x

Sejarah Peradaban Islam

Iklan

Hudhurul Qolby Panphila

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 9 Juli 2022

Sabtu, 22 April 2023 08:10 WIB

Historiografi Persia Kuno dan Arab: Sejarah Hari Raya Idul Fitri

Setelah turunnya kewajiban puasa Ramadan, Rasulullah mengganti hari raya Nairuz dan Mihrajan dalam tradisi Majusi menjadi Idul Fitri dan Idul Adha.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Jauh sebelum kelahiran Islam, masyarakat Arab telah mempunyai dua hari raya, yaitu Nairuz dan Mihrajan. Kedua hari raya tersebut berasal dari agama Majusi yang merupakan agama tertua di dunia, asalnya dari Persia Kuno (kini Iran) kemudian berkembang hampir ke seluruh wilayah Timur Tengah sekitar tahun 5000 SM.

 

Agama Majusi yang dahulu kala dibawa oleh seorang Nabi dari Persia Kuno bernama Zarathustra, mengajarkan penyembahan kepada “Tuhan Yang Esa” dalam bahasa Persia Kuno disebut “Ahura Mazda” dan memiliki sifat kebaikan (amesha spenta).

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

 

Namun sepeninggal Nabi Zarathustra, seiring waktu agama Majusi mengalami pergeseran yaitu kaum Majusi merayakan dua hari raya agamanya (Nairuz dan Mihrajan) dengan pesta pora, menari-nari, sambil meminum minuman keras. Adapun mereka merayakan kedua hari raya tersebut dalam setahun.

 

Hari raya Nairuz dirayakan ketika awal memasuki bulan Aries yaitu di mana matahari berada di titik 30 derajat pertama bujur langit [antara 20 Maret sampai 20 April], sedangkan Mihrajan dirayakan ketika awal memasuki bulan Libra yaitu di mana matahari berada di antara 180 sampai 210 derajat garis bujur dari tata koordinat langit [antara 28 September sampai 27 Oktober]. — Berdasarkan kalender Persia Kuno atau yang kini lebih familiar dengan sebutan astrologi zodiak.

 

Pada perkembangan selanjutnya, ketika turunnya agama Islam di Jazirah Arab, kemudian Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam mengganti dua hari raya Nairuz dan Mihrajan dengan hari raya yang lebih baik yaitu Idul Fitri dan Idul Adha.

 

Sebagaimana sabda beliau kepada penduduk Madinah, “Allah telah mengganti keduanya dengan yang lebih baik bagi kalian, yaitu hari raya Idul Fithri dan Idul Adha.” (HR. Abu Dawud & An-Nasa’i)

 

Hadratussyekh K.H. Muhammad Hasyim Asy’ari, pendiri NU, dalam salah satu kitab karyanya berjudul Al-Risalah fil ‘Aqaid menjelaskan bahwa dua hari yang setiap tahunnya digunakan untuk pesta pora oleh kaum jahiliyah itu disebut dengan hari Nairuz dan Mihrajan. Dalam setiap tahunnya, dua hari ini digunakan untuk pesta pora, dan di isi dengan mabuk-mabukan dan menari. Dikatakan, bahwa Nairuz dan Mihrajan merupakan hari raya orang Persia kuno. Setelah turunnya kewajiban puasa Ramadhan, Rasulullah mengganti Nairuz dan Mihrajan dengan hari Idul Fitri dan Idul Adha. Tujuannya, agar umat Islam mempunyai tradisi yang lebih baik dan sejalan dengan apa yang disyariatkan oleh Allah Subhanahu Wa Taala. (Lihat, Al-Risalah fil ‘Aqaid, juz 3, halaman: 68).

 

Dalam buku berjudul Secrets of Divine Love: Sebuah Perjalanan Spiritual yang Mendalam tentang Islam karya seorang penulis asal California-Amerika bernama A. Helwa, ia menjelaskan “Tuhan tidak mengirim Nabi Muhammad ﷺ untuk memulai agama baru; namun Dia mengirimnya untuk menghidupkan kembali hubungan kita dengan Yang Ilahi.”

 

Pada intisarinya, hari raya Id bukan suatu hal yang baru digagas oleh agama Islam, melainkan pembaharuan dari sebuah kebudayaan yang sudah lama dipraktikkan oleh masyarakat Arab. Begitu Islam turun, tidak menghapus budaya mereka, melainkan diperbaharui, dialihfungsikan ke dalam nuansa Islami.

 

Penyesuaian budaya seperti ini yang juga dilakukan oleh Wali Songo ketika mensyiarkan Islam di Nusantara, tidak menghilangkan budaya lokal akan tetapi penyesuaian, pendekatan budaya atau akulturasi, dan menyempurnakan yang telah ada menjadi sesuatu yang lebih baik. Ini senada dengan sabda Rasulullah, “Innama bu’itstu li utammi makarim al-akhlaq” (Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak mulia). Demikian, apa yang dilakukan oleh Wali Songo sangat sejalan dengan yang dilakukan oleh Kanjeng Nabi Muhammad ﷺ.

 

Selamat Hari Raya Idul Fitri bagi saudaraku muslimin dan muslimat yang merayakan. Mohon maaf lahir dan batin.

 

Hudhurul Qolby Panphila

Sabtu, 22 April 2023/ 1 Syawal 1444 Hijriyah

Ikuti tulisan menarik Hudhurul Qolby Panphila lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler