x

cover buku Tentang Laura

Iklan

Handoko Widagdo

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Minggu, 11 Juni 2023 14:05 WIB

Laura Asmin - Pemimpin Muda Dari Perbatasan Negara

Laura Asmin Hafid adalah Bupati Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara. Laura menjadi Bupati saat usianya baru 36 tahun. Ia adalah contoh bahwa perempuan muda bisa menjadi pemimpin yang berhasil

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Judul: Tentang Laura – Kisah Perjalanan, Gagasan Pemikiran, Cinta dan Kepemimpinan

Penulis: Asmin Laura Hafid

Tahun Terbit: 2020

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Penerbit: Pusat Profil Biografi Indonesia

Tebal: xii + 180

ISBN: 978-623-90093-5-9

 

Jika kita ditanya seperti apa sosok pemimpin yang hebat, kita secara spontan akan menggambarkannya sebagai lelaki, mature dan berumur. Stereotipe yang demikian memang sudah terbangun di benak kita. Namun apakah perempuan dan muda tidak bisa berhasil menjadi pemimpin?

Memang banyak contoh pemimpin perempuan yang telah berhasil seperti Margaret Thatcher, Megawati, Benazir Bhutto dan lainnya. Tapi rata-rata mereka sudah berusia paruh baya saat menjadi pemimpin. Apakah perempuan yang berusia muda bisa menjadi pemimpin efektif?  Asmin Laura Hafid menunjukkan bahwa seorang perempuan dan muda bisa menjadi seorang pemimpin yang berhasil.

Laura adalah contoh sosok perempuan muda yang menjadi pemimpin. Ia adalah Bupati Nunukan. Asmin Laura Hafid menjadi Bupati Nunukan saat berusia 36 tahun. Bupati di sebuah kabupaten di perbatasan Indonesia – Malaysia yang masuk dalam Provinsi Kalimantan Utara. Meski Laura adalah perempuan dan berusia muda, tetapi Laura telah membuktikan bahwa ia adalah sosok pemimpin yang berhasil. Buktinya dia berhasil memimpin Kabupaten Nunukan selama 2 periode.

Otobiografi Asmin Laura Hafid ini adalah buku yang mengungkap siapa sosok muda dari Nunukan ini. Melalui kisah masa kecilnya, saat kuliah di Makassar, pernikahannya dan pengalaman organisasi kita menjadi tahu kualitas Laura sebagai pemimpin. Buku ini juga menggambarkan bahwa Laura adalah seorang problem solver, memahami kondisi dan potensi wilayah yang dipimpinnya serta mempunyai kiat-kiat kepemimpinan yang membuatnya berhasil.

Laura mengisahkan masa kecilnya yang penuh kehangatan bersama orangtuanya. Laura dibesarkan dalam komunitas yang terbuka. Sejak TK, SD, SMP dan SMA Laura bergaul dengan berbagai etnis. Orangtua Laura juga tidak melarangnya untuk menikmati masa kanak-kanak dan masa remaja. Sebatas pergaulan itu adalah pergaulan yang wajar. Pengalaman masa kecilnya yang penuh cinta dan bergaul tanpa hadangan sara membuatnya peka terhadap isu-isu sosial saat menjadi pejabat publik.

Perempuan yang lahir tanggal 10 Agustus 1985 ini mendapatkan ilmu ekonomi dari Universitas Hasanuddin. Anak pasangan H. Abdul Hafid Achmad dan Hj. Rahma Leppa ini kemudian mendapatkan magister manajemen dari Universitas Bina Nusantara di Jakarta. Bekal ilmu ekonomi dan manajemen ini sungguh berguna saat Laura menjabat sebagai Bupati. Terbukti dia bisa melihat potensi ekonomi kabupaten yang dipimpinnya, mampu mengelola birokrasi yang isinya adalah orang-orang yang lebih senior darinya.

Asmin Laura dibesarkan dalam keluarga politisi. Ayahnya adalah Bupati Kabupaten Nunukan selama 2 periode. Suaminya adalah anggota DPRD. Itulah sebabnya Laura akhirnya memilih karir sebagai politisi, meski cita-cita awalnya ingin menjadi pengusaha.

Karir politiknya diawali sebagai Bendahara Dewan Pimpinan Cabang Partai Bulan Bintang Kabupaten Nunukan. Posisinya sebagai bendahara ini membawanya menjadi anggota DPRD Provinsi Kalimantan Timur. Selanjutnya ia menjabat sebagai Wakil Ketua Dewan Pimpinan Daerah Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura). Melalui partai Hanura dan partai pendukung lainnya inilah Asmin Laura mendapatkan mandat sebagai Bupati Nunukan.

Bagaimana kiprah Laura saat memimpin Nunukan?

Laura adalah seorang problem solver. Saat ia terpilih dan tahu bahwa anggaran APBD devisit, ia tidak mengeluh. Ia segera mencari solusi. Ia bersama Wakil Bupati segera mengambil tindakan dengan mengevaluasi program-program yang banyak menyerap anggaran, menunda dana bantuan operasional sekolah, anggaran dana desa dan menunda pembayaran utang Pemda melalui negosiasi ulang. Upaya-upaya yang dilakukan memang belum serta merta bisa menyehatkan cash flow, tetapi setidaknya mambu menjaga berjalannya pemerintahan. Dalam kondisi anggaran yang defisit, Laurua tidak mengabaikan pelayanan dasar yaitu pendidikan dan kesehatan. Ia tetap menyediakan anggaran sesuai amanat undang-undang (hal. 74).

Istri dari Andi Muhammad Akbar ini paham betul potensi-potensi Kabupaten Nunukan yang bisa dikembangkan untuk meningkatkan ekonomi daerah (hal. 79-85). Ia memrogramkan pembangunan potensi-potensi tersebut menjadi sebuah sumber pendapatan daerah sekaligus sebagai sumber ekonomi masyarakat. Meski ia getol mengembangkan ekonomi, tetapi ia tetap memperhatikan kelestarian lingkungan (hal. 84).

Sangat menarik menyimak kiat-kiat Laura dalam memimpin Nunukan. Laura secara khusus menuliskan kiat-kiat kepemimpinannya di halaman 114 – 123. Ada beberapa kiat yang ditulisnya. Ia melakukan penyederhanaan birokrasi perijinan, menerapkan manajemen modern yang berfokus kepada pencapaian tujuan akhir, membangun kompetensi staf, menerapkan reward dan punishment, memperbaiki komunikasi dan menyeimbangkan memimpin dengan logika dan hati.

Manajemen modern yang berorientasi pada pencapaian hasil akhir adalah sebuah model manajemen yang baru di birokrasi Indonesia. Selama ini pegawai di pemda pada umumnya mengukur keberhasilan dari keterserapan anggaran dan selesainya sebuah kegiatan. Sangat jarang birokrasi yang mengadopsi model manajemen yang berfokus kepada pencapaian hasil akhir. Adalah sebuah kemajuan yang luar biasa bagi Nunukan karena Laura telah mengadopsi pendekatan manajemen modern ini dalam menjalankan roda birokrasinya.

Buku ini ditulis di periode pertama Laura menjabat Bupati Kabupaten Nunukan. Akan sangat menarik untuk melihat bagaimana kisahnya di periode kedua Laura menjabat. Saya berharap Laura berkenan untuk mengisahkan pengalamannya memimpin Nunukan dua periode. Sebab cerita-cerita bagaimana menangani masalah-masalah di perbatasan negara belum banyak diceritakan di buku ini. Belum juga kita dapatkan pengalaman menerapkan manajemen berorientasi pada ketercapaian tujuan akhir pada birokrasi yang masih berbudaya yang penting kegiatan selesai dan anggaran terserap. Semoga ada buku kedua. 758

 

Ikuti tulisan menarik Handoko Widagdo lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

16 jam lalu

Terpopuler