x

Sepasang suami-isteri yang sudah sepuh berada di depan rumah mereka di Tawangmangu, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah. (Foto: Alia Rifat Ramdhan)

Iklan

Indŕato Sumantoro

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 12 Juli 2020

Rabu, 9 Agustus 2023 13:21 WIB

Tempatmu di Taman Makam Pahlawan

Dalam hati si istri berkata: “Tempatmu di Taman Makam Pahlawan. Tempatku di tempat pemakaman umum. Suamiku telah berjuang untuk kemerdekaan Republik Indonesia. Aku telah berjuang untuk membesarkan dan mendidik anak-anak kita. Aku sangat yakin kita akan bertemu lagi di Surga. Karena tugas kita di dunia sudah selesai”.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Setiap tanggal 17 Agustus semua rakyat Indonesia memperingati Hari Kemerdekaan Republik Indonesia. Pada tahun 2023 ini, kita akan memperingati Kemerdekaan Indonesia yang ke 78 tahun. Kita akan memperingati dengan memasang bendera merah putih di depan rumah kita. Kita akan mengadakan lomba-lomba di lingkungan tempat tinggal kita. Dan kita akan menyanyikan lagu kebangsaan kita, Indonesia Raya. Serta mengheningkan cipta untuk menghormati arwah para pahlawan kemerdekaan yang telah gugur dalam memperjuangkan dan mencapai kemerdekaan.

Setelah itu kita akan kembali ke dalam kehidupan dan kesibukan kita sehari-hari. Kita sudah lupa bahwa Indonesia sudah merdeka selama 78 tahun. Selama ini, kita tidak pernah berpikir sama sekali, apakah cita-cita dan tujuan Kemerdekaan yang telah diperjuangkan oleh para pahlawan kemerdekaan sekarang ini sudah tercapai? Kita sudah lupa bahwa untuk merdeka itu tidak mudah. Nyawa taruhannya. Tetapi mengapa para pahlawan kemerdekaan mau dengan suka rela berkorban jiwa? Jawabannya adalah karena “cinta tanah air”.

Ada kisah dimana ketika seorang pahlawan kemerdekaan sudah mendekati ajalnya, karena usia tua dan penyakitnya yang sudah parah. Berkata kepada istrinya tercinta yang selalu berada disampingnya. Dengan susah payah dan suara yang lirih, sang pahlawan kemerdekaan berkata kepada istrinya : “Mam, kalau aku wafat, mohon makamkanlah aku di tempat pemakaman umum. Aku ingin dikuburkan di sampingmu. Aku ingin selalu bersamamu”.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Si Istri diam seribu bahasa mendengar ucapan suaminya yang sedang berada di dalam sakratul maut itu. Air matanya menetes dengan deras membasahi pipinya. Permintaan terakhir suaminya untuk dimakamkan di tempat pemakaman umum agar bisa berdampingan selalu sehidup semati, telah mengingatkan kembali kepada kenangan lamanya ketika untuk pertama kalinya bertemu dengan suaminya itu. Kenangan yang paling indah di dalam hidup si istri. Karena bisa mendampingi sang suami selama 53 tahun perkawinannya yang sangat bahagia. Meskipun secara harta tidak melimpah.

Kisah heroik sang suami yang pernah diceritakan kepada anak-anaknya adalah ketika anak pertama mereka baru lahir, sang suami yang menjabat sebagai Komandan Kompi pulang ke rumah dari front. Front adalah wilayah tempat terjadinya baku tembak dengan pihak Belanda. Ketika sang suami berada di tengah sawah dalam perjalanan pulang ke rumah, dan didampingi oleh beberapa orang anak buahnya. Tidak jauh dari tempatnya berjalan, mereka berpapasan dengan rombongan tentara Belanda. Sang suami panik. Posisi mereka sedang berada di tengah sawah yang terbuka. Tidak ada peluang untuk lari. Mau melawan, pihak musuh terlalu banyak. Secara spontan sang suami melambaikan tangannya kepada rombongan tentara Belanda itu, yang diikuti oleh lambaian tangan dari 2 orang anak buahnya. Anehnya, rombangan tentara Belanda itu pun ikut melambaikan tangan mereka, sambil berjalan terus. Solah-olah tidak ada yang terjadi.

Peristiwa ini selalu dikenang. Karena merupakan anugerah dari Allah SWT yang maha besar, sehingga sang suami selamat, dan dapat bertemu kembali dengan istrinya, dan anak pertamanya yang baru lahir.

Sang suami yang sedang berbaring lemah di sisi istrinya, sedang menanti jawab istrinya. Apakah istrinya akan setuju apabila dia dimakamkan di tempat pemakaman umum, dan bukan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan, agar cinta mereka berdua bisa abadi, sehidup semati. Si istri bangkit dari tempat duduknya. Kelihatannya si istri menaham gejolak emosinya yang sangat luar biasa besarnya. Tangisnya bukan semakin mereda, tetapi justru isak tangisnya semakin menggema di ruang kamar yang sunyi itu. Si istri hanya terbayang semua peristiwa di dalam hidupnya bersama suaminya tercinta. Baik dalam keadaan susah, maupun  senang. Khususnya selama membesarkan dan mendidik ke 5 anak-anaknya dalam keadaan yang serba kekurangan. Gaji yang diterima suaminya sebagai seorang tentara tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Sehingga si istri terpaksa harus berjualan kue-kue, dan menjadi seorang penjahit pakaian. Tetapi semua itu telah dijalaninya dengan senang hati dan bahagia. Karena cintanya kepada suami dan anak-anaknya.

Setelah tangis dan kesedihan si istri mereda. Bukannya si istri berkata dengan lemah lembut dan menyetujui permintaan terakhir suaminya yang sudah tidak berdaya itu, si istri malah berkata dengan nada tinggi: “ Tempat Mas adalah di Taman Makan Pahlawan. Mas adalah pahlawan kemerdekaan. Mas berjuang sejak muda untuk kemerdekaan Republik Indonesia. Mas adalah pahlawan keluarga kita. Tempat Mas adalah di Taman Makam Pahlawan. Negara tidak bisa memberikan apa-apa kepada kita, Mas. Negara tidak bisa memberikan keadilan, kemakmuran, dan kesejahteraan kepada keluarga kita. Negara hanya bisa memberikan Makam Pahlawan untuk Mas. Terimalah anugerah kehormatan dari negara ini untuk Mas. Karena itu merupakan kehormatan juga untuk saya dan anak-anak. Kehormatan untuk cucu-cucu kita, bahwa Eyang Kungnya adalah seorang pahlawan kemerdekaan”.

Sang suami diam dan tidak bisa berkata apa-apa lagi. Hanya air matanya menetes dan matanya berkaca-kata. Sang suami ingin bertanya, bagaimana dengan keadaan istrinya bila ia telah wafat nanti. Apakah Istrinya akan merasa kesepian, karena dimakamkan di tepat pemakaman umum?. Sedangkan dirinya dimakamkan di Taman Makam Pahlawan yang terhormat. Bukankah suami dan istri harus selalu bersama?. Bukankah jasa si Istri juga besar? Dalam hatinya, sang suami tidak tega dan rela meninggalkan istrinya yang tercinta sendirian. Ia ingin selalu bersama istrinya, meskipun sudah tidak berada di dunia lagi.

Setelah puas sang istri menyampaikan pendapatnya kepada sang suami, si istri tersenyum. Dia sudah berkata dengan jujur. Dia sudah mengambil keputusan yang tegas dan benar. Dalam hati si istri berkata: “Tempatmu di Taman Makam Pahlawan. Tempatku di tempat pemakaman umum. Suamiku telah berjuang untuk kemerdekaan Republik Indonesia. Aku telah berjuang untuk membesarkan dan mendidik anak-anak kita. Aku sangat yakin kita akan bertemu lagi di Surga. Karena tugas kita di dunia sudah selesai”.

Kisah pahlawan kemerdekaan ini pasti akan segera dilupakan oleh rakyat Indonesia. Karena pahlawan kemerdekaan itu adalah masa lalu. Dan generasi Milenial sekarang hidup di masa depan. Tetapi dari cerita ini, mohon generasi muda merenung dan mengingat kalimat ini: “Tempatmu di makam pahlawan”. Dan mari kita bertanya beramai-ramai: “Dimanakah tempatku?”.

Ikuti tulisan menarik Indŕato Sumantoro lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler