x

Ilustrasi Perempuan. Gambar oleh Himanshu Gunarathna dari Pixabay.com

Iklan

Nabila Febrianti

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 12 Mei 2023

Rabu, 7 Juni 2023 08:24 WIB

Komodifikasi Tubuh Perempuan Pada Kerja-kerja Masa Kini

Pokok masalahnya adalah ketersediaan lapangan pekerjaan secara daring tersebut telah mengkontruksikan komodifikasi tubuh perempuan melalui puluhan aplikasi live streaming yang bermuatan pornografi dan konten-konten dewasa. Aplikasi-aplikasi tersebut memberikan tawaran pemasukan atau bayaran yang menjanjikan bergantung pada jenis konten serta tingkat ke-vulgaran yang ditampilkan.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Dewasa ini tidak dapat dipungkiri bahwa kesempatan dalam mencari pekerjaan bagi laki-laki dan perempuan tidak berada pada taraf yang sama. Menurut hasil laporan International Labor Organization (ILO) perempuan di seluruh dunia mengalami tingkat kesulitan lebih tinggi dalam mencari pekerjaan dibanding laki-laki. Hal itu terjaid terutama di negara-negara berpenghasilan menengah yang sedang berkembang. Jika dibandingkan dnegan negara maju, kondisinya makin parah.

Kesenjangan ini dilandasi berbagai acam faktor. Beberapa sebabnya adalah: tidak meratanya lapangan pekerjaan, ketidaksetaraan struktural yang masih langgeng, stigma mengenai kemampuan bekerja seorang perempuan, serta terbatasnya ruang gerak perempuan akibat pandangan-pandangan patriarkis mengenai tubuh perempuan.

Di Indonesia presentase pengangguran pada 2022 berdasarkan klasifikasi jenis kelamin menunjukkan pengangguran terbuka perempuan meningkat 6,5 persen setelah pandemi. Sebelum wabah, angkanya adalah 5,2 persen. Hal tersebut tentunya mendesak dicari jalan keluarnya. Aini artinya, pemberdayaan perempuan dalam bidang ekonomi belum mengalami progress yang signifikan.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Di sisi lain kondisi tersebut menjadi akar permasalahan-permasalahan baru yang terbentur dengan masifnya kemajuan teknologi. Jika realita lapangan menunjukkan adanya kesenjangan serta kesulitan dalam mencari lapangan pekerjaan, berbeda halnya dengan ketersediaan lapangan pekerjaan yang bersifat daring baik melalui website, media sosial maupun aplikasi-aplikasi beragam. Dapat dikatakan kemajuan teknologi mempermudah jangkauan pencarian kerja yang tidak terbatas pada jenis, waktu, pengalaman, serta mobilitas yang cenderung efektif dan efisien.

Pokok permasalahannya adalah ketersediaan lapangan pekerjaan secara daring tersebut, mengkontruksikan komodifikasi tubuh perempuan melalui puluhan aplikasi live streaming bermuatan pornografi dan konten-konten dewasa. Aplikasi-aplikasi yang menyediakan layanan live streaming tersebut memberikan tawaran pemasukan atau bayaran yang menjanjikan bergantung pada jenis konten serta tingkat ke-vulgaran yang ditampilkan.

Sistem yang dijalankan adalah aktivitas siaran langsung yang mengharuskan streamer bernteraksi secara daring dengan penonton, menyuguhkan konten dewasa, melakukan request yang diminta, dan menerima saweran dari permintaan penonton. Total terdapat 21 aplikasi live streaming yang bebas di-download dan digunakan, bermuatan konten-konten yang berbau pornografi.

Fenomena tersebut tidak bisa dipisahkan sebab akibatnya dari berbagai hal seperti, kesenjangan sosial ekonomi, psikologi masyarakat, serta kelalaian negara dalam menangani berbagai macam problematika sosial. Juga tidak dapat terlepas dari realita sulitnya mencari pekerjaan di kehidupan nyata. Padahal taraf hidup masyarakat dalam memenuhi kebutuhan pokok terus meningkat seiring berjalannya waktu.

Pertama, kesenjangan sosial ekonomi yang pada hari ini menjadi semakin tebal sebab dari menciutnya lapangan pekerjaan pada kehidupan nyata, menuntut kaum perempuan untuk bejuang lebih keras dalam memenuhi kebutuhan hidup. Bukan hanya lowongan pekerjaan yang mayoritas lebih mengutamakan tenaga kerja laki-laki, tenaga kerja perempuan hingga hari ini masih mengalami begitu banyak diskriminasi dengan termarginalisasikannya posisi perempuan dari ruang-ruang kerja profesional yang sifatnya lebih potensial.

Kondisi tersebut diperparah dengan ditetapkannya undang-undang cipta kerja yang semakin memberatkan posisi perempuan. Undang-undang Cipta Kerja yang telah ditetapkan menghasilkan produk-produk aturan kontrak kerja yang merugikan bagi pekerja perempuan. Seperti hilangnya hak pekerja perempuan untuk mendapatkan cuti haid yang tidak di atur dalam undang-undang Ciptaker. Hak memperoleh cuti melahirkan yang kini berubah menjadi aturan perusahaan dan bukan ditetapkan serta dilindungi berdasarkan ketentuan perundang-undangan. Dalam hal ini Undang-Undang Cipta Kerja juga melegalkan PHK yang dilakukan perusahaan tanpa alasan yang jelas, sementara hal tersebut mengakibatkan kerentanan dua kali lebih besar bagi pekerja perempuan dibanding pekerja laki-laki.

Satu hal yang lebih membahayakan lagi adalah tidak adanya aturan dan perlindungan dalam UU Cipta Kerja yang mengatur mengenai pekerja perempuan informal seperti careworker, buruh kasar, dan asisten rumah tangga sebagai mata pencaharian yang mayoritas dilakukan oleh perempuan. Meskipun telah dilakuan pembahasan Rancangan Undang-Undang PPRT mengenai kesejahteraan perempuan termasuk peraturan dan perlindungan terkait pekerjaan, hal tersebut menjadi bukti bahwa negara belum menempatkan perhatian lebih kepada kaum perempuan, dikarenakan lahirnya UU Cipta Kerja tetap tidak menegaskan peraturan dan perlindungan bagi kaum perempuan.

Seabrek problematika dari kesenjangan sosial ekonomi tersebut, menjadi dasar masalah menjamurnya komersialisasi tubuh perempuan bahkan melalui media online, sebagai jalan terakhir pemenuhan tuntutan kehidupan yang sejatinya adalah suatu ironi.

Kedua, psikologi masyarakat pada hari ini terutama masayarakat Generasi-Z hingga milenial jauh lebih rentan mengalami stres dibanding dengan kondisi psikologi masyarakat generasi sebelumnya. Hal tersebut disebabkan oleh tuntutan hidup yang semakin hari semakin tinggi, persaingan kerja yang semakin ketat, terutama system kapitalisme yang menjerat kehidupan masyarakat, serta membuat manusia menjadi semakin indvidualis.

Mengapa kapitalisme memiliki dampak yang begitu hebat dalam kesehatan mental masyarakat hari ini? Dikarenakan, sistem ekonomi kapitalis mampu mereduksi keinginan yang bukan keperluan menjadi suatu kebutuhan yang dikomersilkan. Disamping itu sistem ekonomi kapitalis mampu memanfaatkan berbagai macam objek sebagai sarana peruntungan, tak terkecuali tubuh perempuan.

Kadar stres yang dialami generasi baru sebagai dampak persaingan bebas dan individualisme yang lahir dari sistem kapitalis hari ini, menumbuhkan keinginan pada suatu usaha untuk mencapai kebahagiaan fana yang bersifat sementara. Mereka juga butuh pengalihan terhadap tekanan sosial yang semakin menghimpit.

Jika ditarik benang merah antara kapitalisme dengan komodifkasi tubuh perempuan pada kerja-kerja masa kini, ada dua kesimpulan yang terhubung. Dua hal itu adalah himpitan ekonomi masa kini mendesak masyarakat khususnya kaum perempuan melakukan suatu pekerjaan yang amoral menjadi hal yang dianggap lazim dilakukan. Lalu, tingginya tingkat stress generasi masa kini menggiring pada perilaku abnormal dengan menjadikan konten-konten berbau pornografi sebagai konsumsi yang menjadi kebutuhan harian. Merea berdalih hal itu untuk meredakan stress dan pencarian hiburan semata.

Sekalipun konklusi tersebut bersifat asumtif, namun keduanya saling berhubungan erat dan semakin menebalkan objektifikasi terhadap tubuh perempuan secara lebih luas dan berbahaya. Akibatnya, usaha-usaha dalam menghapuskan pelecehan dan kekerasan terhadap perempuan memiliki tantangan yang jauh lebih besar, ketika pekerjaan-pekerjaan perempuan pada hari ini menitikberatkan pada komersialisasi tubuh dan nilai tawar yang terukur dari besaran jumlah rupiah yang didapatkan.

Ketiga, kelalaian negara dalam menangani berbagai macam problematika sosial. Negara telah gagal dalam menjamin kesejahteraan hidup masyarakat, dibuktikan dengan lahirnya Undang-undang Cipta Kerja yang semakin menekan posisi kelas pekerja. Selain itu tidak ada regulasi yang ditetapkan kepada perusahaan-perusahaan besar terkait mekanisme perekrutan yang mengatur kesempatan dalam ambang batas yang setara antara laki-laki dan perempuan. Yang lain adalah abainya negara terhadap permasalahan-permasalahan yang dialami pekerja perempuan. Semua itu adalah bagian kecil dari problematika yang tidak selesai ditangani oleh pemerintah.

Indonesia sebagai negara berkembang dengan taraf hidup yang masih tergolong dibawah rata-rata, justru mengalihfokuskan problematika terkait lapangan pekerjaan, dengan kerja-kerja investasi yang mengancam keberlanjutan hidup masyarakat terutama kaum perempuan. Mengapa hal tersebut bisa terjadi? Pemerintah membuka peluang besar kepada investor-investor asing dengan imbalan penguasaan sumber daya alam di Indonesia, sehingga berbagai daerah di Indonesia baik di kota-kota besar maupun kecil berpotensi mengalami invasi raksasa-raksasa kapitalis yang akan mendirikan bangunan-bangunan indutri sebagai sarana dan prasarana pemanfaatan sumber daya yang ada.

Disisi lain, wacana tersebut mengancam masyarakat untuk menjadi kelas pekerja yang diperbudak oleh sistem kerja perusahaan asing. Bukan tidak mungkin Indonesia akan mengikuti sejarah kelam India sebagai negara dunia ketiga yang menjadikan masyarakatnya sebagai kelas pekerja pada strata paling bawah tanpa jaminan kesejahteraan, serta semakin tebalnya jurang kelas sosial. Hal tersebut tentu saja menjadi suatu kerugian besar bagi kaum perempuan, ketika lapangan pekerjaan semakin menciut, taraf kehidupan semakin berjalan naik, abainya negara terhadap kesejahteraan masyarakat serta system ekonomi kapitalis yang semakin kuat mencengkram.

Pada akhirnya kerja-kerja yang paling mungkin dilakukan perempuan sebagai masyarakat dunia ketiga dengan jurang kelas sosial yang begitu besar adalah kerja-kerja yang mengharuskan perempuan menjual apa yang ada pada tubuhnya. Mungkin mereka terjun sebagai pekerja seks komersial yang dilakukan secara langsung, maupun melalui aplikasi-aplikasi dengan tujuan serupa.

Disamping itu, pemerintah tidak secara serius melakukan pengawasan terhadap penggunaan teknologi informasi yang secara bebas dapat diakses oleh siapapun dan dimana pun. Lagi-lagi fenomena tersebut menjadi sebuah ironi. Apa yang hari ini sedang diperjuangkan terkait kesetaraan dalam berbagai aspek kehidupan mengalami rintangan yang lebih kompleks. Pejruangan itu yang dilakukan adalah agar ada kesetaraan dalam dalam mendapatkan peluang kerja, usaha menghapus stigma dari pandangan-pandangan patriarkis, diskrminasi terhadap kemampuan dan kapasitas kaum perempuan, hingga pencegahan kekerasan terhadap perempuan dan usaha menciptakan ruang aman.

 Komodifikasi tubuh perempuan pada kerja-kerja masa kini adalah suatu fenomena yang nyata dan semakin terlihat pertumbuhannya. Lantas bagaimana hal tersebut dapat ditangani?

Ikuti tulisan menarik Nabila Febrianti lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler