x

Iklan

Nabila Febrianti

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 12 Mei 2023

Senin, 21 Agustus 2023 11:38 WIB

Refleksi 78 Tahun Kemerdekaan Indonesia di Tengah Merebaknya Konflik Agraria

Sementara hari ini ‘kemerdekaan’ telah menjadi suatu hal yang terlalu eksklusif dirasakan oleh masyarakat, tertuma mereka yang berada di tengah pusara konflik agraria.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Menandai perayaan kemerdekaan Indonesia ke-78, tema yang dirilis secara resmi oleh Kementerian Sekertarian Negara tahun ini adalah Terus Melaju Untuk Indonesia Maju. Tema tersebut memvisualisasikan pencapaian Bangsa Indonesia yang telah berhasil menempatkan Indonesia pada posisi yang menguntungkan dalam melanjutkan gerak pembangunan Negara. Melalui tema tersebut, diharapkan menjadi dorongan bagi bangsa Indonesia untuk terus bergerak maju.

Sejalan dengan tema yang diusung, Presiden Joko Widodo melalui pidato kebangsaan yang disampaikan pada Sidang Tahunan MPR RI dan Sidang Bersama DPR RI dan DPD RI memaparkan berbagai macam capaian, peluang serta strategi yang akan dilakukan untuk meneruskan pembangunan dalam berbagai macam sektor.

Jokowi menyebutkan beberapa poin dalam pidatonya yaitu 1) Bonus demografi yang membawa Indonesia mencapai peluang Indonesia Emas pada 2045 dengan besaran penduduk usia produktif sebanyak 68%. 2) International trust yang dimiliki Indonesia sebagai respon terhadap Momentum Presidensi Indonesia di G20, dan konsistensi Indonesia dalam menjunjung HAM Kemanusiaan dan Kesetaraan. 3) Kesuksesan Indonesia menghadapi tiga tahun krisis dunia dan berhasil menempatkan Indonesia dalam peta pencaturan dunia. 4) Indonesia dengan Pancasila, harmoni kebangsaan, dan prinsip demokrasi yang dimiliki, mampu menjadi titik temu dan menjembatai berbagai macam perbedaan yang ada. 5) Keberhasilan menekan angka stunting menjadi 21,6% di 2022, menaikkan indeks Pembangunan Manusia menjadi 72,9 di 2022, menaikkan indeks Pemberdayaan Gender menjadi 76,5 di 2022. 6) Menyiapkan anggaran perlindungan sosial mencapai Rp. 3.212 T sejak tahun 2015-2023.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Termasuk didalamnya penggelontoran dana untuk KIS, KIP, KIP Kuliah, PHK, Kartu Sembako, Perlindungan kepada lansia, penyandang disabilitas, dan kelompok rentan lainnya. Juga termasuk re-skilling dan up-skilling melalui BLK dan Kartu Pra-Kerja. Selain pencapaian yang terkesan begitu mewah dan sukses tersebut, ragam peluang dan strategi juga disampaikan oleh Presiden Joko Widodo dalam pidatonya.

Namun jika kita lihat secara factual, pencapaian-pencapain Bangsa Indonesia yang seolah telah berhasil mengentaskan berbagai macam problematika yang ada, nyatanya mudah terbantahkan dengan berbagai macam poin yang menjadi antithesis pidato yang diapaparkan. Pertama, predikat international trust yang diberikan dunia kepada Indonesia melalui komitmen yang ditunjukan dalam menjunjung HAM Kemanusiaan dan Kesetaraan nyatanya tidak berlaku sedemikian rupa.

Fakta lapangan mencatat setidaknya terdapat 212 kasus konflik agrarian sepanjang 2022, dibarengi dengan 497 kasus kriminalisasi dialami oleh pejuang hak atas tanah di berbagai wilayah. Mulai Papua hingga Wadas, Parigi Moutong hingga Dago Elos, Pakel hingga Kendeng, sejatinya tidak ada perlindungan terhadap hak asasi manusia yang diklaim menjadi komitmen pemerintah. Dari seluruh pulau di Indonesia, terdapat lima provinsi dengan kasus konflik agrarian tertinggi yaitu Jawa – Barat 25 kasus, Sumatera Utara 22 kasus, Jawa Timur 13 Kasus, Kalimantan – Barat 13 kasus, dan Sulawesi Selatan 12 kasus. Luas perhitungan wilayah terdampak konflik agrarian pada 2022 mencapai 1.03 juta hektar di 33 provinsi dan 346.000 keluarga.

Bertahun—tahun lamanya masyarakat masih melawan ketidakadilan atas perebutan hak untuk hidup, hak untuk memperoleh keadilan, hak memperoleh rasa aman, hak atas kesejahteraan, hak untuk turut serta dalam pemerintahan, hak anak dan perempuan. Konflik agrarian yang mencuat selalu dibuntuti dengan represifitas aparat, yang seharusnya bertugas menjaga, melindungi dan mengayomi masyarakat. Lagi-lagi hak asasi manusia dilanggar dengan semena-mena. Kedua, Indonesia dengan Pancasila, harmoni kebangsaan, dan prinsip demokrasi yang dimiliki, mampu menjadi titik temu dan menjembatai berbagai macam perbedaan yang ada.

Statemen yang dipaparkan oleh Presiden Joko Widodo dalam pidatonya tersebut, seakan-akan telah membebaskan masyarakat Indonesia dari berbagai macam masalah yang ada. Menilik kasus kriminalisasi aktivis dan pejuang hak atas tanah yang mencapai 497 kasus pada 2022, menjadi bukti tidak adanya demokrasi dan kebebasan dalam menyampaikan pendapat, aspirasi dan tuntutan atas hak masyarakat yang dilanggar. Dalam akumulasi kasus tersebut, ditemukan sebanyak 38 kasus penganiayaan terhadap pejuang hak atas tanah, 3 kasus penembakan dan 3 kasus dengan korban tewas.

Perbedaan, dalam konteks yang disebutkan oleh Jokowi seharusnya tidak dimaknai sebatas perbedaan adat, suku bangsa dan budaya yang secara nyata dipahami oleh masyarakat secara luas. Namun, perbedaan pendapat dan pandangan yang diperjuangkan masyarakat dalam melindungi ruang hidupnya, yang hingga kini tidak kunjung menemui titik terang. Perlawanan yang dilakukan masyarakat adalah bentuk pertahanan dari kesewang-wenangan yang dilakukan Negara. Sebagai Negara demokrasi yang kekuasaan tertingginya berada di tangan rakyat, justru mengalami anomali ekstrem dimana rakyat ditindas oleh kaki para penguasa.

Selain itu, lima sila yang tercatut dalam Pancasila sebagai Dasar Negara telah secara gambling dilanggar, dengan mengkhianati “Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab”, “Persatuan Indonesia”, “Kerakyatan Yang Dipimpi Oleh Khidmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan Perwakilan”, “Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia”.

Merefleksikan ulang arti kemerdekaan Bangsa Indonesia dalam frasa ‘Terus Melaju Untuk Indonesia Maju’, Indonesia tengah melaju melalui darah dan keringat masyarakat yang diperah habis-habisan dengan dalih peningkatan laju ekonomi dan upaya mewujudkan kesejahteraan. Sumber Daya Alam di babat habis demi keuntungan segelintir golongan, meski masyarakat harus kehilangan ruang hidup dan dilanggar hak asasi-nya sebagai warga Negara.

Arti kemerdekaan Indonesia hanyalah menjadi kiasaan atas bentuk perjuangan pahlawan mengusir penjajahan dari tanah air tercinta. Sementara hari ini ‘kemerdekaan’ telah menjadi suatu hal yang terlalu eksklusif dirasakan oleh masyarakat, tertuma mereka yang berada di tengah pusara konflik agraria. Perjuangan atas kemerdekaan bukan melawan penjajah dari nnegeri orang, namun kaki-kaki penguasa yang menindas warga negaranya sendiri. Sungguh suatu realita yang ironis, dalam merefleksikan ulang kemerdekaan Indonesia. Panjang umur perlawanan!

Ikuti tulisan menarik Nabila Febrianti lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu