x

Kontingen Indonesia yang berpartisipasi dalam Jambore Pramuka Dunia di Saemangeum tiba dengan selamat pada Selasa, 8 Agustus 2023, di penampungan yang berada di Asrama Universitas Wonkwang, Provinsi Jeollabuk, Korea Selatan. Dokumentasi Istimewa

Iklan

Untung Widyanto

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Kamis, 10 Agustus 2023 07:30 WIB

Di Balik Buruknya Pengelolaan Jambore Pramuka Dunia di Korea Selatan

Empat hari sebelumnya, ribuan pramuka dari Amerika Serikat dan  Inggris meninggalkan lokasi perkemahan di Saemangeum. Mereka pindah karena tidak tahan dengan udara panas dan lemahnya panitia penyelenggara dalam menyediakan sanitasi, kesehatan dan kebutuhan dasar peserta Jambore Dunia. Menurut jadwal jambore berlangsung pada 1-12 Agustus 2023.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Oleh Untung Widyanto

*****.

Pemerintah Korea Selatan memindahkan 39 ribu peserta Jambore Pramuka Dunia yang berasal dari 155 negara ke luar lokasi perkemahan Saemangeum. Ketua Kontingen Gerakan Pramuka Yuniar Ludfi menjelaskan bahwa 1500 pramuka dari Indonesia menempati asrama Universitas Wonkwang di Iksan, Provinsi Jeolla Utara pada 8 Agustus 2023. Sementara kontingen dari berbagai negara lain ditempatkan di lokasi berbeda. Langkah itu dilakukan untuk menghindari amukan topan Khanun yang akan datang melalui Busan pada 9-10 Agustus 2023.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Empat hari sebelumnya, sekitar 2000 pramuka dari Amerika Serikat dan  4500 pramuka Inggris meninggalkan Saemangeum. Kontingen dari Negeri Abang Sam pindah ke Garnisun Angkatan Darat AS Humphreys dekat lokasi jambore. Sedangkan kontingen Inggris  menempati sejumlah hotel di Seoul. Mereka pindah karena tidak tahan dengan udara panas dan lemahnya panitia penyelenggara dalam menyediakan sanitasi, kesehatan dan kebutuhan dasar peserta Jambore Dunia, yang menurut jadwal berlangsung pada 1-12 Agustus 2023.

"Kontingen AS untuk Jambore Pramuka Dunia telah membuat keputusan sulit bahwa kami akan meninggalkan lokasi Jambore Pramuka Dunia ke-25 lebih awal karena cuaca ekstrem yang sedang berlangsung dan kondisi yang dihasilkan di lokasi jambore," demikian surat elektronik pimpinan kontingen  yang dikirimkan kepada para orang tua peserta seperti dimuat Reuters. Memang, suhu udara bisa mencapai 38 derajat Celcius  di Saemangeum.

Kristin Sayers dari negara bagian Virginia, Amerika Serikat, mengatakan bahwa impian putranya yang berusia 17 tahun, Corey, untuk ikut serta dalam jambore dunia dengan biaya 6.500 dolar AS, berubah menjadi ‘mimpi buruk’.  "Dia menyadari betapa besarnya biaya yang dibutuhkan dan pengorbanan yang kami lakukan sebagai keluarga untuk memberangkatkannya. Kami bisa melakukan banyak hal dengan uang itu," katanya.

Kepala Eksekutif Pramuka Inggris, Matt Hyde menyoroti joroknya toilet dan tumpukan sampah di MCK.  Dia  khawatir soal pasokan makanan yang sedikit bagi peserta yang berusia 14-18 tahun dan orang dewasa yang menjadi relawan atau International Service (IST).  "Kami tidak berpikir itu aman untuk anak-anak muda dan relawan dewasa," ujarnya.

Suhu yang tinggi menyebabkan ratusan peserta dirawat di rumah sakit. Mereka prihatin dengan leletnya langkah yang diambil panitia untuk mengatasi panas dan  ketersediaan layanan medis. Para orang tua dan masyarakat mengkritik panitia penyelenggara karena tidak mengantisipasi cuaca panas dan tantangan untuk menampung begitu banyak orang. "Sangat penting untuk mengambil pelajaran dari kejadian ini," kata Matt Hyde. "Banyak hal yang dijanjikan, namun tidak ditepati.”

Sebenarnya, keluhan sudah muncul pada 27 Juli 2023,  saat relawan IST dari berbagai negara tiba di lokasi. Seorang IST dari Amerika Latin kecewa karena kondisi perkemahan tidak seperti yang digembar-gemborkan panitia penyelenggara bahwa Jambore Dunia kali ini adalah yang paling hebat dan inovatif. “Kenyataannya adalah bahwa hal itu menjadi salah urus dan membahayakan keselamatan  kaum muda dan sukarelawan IST di lokasi,” katanya kepada  The KoreaTimes.

Pada saat itu ada tiga dari 300 relawan IST yang pingsan karena cuaca panas. Hari  berikutnya, panitia mencatat lebih dari 400 orang yang menderita penyakit akibat cuaca  panas. Tak hanya itu, sebagian tapak perkemahan Saemangeum yang luasnya 8,84 km persegi masih digenangi air karena hujan lebat beberapa hari sebelumnya. Seorang pramuka dari Inggris menyebutnya ‘shrek’s swamp’.  Ada juga yang menyebut lokasi perkemahan dengan "kamp pengungsian".

Buruknya pengelolaan Jambore Dunia ke-25 ini memalukan pemerintah dan rakyat Korea Selatan. Padahal Negeri Ginseng ini pernah menjadi tuan rumah Jambore Pramuka Dunia  tahun 1991 in Goseong, Provinsi Gangwon. Selain itu Korea Selatan berhasil menyelenggarakan Olimpiade Musim Panas, Musim Dingin, Piala Dunia, dan acara-acara atletik serta diplomatik lainnya.  Jadi apa yang salah dari buruknya penyelenggaraan Jambore Pramuka Dunia ke-25 yang menelan biaya 117,1 miliar won ($89 juta atau Rp 1,3 triliun)?

Korea Times menulis bahwa  salah satu penyebab utama adalah tahap persiapan yang lemah dan tidak amanah.  Menurut data Pemerintah Provinsi Jeolla Utara, sekitar 74 persen dari total 117,1 miliar won atau sekitar 87 miliar won dihabiskan untuk operasional panitia. Ini termasuk pengeluaran untuk pengaturan perjalanan dan konser K-pop yang akan diadakan selama upacara penutupan.

Hanya 23,5 miliar won yang dipakai untuk membangun infrastruktur perkemahan, termasuk sistem air dan pembuangan limbah, tempat parkir dan terowongan pendingin. Hanya 10 persen dari total pengeluaran, atau 12,9 miliar won, yang digunakan untuk pembangunan kamar mandi, toilet, dan fasilitas air minum di perkemahan.

Tuduhan lain menyebut bahwa para pejabat pemerintah membuang-buang anggaran untuk perjalanan bisnis yang tidak ada hubungannya dengan jambore. Berdasarkan data  dari Kementerian Manajemen Personalia, pejabat dari Kementerian Kesetaraan Gender dan Keluarga, Pemerintah Provinsi Jeolla Utara dan Pemerintahan Kabupaten Buan melakukan sekitar 100 perjalanan bisnis ke luar negeri selama enam tahun terakhir dengan alasan untuk persiapan Jambore.

Pada Mei 2018, lima pejabat pemerintah provinsi melakukan perjalanan selama delapan hari ke Swiss dan Italia dengan tujuan untuk mempelajari "kasus-kasus manajemen yang berhasil dari acara Jambore." Namun, negara-negara Eropa ini belum pernah menjadi tuan rumah Jambore.  Pada bulan Oktober 2019, empat pejabat Kabupaten Buan melakukan perjalanan ke London dan Prancis selama 10 hari untuk persiapan Jambore.

Kim Gi-hyeon, ketua Partai Kekuatan Rakyat yang berkuasa, mengutuk penyelenggara acara dan menuntut penyelidikan menyeluruh setelah Jambore berakhir. "Sebagian besar dari anggaran 100 miliar won untuk Jambore tampaknya telah disalahgunakan untuk tujuan yang tidak perlu atau dihabiskan untuk perjalanan bisnis ke luar negeri yang mewah," tulisnya di Facebook, Senin. Menurutnya, Jambore Dunia ini akan berhasil jika anggarannya dibelanjakan dengan tepat, ia menyerukan pengawasan menyeluruh untuk memeriksa bagaimana uang tersebut "menguap".

Saemangeum dipilih sebagai tempat penyelenggaraan Jambore Pramuka Dunia ke-25 pada Agustus 2017. Pada bulan Desember 2018, Undang-Undang Khusus tentang Dukungan untuk Jambore Pramuka Dunia Saemangeum disahkan di Majelis Nasional, yang memberikan dasar untuk alokasi anggaran dan pembentukan panitia penyelenggara.

Ketika komite dimulai pada tahun 2020, Menteri Kesetaraan Gender dan Keluarga dan seorang anggota parlemen yang mewakili konstituen di Provinsi Jeolla Utara ditunjuk sebagai dua ketua bersama. Pada bulan Februari 2023, komite tersebut menunjuk tiga ketua lainnya: Menteri Dalam Negeri dan Keamanan Lee Sang-min, Menteri Kebudayaan, Olahraga dan Pariwisata Park Bo-gyoon, dan Presiden Asosiasi Pramuka Korea Kang Tae-sun.

Ancaman topan Khanun memaksa Pemerintah Korea Selatan mengevakuasi seluruh peserta ke Seoul dan 7 daerah lainnya.  "Saya dapat mengatakan bahwa peristiwa ini akan tercatat dalam sejarah sebagai peristiwa yang sangat sial," kata Sekretaris Jenderal WOSM, Ahmad Alhendawi. Menurutnya, ini merupakan pengalaman unik untuk melihat beberapa pola cuaca ekstrem dalam waktu yang singkat. Pramuka, ujarnya,  akan bergerak jauh sebelum badai topan datang.

Panitia Jambore Dunia menjelaskan upacara penutupan bakal diadakan pada 11 Agustus 2023 malam dengan konser KPop di Stadion Piala Dunia Sangnam, Seoul. Kontingen Indonesia akan pulang pada 12, 13, dan 14 Agustus 2023 sesuai jadwal penerbangan masing-masing.  Media-media di Korea Selatan mewanti-wanti kepada pemerintah untuk segera menghentikan kegagalan Saemangeum agar tidak berdampak buruk pada upaya mereka menjadi tuan rumah World Expo 2030 di Busan.

Sumber:  | Reuters | www.koreatimes.co.kr  | www.nytimes.com|

 

 

 

Ikuti tulisan menarik Untung Widyanto lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

8 jam lalu

Terpopuler