x

cover buku Perempuan Perempuan Pejuang

Iklan

Handoko Widagdo

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Senin, 1 Mei 2023 06:49 WIB

Perempuan Perempuan Pejuang

Pengalaman spiritual Djie Siang Lan yang luar biasa.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Judul: Perempuan Perempuan Pejuang

Penulis: Djie Siang Lan alias Lanny Anggawati

Tahun Terbit: 2006

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Penerbit: Wisma Sambodhi

Tebal: vii + 171

ISBN:

 

Pengalaman spiritual seseorang selalu menarik dan tak terduga. Sebab pengalaman spiritual adalah pengalaman yang sangat pribadi. Apapun agama dan kepercayaan, bahkan bagi mereka yang tidak percaya tuhan, pengalaman spiritual bisa sangat mengubah cara hidup seseorang.

Buku keempat dari 6 buku karya Djie Siang Lan ini membahas tentang spiritualitas Cik Lan dalam menjalani jalan Budha. Buku pertama membahas tentang perjuangannya menghadapi stigmasi PKI di masa kecilnya. Buku kedua, ketiga, kelima dan keenam membahas tentang peran Cik Lan di dunia pendidikan. Hadirnya buku keempat ini melengkapi pengetahuan kita tentang siapa sesungguhnya Cik Lan alias Djie Siang Lan alias Lanny Anggawati. Kita bisa belajar tentang tokoh luar biasa ini secara lengkap. Sebab deritanya, kemarahannya, perjuangannya, pengabdiannya di dunia pendidikan dan spiritualitasnya semua tuntas terbahas dalam 6 seri buku yang telah ditulisnya.

Seperti di lima buku lainnya, Cik Lan mengisahkan pengalaman spiritualnya dengan jenaka. Anehkan, biasanya pengalaman spiritual selalu dituliskan dengan khidmad dan serius; Cik Lan malah menguraikan pengalamannya dengan jenaka. Meski disampaikan secara jenaka tetapi kedalaman pengalaman spiritualitas itu tak menjadi berkurang maknanya.

Pada usianya yang ke-40, Cik Lan mengalami kebingungan akan pertanyaan-pertanyaan tentang kehidupan yang tak mampu dijawabnya melalui agama yang ditulisnya di KTP-nya. Sebagai seorang yang mengalami badai hidup yang luar biasa, tentu saja Cik Lan banyak bertanya tentang hakikat kehidupan. Pertanyaan-pertanyaan tentang kehidupan tersebut tak mampu dijawab oleh agama yang diterakan di KTP-nya. Alih-alih jawaban, ia malah menemui berbagai konflik terhadap jawaban dan kenyataan yang ia alami.

Di tengah kegalauan akan hakikat kehidupan, Cik Lan mendapatkan kesempatan untuk mengikuti sebuah acara meditasi Vipassana di Bali. Sebuah kegiatan meditasi untuk menaklukkan pikiran yang selalu menjadi biang penderitaan. Di awal pengalamannya, Cik Lan melihat banyak hal yang menurutnya lucu sehingga ia tak bisa menahan tawa. Pengalaman melihat perempuan gundul, orang-orang yang berjalan sangat pelan dan tanpa bicara, orang-orang diam seperti siput membuatnya ingin tertawa.

Namun saat ia menjalaninya, ia merasakan beratnya latihan-latihan meditasi tersebut. Ia merasa hampir gila karenanya. Sebagai seorang yang suka bicara dan sangat aktif, kegiatan meditasi yang lamban dan tanpa bicara ini sungguh berat baginya. Ia tak tahan sampai hampir memutuskan untuk pulang. Namun saat ia bertemu dengan semut yang berupaya keras mengangkat daun secara vertikal yang beratnya berlipat ganda dari berat si semut itu sendiri, ia baru sadar bahwa ia harus kuat.

Setelah berhasil dengan pengalamannya selama 10 hari mengikuti meditasi Vipassana, Cik Lan mengalami pencerahan. Ia berpendapat bahwa pikiran yang menjadi biang penderitaan harus dikendalikan. Kesedihan, ketidakpuasan, keirian, kemarahan semuanya bersumber pada pikiran.

Sejak itu Cik Lan memutuskan untuk mengikuti jalan Theravada.  Ia mengikuti berbagai kegiatan di dalam dan luar negeri untuk belajar lebih sungguh-sungguh tentang Budha. Ia bertemu dengan perempuan-perempuan pejuang di jalan spiritual budhisme. Ada Kang Moy alias Bhikkhuni Santini. Ada Lim Siu Lan alias Bhikkhuni Silavati. Ada Susan alias Bhikkhuni Dhammakumari. Ketiga perempuan yang dikisahkan pengalaman spiritualnya dengan detail oleh Cik Lan. Tiga bhikkhuni inilah yang disebut oleh Cik Lan sebagai Perempuan-Perempuan Pejuang.

Pengalaman spiritual dalam mengikuti ajaran Budha (Cik Lan tidak memakai istilah Agama Budha karena menurtnya, agama dan ajaran adalah hal yang sangat berbeda) membuatnya aktif dalam penterjemahan ajaran Budha, membantu pembangunan dan operasional Wisma Kusalayani dan ikut membidani lahirnya Persaudaraan Bhikuni Theravada (Perbhiktin).

Pencerahan spiritual memang membawa semangat baru dalam menjalani hidup yang penuh makna. 747

Ikuti tulisan menarik Handoko Widagdo lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler