x

Daging sapi. Pixabay.com/Towieden

Iklan

Irwan

Irwan E. Siregar
Bergabung Sejak: 19 Januari 2022

Jumat, 12 Mei 2023 08:33 WIB

Budidaya Daging Ternak di Lab

Perusahaan di Penang, Malaysia sedang mengembangkan sebuah lab --bukan di padang rumput-- untuk menghasilkan daging ternak. Target 2024 sudah berproduksi.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

SEBENTAR lagi suara kambing mengembik dan sapi melenguh saat dipotong akan kian jarang terdengar. Tapi ini tidak menjadi kabar buruk bagi penggemar sate, kebab, sosis, dan lainnya.

Perusahaan Malaysia, Cell AgriTech, kini sedang mengembangkan ujicoba untuk mulai memproduksi daging yang dibudidayakan di laboratorium. Bukan di padang rumput dan kawasan peternakan. Di laboratorium tersebut dirancang sebuah peralatan yang akan menumbuhkan sel-sel hewan dalam bioreaktor untuk menjadi produk daging. Sama seperti daging asli yang selama ini dinikmati konsumen.

Seperti dikutip dari Channel News Asia (CNA) Singapura, perusahaan Cell AgriTech menargetkan pembangunan fasilitas produksi daging budidaya pertama di Penang ini akan rampung pada akhir 2024. "Kami menggunakan lahan, air, dan limbah yang lebih sedikit," kata pendiri Cell AgriTech, Jason Ng, kepada CNA.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Hal ini bisa terjadi karena sel-sel daging hanya akan diambil dari satu ekor hewan. Dengan kata lain, di lab itu nanti tidak perlu ada banyak hewan ternak. "Tahun lalu, kami berhasil menemukan pengganti untuk bahan yang membuat daging budidaya sangat mahal," kata Jason Ng. Menurut dia, ini adalah langkah penting menuju produksi skala besar yang membuka jalan didirikannya fasilitas tersebut.

Mekipun banyak yang mengatakan produksi daging di lab lebih ramah lingkungan daripada metode ternak tradisional, namun Ng mengakui perlu daya listrik besar untuk menumbuhkan daging di bioreaktor dalam jumlah banyak. "Sinar matahari bagus di Malaysia, jadi kami akan menggunakan energi surya untuk menggerakkan bioreaktor. Kami tidak bisa mengatakan bahwa kami menggunakan nol listrik jika dibanding ternak konvensional, tapi kami mencoba meminimalkannya," katanya.

Kendati begitu, ahli protein alternatif di Universiti Sains Malaysia, Dr Tan Thuan Chew, mengatakan daging budidaya "tidak sepenuhnya tanpa dampak lingkungan". "Produksi daging budidaya menghasilkan material limbah seperti media penumbuh, bioreaktor dan perangkat lainnya," katanya kepada CNA. Karena itu, menurut Dr Tan, Pembuangan material ini memiliki dampak terhadap lingkungan jika tidak dikelola dengan baik.

Seperti diketahui, media penumbuh adalah larutan yang membuat sel dapat tumbuh dan berkembang biak. Termasuk di dalamnya adalah fetal bovine serum, sisa-sisa cairan setelah darah yang diambil dari janin sapi menggumpal. 

Walau demikian, Tan mencatat bahwa daging budidaya berpotensi "secara signifikan mengurangi" emisi gas rumah kaca dibanding produksi daging tradisional, dan dapat mengatasi berbagai masalah seperti kesejahteraan hewan dan ketahanan pangan. "Namun, teknologi ini masih baru dan diperlukan riset dan pengembangan untuk membuatnya layak secara komersial dan berkelanjutan," katanya.

Tan mengatakan, Malaysia perlu menanamkan investasi pada infrastruktur baru yang mendukung produksi dan distribusi daging budidaya, termasuk fasilitas khusus untuk menumbuhkan sel-sel daging. "Sebagai tambahan, daging budidaya saat ini diproduksi dalam skala kecil, dan meningkatkan skala produksinya untuk memenuhi permintaan konsumen akan jadi tantangan," katanya.

"Teknologi yang digunakan untuk menciptakan daging budidaya perlu disempurnakan untuk meningkatkan efisiensi dan mengurangi biaya." Selain infrastruktur, Dr Tan mengatakan konsumen mungkin khawatir dengan keamanan, dan rasa atau tekstur dari daging budidaya.

Pemerintah, kata Tan, harus membantu meningkatkan kesadaran masyarakat akan potensi keuntungan daging budidaya ini. Masih ada masalah juga terkait apakah daging yang ditumbuhkan di lab ini dapat tersertifikasi halal, kata Tan. "Apakah daging budidaya ini halal atau tidak masih menjadi perdebatan di antara cendekiawan dan pakar Islam," kata Dr Tan. 

Ng sendiri mengatakan bahwa Cell AgriTech telah mengundang otoritas sertifikasi halal di Malaysia untuk memimpin diskusi sebagai bagian dari komite kerja dengan para akademisi. "Kami telah memberitahu JAKIM (Jabatan Kemajuan Islam Malaysia) bahwa kami bisa mulai dengan daging boga bahari budidaya yang halal," katanya.

"Mereka (JAKIM) perlu memiliki standar, mulai dari bagaimana caranya kami mengambil sel dari hewan. Jika mereka punya standar tersebut, kami yakin sertifikasi halal dapat dilakukan." (*)

Ikuti tulisan menarik Irwan lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler