x

Foto: Dokumentasi Program SAUS untuk PHBS

Iklan

Mukhotib MD

Pekerja sosial, jurnalis, fasilitator pendidikan kritis
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Rabu, 21 Juni 2023 20:00 WIB

SAUS untuk PHBS, Raih Apresiasi SATU Indonesia Award

Warga desa Ban Karangasem menghadapi krisis air. Tak hanya harus membeli air seharga 100.000/jerigen, mereka juga terpaksa hanya mandi sekali dalam tiga hari.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

The Island of God, begitulah Bali yang mendapatkan julukannya. Dari sisi kinerja fiskal, menurut laporan Bank Indonesia, realisasi belanja pemerintah (total APBD dan APBN) Provinsi Bali mencapai Rp44,19 triliun. Meski menjadi pulau yang mengalami perkembangan ekonomi dan pariwisata, yang maju, ada sisi yang sungguh memilukan.

Menurut Reza Riyady Pragita, S.Kep, perawat di RSUD Klungkung, kisah pilu, ada kesenjangan sosial dan kesehatan di Desa Ban Karangasem. Letaknya,  sekitar 70 km dari Pusat Kota Denpasar, 38 km dari pusat Kota Semarapura Kabupaten Klungkung, dan 49 km dari pusat Kota Amlapura Kabupaten Karangasem.

“Secara geografis, Desa Ban Karangasem terletak di antara 3 gunung, Gunung Agung, Gunung Abang dan Gunung Batur. Dan merupakan desa paling terkena dampak saat terjadi bencana Gunung Agung meletus,” kata Reza, lulusan Fakultas Keperawatan (FKep) Universitas Jember.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Dalam temuannya saat investigasi tahun 2018, kata Reza, warga Ban Karangasem, hanya mandi 3 hari sekali. Warga desa dengan golongan ekonomi rendah ini, tidak jarang harus membeli air bersih seharga Rp.100.000,-/jerigen. Sering dijumpai sepanjang jalan desa ibu-ibu dan lansia mendorong gerobak membawa air dari sumber gunung ke rumah dengan. Jarak kurang lebih 5 km.

“Masyarakat juga sering menunggu bantuan PMI atau donasi air bersih, banyak dari mereka yang tidak memiliki jamban bersih sendiri sehingga mereka masih memiliki kebiasaan BAB di kebun walaupun desa ini memiliki jamban bersama,” kata Reza.

Dari Profil Kesehatan Provinsi Bali 2019, Ban Karangasem memiliki angka kesakitan diare pada Balita Karangasem mencapai angka 55,6 %, dan Desa Ban Karangasem merupakan satu di antara daerah lain yang memiliki masalah kesehatan diare.

Temuan itu mendorong Reza dan tim yang tergabung dalam Yayasan Ria Asteria Mahawidia melakukan aksi-aksi kemanusiaan yang menjawab tantangan di desa Ban Karangasem. Kegiatannya dimulai dengan menyampaikan hasil investigasinya melalui musyawarah masyarakat desa.

“Ini proses perkenalan dengan pihak desa, membangun kepercayaan masyarakat, investigasi lebih lanjut dengan wawancara, membuat media),” kata Reza.

Ia juga melakukan AMDAL, merancang RAB, open donation charity project melalui akun social media, fundraising kitabisa.com, kerja sama beberapa pihak, pendekatan dan promosi media, meningkatkan usaha ekonomi mikro masyarakat desa Ban Karangasem. “Melakukan investigasi ke sumber air yang dituju untuk dijadikan sumber dari Bak Penampungan Air, pembangunan bak penampungan air, kampanye PHBS, water crisis, dan cara perawatan Bak Penampungan secara berkeberlanjutan di Desa Ban Karangasem.

Peresmian keseluruhan program pada Januari 2020, dengan pembagian donasi Sembako. Selain itu, juga edukasi PHBS di beberapa lembaga untuk meningkatkan motivasi masyarakat luar membantu pembangunan program ini, dan untuk keberlanjutan program.

“Tujuan program ini agar masyarakat Bali yang kekurangan air dapat dengan mudah mendapatkan air yang bersih dan sehat. Sehingga bisa meningkatkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat,” ungkap Reza mengenai hasil yang ingin dicapai dalam program SAUS (Sumber Air Untuk Sesama) untuk PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan Sehat).

Melalu program SAUS untuk PHBS, masyarakat kini memiliki akses air bersih yang lebih mudah, dan tidak perlu lagi naik turun gunung. Selain itu, program juga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dalam bidang kesehatan dan ekonomi. Masyarakat dapat memahami perilaku hidup bersih dan sehat, dan mudah menerapkannya karena air bersih lebih mudah didapatkan.

“Ini dapat membantu Puskesmas dalam program PHBS, pemberantasan penyakit, seperti diare, penyakit kulit, dan masalah kesehatan gigi.” Kata Reza.

Selain kesehatannya membaik, masyarakat pun memiliki usaha milik desa yang dikelola sendiri oleh desa. Warga bisa mendapatkan bantuan akses air bersih dengan lebih mudah dan murah untuk bekerja, dan membangun usaha, sehingga perekonomian meningkat.

Ini semua bukan tanpa tantangan. Menurut Reza, tantangan utamanya akses ke desa Ban Karangasem karena letaknya yang berada di antara 3 gunung itu. Apalagi saat program ini berjalan, langsung diterpa wabah Covid-19.

“Waktu itu sulit melakukan pertemuan-pertemuan dengan warga secara langsung,” ungkapnya.

Inovasi dan kelelahan dalam menjalankan program akhirnya terbayar sudah. Reza dan timnya mendapatkan apresiasi dari SATU Indonesia Award tahun 2022.

Memiliki inovasi yang sama dalam menyehatkan kehidupan masyarakat? Ayo, segera ajukan ke SATU Indonesia Award, sangat mungkin tahun 2023 menjadi tahun kemenangan Anda.***

Ikuti tulisan menarik Mukhotib MD lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler