x

cover buku Muslim Kok Nyebelin 3

Iklan

Handoko Widagdo

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Minggu, 12 Maret 2023 06:00 WIB

Muslim Kok Nyebelin 3

Buku ini membahas perilaku beragama yang menyebalkan. Islam adalah agama yang rahmatan lil alamin, agama yang membawa damai bagi semua umat. Bukan agama yang gampang tersinggung dan mudah marah. Bukan agama yang bertindak berdasarkan rasa kebencian.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Judul: Muslim Kok Nyebelin - 3

Penulis: Satria Dharma

Tahun Terbit: 2023

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Penerbit: Maghza Pustaka

Tebal: viii + 192

ISBN:

 

Ini adalah seri ketiga dari “Muslim Kok Nyebelin” karya Satria Dharma. Seperti dua volume sebelumnya, volume ketiga ini juga secara kritis membahas perilaku beragama, khususnya Islam yang menurut Satria Dharma menyebalkan. Ia mengecam umat Islam yang tidak mau belajar. Khususnya belajar dari sejarah. Orang Islam harus belajar dan terus berpikir. Ia menentang orang-orang yang takluk secara membabi-buta kepada sang ulama atau sang guru. Ia mendorong umat Islam untuk bisa menyuguhkan Islam yang membawa damai bagi semua umat manusia.

Satria Dharma adalah seorang Islam yang taat. Setidaknya itulah yang saya tahu. Ia rajin mendirikan shalat, rajin berpuasa dan tentu saja rajin berderma. Namun, meski ia sangat taat dalam menjalankan syariat, ia tak segan untuk menentang hal-hal yang menurutnya tidak masuk akal.

Bagi Satria Dharma Islam adalah rahmatan lil alamin. Pembawa rahmat bagi semua makhluk. Jadi kalau mereka yang mengaku Islam tetapi malah menimbulkan ketakutan maka itu bukan Islam.

Buku ketiga ini dibagi menjadi 5 bagian. Kelima bagian itu adalah hal-hal yang membuat Satria Dharma sebagai seorang Islam resah atas perilaku umat.

Bagian pertama adalah tentang Islam yang seharusnya membawa damai. Ia risau karena banyak umat Islam yang mengedepankan tindakan berdasarkan kebencian yang tak disadarinya. Kebencian kepada umat lain, kebencian terhadap Barat, terhadap Cina, terhadap Yahudi dan bahkan kebencian terhadap sesama Islam yang bukan satu paham. Ia sedih karena ada orang-orang yang tega mengajarkan kebencian itu di sekolah-sekolah sejak di bangku Taman Kanak-Kanak. Bagaimana Islam bisa menjadi rahmatan lil alamin kalau umat Islam bertindak didasarkan kepada kebencian yang sudah tertanam dan kadang tidak disadari?

Bagian kedua menggambarkan tentang orang Islam yang malas berpikir. Ia mengkritik umat yang hanya mengikuti apa yang disampaikan oleh mereka yang mengaku sebagai ulama. Akibatnya orang Islam mudah dikecoh dengan atribut yang berbau agama. Bahkan dikecoh oleh mereka yang mengaku-aku sebagai ustazd padahal baru saja menjadi mualaf.

Bagian ketiga membahas tentang perlunya melakukan ijtihad. Orang Islam perlu mengedepankan pertimbangan dengan menggunakan pikiran. Menggunakan akal sehat. Isu-isu terkini seperti bunga bank, mengharap mujizat tanpa mau mengikuti perkembangan ilmu kedokteran adalah dua hal yang dibahasnya di bagian ini. Menganggap bahwa orang Islam kebal terhadap covid-19 karena sudah dilindungi Allah Swt (mujizat) adalah contoh sikap yang tidak mengedepankan ijtihad dalam beragama.

Di bagian 4 yang membahas tentang pentingnya belajar dari sejarah, Satria Dharma mendiskusikan tentang bentuk negara. Banyak pihak yang menganggap bahwa sistem Kilafahlah bentuk negara yang dikehendaki oleh Rasullulah. Ia tidak setuju dengan organisasi-organisasi seperti HTI yang mempromosikan kilafah sebagai bentuk negara. Di bagian ini Satria Dharma juga membahas kenapa orang Syiah dan Sunni tidak bisa akur. Ia juga membahas tentang istilah non Muslim daripada kafir sebagai sebutan bagi mereka yang bukan Islam.

Di bagian kelima yang dijudulinya dengan Spirit Islam, Satria Dharma mendorong supaya umat Islam mengedepankan Islam yang membawa damai. Islam yang tidak eksklusif. Islam yang tidak mudah tersinggung.

Seperti di dua volume sebelumnya, di volume ketiga ini Satria Dharma tetap mempertahankan cara menulis yang renyah, penuh canda dan mudah dicerna. Namun kecamannya kepada pihak-pihak yang menurutnya menyelewengkan ajaran Islam bisa sangat pedas. Itulah memang gaya menulis Satria Dharma.

Sebagai seorang non Muslim, saya bisa belajar banyak tentang Islam yang membawa damai dari buku ini. Satria Dharma memberikan pencerahan kepada saya bahwa Islam itu mendorong umatnya untuk bernalar, mengedepankan logika daripada secara membabi-buta taat kepada manusia. Melalui buku ini saya belajar bahwa Islam itu mengedepankan persaudaraan daripada kebencian. 738

 

Ikuti tulisan menarik Handoko Widagdo lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler