besi, perak emas. Hal ini dirasakan sangat tidak adil, karena seharusnya komoditas aspal berada di urutan pertama.

Sehubungan dengan keputusan Bapak Presiden Joko Widodo untuk stop impor aspal pada tahun 2024, seharusnya kebijakan pemerintah ini menjadi kesempatan yang sangat menguntungkan bagi para Investor asing untuk mau segera berinvestasi di bidang hilirisasi aspal Buton. Tetapi nyatanya tidak demikian. Sampai saat ini masih belum ada Investor asing yang berminat untuk berinvestasi di bidang hilirisasi aspal Buton. Mengapa ? Ini pertanyaan yang bagus. Adapun, mungkin alasan-alasannya adalah sebagai berikut:

Kelihatannya pemerintah tidak secara bersungguh-sungguh ingin segera mewujudkan hilirisasi aspal Buton. Karena merasa sudah berada di dalam “comfort zone” dengan kebijakan impor aspal selama 40 tahun lebih. Keputusan Bapak Presiden Joko Widodo untuk menghentikan impor aspal pada tahun 2024, seharusnya ditindak lanjuti dengan sebuah Surat Keputusan Presiden (Keppres) yang memiliki kekuatan hukum. Dengan dikeluarkannya “Keppres” ini, diharapkan para Investor akan merasa yakin, seyakin-yakinnya, bahwa pemerintah Iindonesia pada saat ini memang sejatinya benar-benar ingin dan berani mewujudkan hilirisasi aspal Buton.

Salah satu penyebab mengapa para Investor asing masih belum juga tertarik untuk berinvestasi di bidang hilirisasi aspal Buton adalah karena jumlah deposit aspal alam yang katanya berjumlah 662 juta ton tersebut berasal dari data-data lama. Para Investor masih mempertanyakan dan meragukan kebenaran dari data-data ini. Oleh karena itu, pemerintah harus segera melakukan survey geologi baru, dengan menggunakan teknologi baru dan peralatan-peralatan yang canggih untuk memverifikasi dan memvalidasi kebenaran data-data jumlah deposit aspal alam yang katanya sebesar 662 juta ton tersebut. Semakin lama ditunda-tunda untuk melakukan survey ini, maka para Investor akan menilai bahwa pemerintah tidak serius dengan kebijakan hilirisasi aspal Buton ini.

Apabila hilirisasi aspal Buton dibandingkan dengan hilirisasi mineral-mineral tambang lainnya, maka hilirisasi aspal Buton adalah yang paling mudah, paling cepat, dan paling murah. Seharusnya hilirisasi aspal Buton ini sudah diwujudkan sejak lama, dan menjadi proyek prioritas dan strategis nasional, dengan alasan-alasan sebagai berikut:

Paling mudah: Teknologi ekstraksi aspal Buton adalah teknologi yang sangat sederhana dan mudah. Bukan teknologi canggih. Teknologi ini menggunakan prinsip kerja ekstraksi pelarut. Oleh karena itu, yang paling istimewa adalah jenis pelarutnya. Pelarut ini dapat di buat di Indonesia dengan menggunakan bahan-bahan baku yang sudah tersedia di Indonesia.

Paling cepat: Teknologi ekstraksi yang mumpuni, efisien, ekonomis, dan ramah lingkungan sudah siap tersedia. Bahan baku batuan aspal Buton sudah siap tersedia dalam jumlah yang melimpah. Pasar sudah sangat terbuka lebar. Menteri PUPR sudah menjamin bahwa semua produk-produk aspal Buton ekstraksi akan diserap oleh Kementerian PUPR. Membangun pabrik ekstraksi aspal Buton skala kecil akan dapat selesai dibangun dalam waktu 1 tahun.

Paling murah: Pabrik ekstraksi aspal Buton skala kecil dengan kapasitas 8.000 ton per tahun membutuhkan dana sebesar tidak lebih dari US$ 5 juta. Produk aspal Buton ekstraksi diproyeksikan dapat dijual ex. pabrik dengan harga US$ 350 per ton. Sedangkan harga aspal impor sekarang adalah sekitar US$ 600 per ton. Penghematan yang dapat dilakukan adalah sebesar US$ 250 per ton, atau 70%.

Masalah utama untuk mewujudkan hilirisasi aspal Buton adalah masalah investasi. Ini merupakan tantangan berat bagi pak Bahlil. Tetapi pak Bahlil tidak bisa bekerja sendirian. Dan harus dibantu oleh menteri-menteri terkait. Seyogyanya para menteri ini harus mampu bekerjasama, bersinergi, dan bekerja sebagai sebuah tim yang solid.

Oleh karena para Investor sekarang sedang menunggu dikeluarkannya Surat Keputusan Presiden (Keppres) mengenai keputusan stop impor aspal pada tahun 2024. Dan data-data jumlah deposit aspal alam yang terbaru, yang sudah diverifikasi dan divalidasi oleh pemerintah. Diperkirakan untuk memenuhi kedua persyaratan-persyaratan seperti apa yang diminta oleh para Investor tersebut, baru akan tersedia setelah tahun 2024. Mengapa pemerintah harus menunggu setelah tahun 2024 untuk mewujudkan hilirisasi aspal Buton, kalau pemerintah bisa melakukannya sekarang?

Untuk mewujudkan hilirisasi aspal Buton masih di dalam era pemerintahan Bapak Presiden Joko Widodo, maka solusi jitu yang paling cepat, mudah, dan murah adalah merekomendasikan kepada Bapak Presiden Joko Widodo untuk menugaskan PT Pertamina (Persero), sebagai BUMN terbesar, untuk membangun pabrik ekstraksi aspal Buton. Pada tahun 2015, PT Pertamina dan PT Wijaya Karya sudah pernah menandatangi sebuah Memorandum of Understanding (MoU) untuk memproduksi Aspal Hibrida. Tetapi rencana ini tidak dilanjutkan. Aspal Hibrida adalah campuran antara aspal Buton ekstraksi dengan Decant Oil  dari Pertamina.

Bapak Presiden Joko Widodo sebaiknya menugaskan kepada PT Pertamina (Persero) untuk mewujudkan hilirisasi aspal Buton ini demi kepentingan bangsa dan negara Indonesia. Kalau untuk mewujudkan hilirisasi aspal Buton bisa lebih mudah, cepat, dan murah. Mengapa harus dipersulit, dan menunggu setelah tahun 2024? Siapa bisa menjawab?

 

Ikuti tulisan menarik Indŕato Sumantoro lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler