x

fOTO AP

Iklan

Apri Damai Sagita Krissandi

Universitas Sanata Dharma
Bergabung Sejak: 22 Februari 2023

Senin, 8 Mei 2023 18:42 WIB

Bagaiamana Perasaanmu Ketika Tahu Buku Paket di Sekolah Banyak Bohongnya?

Periode Orde Baru di Indonesia (1966-1998) adalah masa yang penuh dengan manipulasi dan pemilihan informasi dalam buku teks sejarah yang digunakan di sekolah utamanya sekolah menengah. Buku teks sejarah pada masa itu cenderung memuat pandangan ideologis yang sesuai dengan keinginan pemerintah, dan sering kali melupakan fakta-fakta sejarah yang sebenarnya.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Periode Orde Baru di Indonesia (1966-1998) adalah masa yang penuh dengan manipulasi dan pemilihan informasi dalam buku teks sejarah yang digunakan di sekolah utamanya sekolah menengah. Buku teks sejarah pada masa itu cenderung memuat pandangan ideologis yang sesuai dengan keinginan pemerintah, dan sering kali melupakan fakta-fakta sejarah yang sebenarnya.

Sekolah-sekolah di Indonesia pada masa Orde Baru didominasi oleh pemerintah, yang memonopoli kegiatan pendidikan. Pemerintah menggunakan buku teks sebagai sarana untuk mengajarkan ideologi politik mereka kepada siswa. Buku-buku teks tersebut sering kali menciptakan narasi yang menggambarkan pemerintah sebagai pahlawan dan lawan politik sebagai penjahat.

Buku teks sejarah pada masa Orde Baru juga memiliki agenda politik yang kuat. Buku-buku tersebut sering kali mencoba mempengaruhi pandangan siswa terhadap peristiwa sejarah tertentu dengan cara mengabaikan atau menekankan hal-hal tertentu. Sebagai contoh, buku teks sejarah pada masa itu sering kali menekankan keberhasilan Jenderal Soeharto dalam mengalahkan gerakan komunis, namun mengabaikan kebrutalan yang terjadi selama operasi militer di Timor Timur dan Aceh.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Pada masa Orde Baru, buku teks sejarah juga mencoba menekankan ideologi nasionalis. Buku-buku tersebut sering kali menekankan pentingnya kebangsaan Indonesia dan menampilkan Jenderal Soeharto sebagai pahlawan nasional. Buku-buku teks tersebut juga sering kali menekankan pentingnya mempertahankan persatuan dan kesatuan Indonesia, serta membangkitkan semangat nasionalisme pada siswa.

Namun demikian, manipulasi yang dilakukan pada buku teks sejarah pada masa Orde Baru tidak dapat dianggap sebagai sesuatu yang positif. Keterbatasan pengetahuan dan pandangan yang dihasilkan oleh buku-buku tersebut dapat menghasilkan kebencian dan ketidakpedulian terhadap kelompok minoritas atau musuh politik. Selain itu, fakta-fakta sejarah yang diabaikan atau dipilih dengan sengaja dapat menghasilkan sejarah palsu yang pada akhirnya dapat membahayakan keamanan dan perdamaian masyarakat.

Kesimpulannya, buku teks sejarah pada masa Orde Baru digunakan sebagai sarana untuk menyebarluaskan ideologi politik pemerintah dan menciptakan narasi sejarah yang sesuai dengan keinginan mereka. Meskipun ada upaya untuk menekankan semangat nasionalisme dan kebangsaan, manipulasi yang dilakukan pada buku teks sejarah tersebut dapat berdampak negatif pada pengembangan pengetahuan dan pemahaman sejarah siswa.

Oleh karena itu, penting bagi kita untuk terus meningkatkan pengajaran sejarah yang objektif dan kritis, dan mendorong siswa untuk memiliki pemahaman yang lebih mendalam tentang peristiwa sejarah yang terjadi di masa lalu, sehingga dapat membentuk pandangan yang lebih inklusif dan toleran terhadap perbedaan. Sejarah adalah warisan budaya dan sosial kita, dan kita harus berusaha untuk memahami dan menghargai keberagaman dan kompleksitas sejarah kita.

Pendidikan sejarah yang lebih baik juga harus mendorong siswa untuk mengembangkan keterampilan analisis yang lebih kuat dan kemampuan untuk melihat sudut pandang yang berbeda. Dengan cara ini, siswa akan dapat menghargai keberagaman sudut pandang yang berbeda dan menghargai nilai yang lebih penting dari konsensus politik. Siswa juga dilatih kritis terhadap fakta sejarah dalam satu sumber, misalnya dengan cara berikut ini.

  1. Mencari sumber informasi yang lebih luas dan memperhatikan sudut pandang yang berbeda untuk memperoleh pemahaman yang lebih objektif dan kritis tentang sejarah.
  2. Mengajukan pertanyaan dan meminta klarifikasi dari guru atau pengajar tentang isi buku teks, terutama jika ada ketidakjelasan atau kebingungan tentang informasi yang disajikan.
  3. Berpartisipasi dalam diskusi dan debat tentang peristiwa sejarah dan pandangan yang berbeda, sehingga dapat melihat sudut pandang yang berbeda dan mengembangkan kemampuan analisis yang lebih kuat.
  4. Membangun kesadaran dan kemampuan untuk mengenali propaganda politik dan membedakan antara fakta sejarah dan narasi politik atau ideologis.
  5. Mengembangkan sikap terbuka, inklusif, dan toleran terhadap perbedaan, sehingga dapat menghargai keberagaman sudut pandang dan memahami bahwa sejarah bukan hanya tentang satu narasi atau pandangan saja.

Terakhir, kita harus memastikan bahwa buku teks sejarah yang digunakan di sekolah tidak didominasi oleh agenda politik atau ideologi. Pemerintah harus memastikan bahwa buku-buku teks tersebut mencakup informasi yang lengkap dan akurat tentang peristiwa sejarah dan memungkinkan siswa untuk mengembangkan pengetahuan yang objektif dan kritis tentang sejarah. Dengan cara ini, kita akan memiliki pengajaran sejarah yang lebih baik, dan siswa akan menjadi warga yang lebih terdidik dan terinformasi tentang sejarah dan budaya kita.

Ikuti tulisan menarik Apri Damai Sagita Krissandi lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler