x

Ilustrasi industri sawit. Sumber foto: aspek.id

Iklan

Zenwen Pador

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 7 Juni 2023

Senin, 17 Juli 2023 19:03 WIB

Satgas Sawit, Langkah Mundur Pemutihan Sawit Ilegal?

Benarkah dengan Satgas Sawit pemerintah akan memutihkan perkebunan sawit di lahan ilegal? Benarkah UU Cipta Kerja memungkinkankah langkah pemutihan tersebut?

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

“Kami berharap bahwa penyelesaian dapat dilakukan dengan mekanisme Pasal 110A dan 110B UU Cipta Kerja. Satgas juga diharapkan dapat membantu mempercepat penentuan pasal tersebut bagi setiap kasus yang ada,” begitu kata Ketua Tim Pengarah Satuan Tugas (Satgas) Peningkatan Tata Kelola Industri Kelapa Sawit dan Optimalisasi Penerimaan Negara, Luhut Binsar Panjaitan. Ia saat itu sedang menjelaskan sikap Satgas terkait keberadaan kebun sawit dalam kawasan hutan (Beritasatu.com, 23/6/2023).

Wakil Menteri Keuangan Suahazil Nazara yang juga Ketua Tim Satgas Sawit juga menyebut UU Cipta Kerja memungkinkan penyelesaian serupa pemutihan lahan. Tujuannya adalah setelah ini semua pihak akan taat kepada hukum.

“Dengan adanya pasal 110A dan 110 B, sebenarnya UU Cipta Kerja menyediakan jalan supaya ini menjadi legal. Supaya menjadi taat hukum. Karena itu, kita akan merumuskan sebagian perkebunan sawit ada yang di atas kawasan hutan, nanti kita klasifikasi apakah penyelesaiannya mengunakan pasal 110A atau menggunakan pasal 110B,” kata Nazara. (voaindonesia.com, 24/6/2023).

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Benarkah  UU Cipta Kerja memungkinkankah langkah pemutihan tersebut?

Satgas Tata Kelola Sawit 

Sebagaimana data yang disampaikan Luhut, Indonesia memiliki lahan tutupan kelapa sawit total seluas 16,8 juta hektar. Dari jumlah itu, 10,4 juta hektar dikelola korporasi dan perusahaan plat merah, sisanya ada di tangan petani sawit rakyat. Dari total luasan itu, 3,3 juta hektare ternyata berada dalam kawasan hutan.

Luhut juga memaparkan upaya pemerintah memperbaiki sektor perkebunan kelapa sawit. Diawali dengan audit oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

Sampai saat ini, setidaknya BPKP telah memiliki beberapa temuan mulai dari masalah perijinan lahan, kebun plasma, kapasitas produksi hingga produk turunan kelapa sawit atau CPO. Presiden pun membentuk Satgas khusus, dan Luhut ditunjuk sebagai ketua pengarah.

"Satgas akan memperbaiki tata kelola sektor hutan, yang nantinya pengelolaan industri kelapa sawit di Indonesia dapat lebih optimal dan berkelanjutan,” ujarnya. (voaindonesia.com, 24/6/2023).

Menurut Keppres No. 9 tahun 2023, Satuan Tugas Peningkatan Tata Kelola Industri Kelapa Sawit dan Optimalisasi Penerimaan Negara berada di bawah bertanggung jawab kepada Presiden. Pembentukan Satgas bertujuan melakukan penanganan dan peningkatan tata kelola industri kelapa sawit serta penyelesaian dan pemulihan penerimaan negara dari pajak dan bukan pajak pada industri kelapa sawit (pasal 3).

Mencermati uraian tugas lebih lanjut yang diatur dalam pasal 6  sama sekali tidak ada kalimat yang secara eksplisit menyebutkan Satgas akan melakukan pemutihan kebun sawit yang berada dalam kawasan hutan. Malah secara tegas Pasal 7 menyebutkan tugas Satgas  tidak meliputi penanganan perkara di bidang hukum pidana terkait perkebunan kelapa sawit yang sedang ditangani aparat penegak hukum, sedang terdapat upaya hukum, atau telah mendapat putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. 

Dengan demikian jelas pelaksanaan tugas Satgas untuk peningkatan tata kelola industri kelapa sawit sama sekali tidak untuk mencampuri kewenangan aparat penegak hukum terkait keberadaan perkebunan sawit dalam kawasan hutan. Jadi, kalau ada perusahaan atau pemilik perkebunan yang terindikasi melakukan pelanggaran hukum, pidana misalnya, apalagi  sedang atau sudah diproses secara hukum, Satgas tidak bisa melakukan intervensi.

Namun Satgas dapat melakukan koordinasi dengan aparat penegak hukum soal upaya penyelesaian dan pemulihan penerimaan negara sebagaimana disebutkan salah satunya dalam uraian tugas yang diatur dalam pasal 7 Keppres.

UU Cipta Kerja Legalkan Pemutihan Sawit?

Dalam UU Cipta Kerja memang ada pasal yang disisipkan antara pasal 110 dan 111 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan (P3H), yaitu pasal 110 A dan pasal 110 B. Pasal 110A menyatakan bahwa setiap orang yang melakukan kegiatan usaha yang telah terbangun dan memiliki perizinan di dalam kawasan hutan sebelum berlakunya UU ini yang belum memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kehutanan, wajib menyelesaikan persyaratan paling lambat 3 (tiga) tahun sejak UU ini berlaku (ayat 1). Selanjutnya ayat 2 pasal itu mengatur sanksi jika pengusaha tak bisa menyelesaikan pengurusan syarat berupa penghentian sementara kegiatan usaha, denda, hingga pencabutan izin.

Selanjutnya, pasal 110 B UU  Cipta Kerja menegaskan setiap orang yang melakukan pelanggaran pasal 17 ayat (1) huruf b, huruf c, dan/atau huruf e, dan/atau Pasal 17 ayat (2) huruf b, huruf c, dan/atau huruf e, atau kegiatan lain di kawasan hutan tanpa memiliki Perizinan Berusaha yang dilakukan sebelum berlakunya UU ini dikenai sanksi administratif, berupa penghentian sementara kegiatan usaha, pembayaran denda administatif  dan/atau paksaan pemerintah.

Salah satu perbuatan yang dilarang itu adalah Pasal 17 ayat (2)  butir b yaitu melakukan kegiatan perkebunan tanpa izin Menteri di dalam kawasan hutan.

Secara normatif pasal 110 A pasal 110 B ini seolah memang bertentangan dengan Pasal 92 UU P3H ayat (1) dan (2). Pasal ini mengatur orang perseorangan atau korporasi  yang dengan sengaja melakukan kegiatan perkebunan tanpa izin Menteri di dalam kawasan hutan dipidana dengan pidana penjara dan denda. Bagi orang perseorang ancaman pidana 3 - 10 tahun sedangkan bagi korporasi ancaman pidananya 8 - 20  tahun.

Sedangkan ancaman denda bagi orang perseorang  paling sedikit Rp1.500.000.000 dan paling banyak Rp5.000.000.000 dan bagi korporasi pidana denda paling sedikit Rp20.000.000.000,- , paling banyak Rp50.000.000.000,-

Namun dapat dipastikan bahwa UU Cipta Kerja sama sekali tidak mencabut keberlakuan pasal 92 terutama ayat (1) dan (2) UU P3H. Artinya pasal ini tetap berlaku. Dengan demikian pasal ini tetap dapat ditegakkan.

Maka bila dihubungkan dengan tugas dan kewenangan Satgas Sawit sebagaimana diuraikan di atas, menurut saya pasal 110A dan pasal 110B tidak dimaksudkan untuk menegasikan penegakan hukum pidana dalam kasus kebun sawit dalam kawasan hutan. Penegakan hukum pidana tetap dapat dilakukan. Apalagi terhadap kasus-kasus yang sudah berjalan secara tegas Keppres melarang intervensi Satgas.

Namun kita menyadari bahwa penegakan hukum pidana dalam realitanya banyak menghadapi kendala. Masalah klasik selain keterbatasan sumber daya maupun aspek hukum pembuktian pidana menyebabkan prosesnya tidak semudah yang dibayangkan. Dengan demikian diharapkan dengan adanya pasal 110 A dan 110 B UU Cipta Kerja kerugian negara dapat lebih dipercepat pengembaliannya dengan mengedepan aspek administratif dengan ancaman denda untuk mengoptimalkan penerimaan negara sebagaima diatur dalam pasal 110 A UU Cipta Kerja.

Selain itu pasal 110A dan pasal 110 B UU Cipta Kerja diikuti kemudian dengan pembentukan Satgas Sawit yang menargetkan perbaikan tata kelola sawit sejalan dengan asas penegakan hukum pidana sebagai ultimum remedium. Dalam masalah hukum yang berkaitan dengan administrasi negara, langkah hukum pidana adalah sarana hukum terakhir yang baru akan  ditempuh manakala upaya administratif tidak berjalan efektif.

_______________________

Penulis adalah Advokat, Praktisi Hukum Sumber Daya Alam

Ikuti tulisan menarik Zenwen Pador lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler