x

Iklan

Marciano Oscar Maida

Mahasiswa Ilmu Pangan, Sekolah Pascasarjana, IPB University
Bergabung Sejak: 6 Desember 2022

Senin, 5 Juni 2023 08:01 WIB

Pengaruh Kualitas Madu di Indonesia dengan Pengolahan Thermal

Produksi madu dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti jumlah koloni lebah, jumlah nektar yang dikonsumsi, serta jarak sumber nektar tersebut. Indonesia berada pada wilayah tropis yang dikenal sebagai salah satu negara penghasil madu, namun cenderung memiliki kadar air yang cukup tinggi karena kelembapan udaranya. Tingginya kadar air akan menurunkan kualitas madu, sehingga diperlukan penurunan kadar air guna meminimalisir kerusakan pada kandungan madu.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Jurnal acuan : Jaya et al. (2022) (doi: 10.1051/e3sconf/202233500026)

Madu sebagai produk alami yang dihasilkan melalui nektar oleh lebah memiliki bentuk berupa cairan kental dengan rasa manis yang khas. Rasa manis ini tersusun atas komponen utama dari madu yang berupa larutan gula jenuh alami atas campuran karbohidrat kompleks. Sehingga tidak heran madu dimanfaatkan sebagai pengganti bahan pemanis atau subtitusi berbagai makanan. Madu juga tersusun atas vitamin, mineral, asam amino bebas, senyawa organic, enzim, hingga senyawa volatil lainnya yang menjadikannya sebagai obat alami untuk kesehatan. Selain kandungannya, kualitas madu juga menjadi suatu perhatian dalam penerimaannya.

Produksi madu dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti jumlah koloni lebah, jumlah nektar yang dikonsumsi, serta jarak sumber nektar tersebut. Indonesia berada pada wilayah tropis yang dikenal sebagai salah satu negara penghasil madu, namun cenderung memiliki kadar air yang cukup tinggi karena kelembapan udaranya yang pada rentang 60-90% (Lastriyanto dan Cahyani 2021). Dimana diketahui kondisi panen madu di Indonseia memiliki kadar air rata-rata sebesar 25-29%. Hal ini menunjukan tingginya kadar air madu 8% di atas standar pasar internasional (Amanto et al. 2012). Tingginya nilai tersebut menyebabkan madu berkualitas lebih rendah karena daya simpannya yang akan berkurang. Kadar air madu juga telah diatur dan dianjurkan oleh SNI (2018), yaitu maksimal sebesar 22%.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Penurunan kualitas dan nilai gizi pada madu oleh kadar air, ditandai dengan munculnya gas dan rasa yang bertambah masam akibat terjadinya proses fermentasi (Wulandari 2017). Kadar air yang tinggi pada madu memicu fermentasi oleh khamir dari genus Zygosaccharomyces yang merusak, mengurangi umur simpan, dan menyebabkan kemasan pecah. Tinggi rendahnya kadar air dalam madu umumnya dipengaruhi oleh iklim, pengelolaan saat panen, dan jenis nectar yang dikumpulkan lebah (Savitri et al. 2017). Semakin lama madu dalam sarang lebah juga akan menguapkan kadar air pada madu semakin sempurna (Minarti et al. 2016).

Pengurangan kadar air guna meminimalisir kerusakan kandungan madu akibat tingginya kadar air dilakukan dengan Evaporasi, proses perubahan sebagian kandungan air dalam bahan menjadi uap dengan memanfaatkan suhu mendekati titik didih air (Ozturk et al. 2011). Salah satu alat yang umum digunakan adalah sistem vakum evaporator yang biasa digunakan untuk produk bersifat cair seperti madu. Prinsip kerjanya yang mana media cair dipanasakan dengan heater yang berada di sekeliling ruang vakum dan diteruskan melalui dinding vakum evaporator dan memanfaatkan tekanan dibawah atmosfer (Alibas dan Koksal 2015). Evaporator vakum tidak menggunakan suhu terlalu tinggi, sehingga kandungan mikronutrien pada madu tetap terjaga. Sesuai dengan yang diperbolehkan untuk menjaga keruskan madu mengacu pada SNI 01-3545-2004, dimana temperatur madu tidak boleh melebihi 40℃. Berkurangnya kadar air madu mampu meningkatkan viskositas madu untuk tidak terfermentasi.

Studi yang dilakukan Gill et al. (2015) telah menunjukkan bahwa sistem penurunan kelembaban seperti mengembangkan dehidrator madu skala kecil untuk mengurangi kadar air madu sebesar 17%. Singh et al. (2011) juga telah mengatur dehidrator madu pengering yang memanaskan dan menghilangkan kelembapan udara untuk mengurangi kadar air madu menggunakan alas pengering gel silika. Ketika studi tentang pengurangan kelembaban madu berbasis microwave, menurut Kowalski et al. (2012) telah menyelidiki vakum gelombang mikro sebagai pendekatan kemampuan untuk memperoleh madu berkualitas tinggi. Beberapa penelitian menggunakan metode pengeringan dan membandingkannya dengan pengurangan kelembaban madu lainnya. Namun, ada efek penelitian terbatas termal seperti pasteurisasi, dehumidifikasi, dan evaporasi terhadap kualitas madu.

Evaporator

Sampel madu segar diperoleh dari berbagai asal tumbuhan diperoleh dari perwakilan dari tiga daerah di Indonesia: empat sampel madu dari Jawa Barat (barat), dua dari Ambon (timur), dan dua dari Nusa Tenggara Timur (tengah).  Pada penelitian tersebut dilakukan analisis fisikokimia untuk kadar air, acidity, konsentrasi HMF (Hydroxymethylfurfural), dan enzim diastase pada taraf yang diestimasikan SNI 8664:2018. Juga dilakukan analisis biokimia terkait gula pereduksi dan non-pereduksi, secara bersamaan dengan kadar total fenolik dan flavonoid berdasar Pontis et al. (2014). Semua data diukur secara statistik menggunakan Microsoft excel berdasarkan rataan dan devisiasi.

Perlakuan termal menurunkan kadar air sebesar 5,88% menggunakan pasteurisasi dan 8,41% menggunakan evaporasi. Yang paling terpengaruh adalah penurunan dehumidifier sekitar 14,09%. Selama perlakuan panas, analisis fisikokimia dan biokimia dari berbagai jenis madu telah diubah. Di antara karakteristik fisikokimia, dehumidifier meningkatkan kandungan HMF dan penurunan enzim diastase lebih menonjol. Sejalan dengan sifat biokimia madu, total fenolik menurun secara signifikan selama perlakuan pasteurisasi. Meskipun persentase penurunan kadar air lebih rendah dari penurun, disarankan untuk melakukan perlakuan panas dengan penguapan. Itu bisa mempertahankan HMF dan aktivitas diastase dalam standar untuk kualitas madu.

Madu yang memiliki kandungan nutrisi bermanfaat bagi kesehatan tubuh perlu dilakukan penelitian untuk melihat perubahan kandungan nutrisi yang terjadi akibat proses thermal tersebut. Penelitian ini juga tidak menjelaskan secara mendasar analisis serta perhitungan yang dilakukan dan perlu adanya variabel ataupun parameter lain seperti analisa mikrobiologi hingga sensori organoleptik untuk mendukung kajian. Sehingga dapat diketahui kualitas madu yang dihasilkan oleh perlakuan.

 

Ikuti tulisan menarik Marciano Oscar Maida lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler