x

Foto saat deklarasi Anti Bullying di sekolah SMP alfityan school Tangerang

Iklan

Irfansyah Masrin

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 10 Januari 2020

Senin, 14 Agustus 2023 20:36 WIB

Maraknya Perundungan Bukti Kita Belum Merdeka

Perundungan yang belum dapat teratasi pun akan menjadi sebab ketidakharmonisan kehidupan berbangsa. Bagaimana suatu bangsa dapat merdeka jika para generasi penerus tumbuh menjadi pembuli, pendendam, berpenyakit mental dan dalam jiwanya bersemayam trauma?

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Kasus perundungan atau bullying kian hari kian bertambah bahkan makin merajalela. Mulai dari kasus pembulian secara verbal seperti penghinaan, pelecehan dengan bahasa yang kasar, body shaming hingga ejekan-ejekan rasis pada pribadi seseorang, maupun pembulian secara fisik mulai dari senggolan dan cubitan yang disengaja, pemukulan, penendangan, pemerkosaan, hingga penganiayaan yang berujung kematian.

Kasus-kasus perundungan lebih banyak terjadi pada anak-anak dan remaja. Studi kasus menunjukkan kasus terbanyak lebih sering dilakukan oleh para pelajar di lingkungan sekolah hingga di luar sekolah. Tentu hal ini bukan sesuatu yang baru terjadi, mengingat sudah banyak korban dari kasus-kasus perundungan. Namun masifnya media sosial menambah buruknya informasi tentang perundungan. Karena sebagian kasus perundungan terjadi akibat anak meniru perilaku bullying yang disebar di media-media.

Kita menelisik bagaimana kasus-kasus perundungan yang viral. Seperti kasus bullying yang merenggut nyawa Fikri Dolasmantya, seorang mahasiswa ITN malang yang dianiaya oleh seniornya pada saat kegiatan kemah tahun 2013. Kita juga melihat bagaimana kasus anak kelas 5 SD yang berusia 11 tahun bernama Renggo Khadafi yang meninggal setelah dianiaya kakak kelasnya hanya karena masalah kecil, di Jakarta Timur. Kita juga membaca kembali bagaimana kisah seorang remaja bernama Afriand (Aca) yang dianiaya kakak kelasnya hingga meninggal pada saat kemah pecinta alam SMA 3 Jakarta Selatan.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Pada skala internasional ada kisah yang viral seorang remaja perempuan bernama Amanda Michelle Todd, di Kanada yang berakhir bunuh diri karena tidak sanggup menghadapi pelecehan dan intimidasi oleh teman-temannya, hingga ia menulis surat terakhir bahwa tidak boleh ada lagi korban bullying seperti dirinya. 

Kasus terbaru di Indonesia bahkan sangat booming dan menjadi buah bibir masyarakat Indonesia yaitu seorang remaja bernama David Ozora yang dirawat berbulan-bulan karena mengalami cedera otak yg parah setelah penganiayaan yang dilakukan oleh Mario Dandi dan kawan-kawannya. Bahkan kasus ini berujung Mario Dandi dipenjara.

Ini hanya sekelumit kasus pembulian yang terjadi pada anak-anak dan remaja. Itu hanya sebagian kecil kasus-kasus yang viral. Masih banyak kasus-kasus lain yang tidak terekspose oleh media. Tentu hal ini menjadi perhatian besar bagi semua pihak dalam upaya mengatasi agar tidak terulang lagi kasus-kasus serupa.

Belum lagi dampak dari kasus pembulian ini sangat berpengaruh pada korban-korban bullying. Menyisakan trauma-trauma yang berkepanjangan hingga berujung gangguan mental, lebih dari 160.000 siswa bolos sekolah karena takut dibully, Ada 1 dari 10 siswa pindah sekolah karena takut dibully. Penelitian juga membuktikan bahwa orang yang dibully lebih mungkin mengalami kesulitan dalam pekerjaan, sulit berkomunikasi dan bersosialisasi, hingga banyak dari korban bullying melakukan bullying kepada dirinya sendiri atau menyiksa diri sendiri tersebab adanya post traumatik (trauma-trauma pasca pembulian)

Tentu persoalan bullying bukanlah hal sepele. Dengan masalah-masalah tersebut tidak salah mengapa perilaku perundungan/bullying dikategorikan ke dalam kasus kriminal yang pelakunya dapat dijerat pasal dan dikenai hukuman penjara dan denda. Aspek Hukum Perlindungan Anak termuat dalam Undang-undang Perlindungan Anak Pasal 76C UU No. 35 Th. 2014. Bahwa Setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan kekerasan terhadap Anak. Setiap Orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76C, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah)

 

Semua hal yang berhubungan dengan kekerasan telah diatur dalam peraturan perundang-undangan dan jelas bahwa Perundungan adalah tindak kejahatan yang berdampak sangat besar bagi para korban dan pelaku dapat dijerat sanksi pidana. Namun, perilaku Perundungan semakin banyak dan kasusnya semakin menyeruak, bahkan hukum dan peraturan seperti tidak berarti lagi. Lalu apa yang salah? Di mana letak kesalahannya sehingga membuat kasus perundungan semakin banyak? Hal ini tentu akan terus kita analisis dan harus menjadi perhatian publik bahwa pentingnya upaya penghentian dari perilaku Perundungan.

 

Kasus-kasus Perundungan yang terjadi di setiap tahun bahkan di setiap hari menjadi bukti bahwa kita belum merdeka. Kita masih dikekang oleh hawa nafsu, anak-anak dan remaja seperti bebas melampiaskan emosinya yang menggebu dengan menunjukkan bahwa ini AKU, aku yang tak takut dengan siapapun itu. Merasa punya kuasa dan punya segalanya, padahal hidupnya masih diatur orangtuanya, anehnya banyak dari mereka yang justru orangtuanya membiarkan para remaja melawan siapapun juga, meski itu adalah gurunya, ia merasa punya kuasa.

 

Yah, berita terhangat masih menjadi buah bibir masyarakat Indonesia, baru-baru ini seorang guru diketapel oleh orangtua siswa hingga mata seorang guru itu menjadi buta sebelah, hanya karena menegur seorang siswa untuk tidak merokok di sekolah. Siswa bersalah di bela oleh orangtua. Dan mirisnya lagi tidak ada hukum yang menjerat pelaku secara adil dan tegas. Ini bagian dari kondisi bangsa kita yang belum merdeka. Hak-hak keadilan dirampas oleh segelintir orang yang memiliki kuasa. Dia punya uang, dia punya kuasa. 

 

Inilah bukti bahwa kita belum merdeka. Para korban bullying masih dihimpit oleh sisa-sisa trauma Perundungan. Mengadu ke orang pintar justru dianggap bodoh, melapor ke penegak hukum justru hanya berakhir sia-sia kecuali bagi mereka yang memiliki uang, kamu punya uang kamu punya kuasa. Demikianlah korban tetap menyandang status korban dengan trauma-trauma Perundungan ditambah dengan kepedihan akan keadilan hukum yang tidak didapatkan. 

 

Hukum menjadi seperti nilai mata uang yang dapat ditukar. Jika ada transaksi pasti ada solusi, semua masalah bersih di segala lini kasus tertutupi dan korban bully hanya bertemankan trauma di setiap hari. Inilah bukti bahwa kita belum benar-benar merdeka saat ini.

 

Modernisasi dan liberalisasi hak-hak setiap orang secara bebas menjadi salah satu sebab utama perilaku Perundungan masih tumbuh subur di kehidupan kita, terutama pada remaja dan anak-anak. Anak-anak diberikan kebebasan memilih hak hidupnya secara bebas atas nama eksplorasi diri, aktualisasi diri dan kebebasan memiliki sesuatu. Ketika hak-hak tersebut terganggu, ia bebas mempertahankan dirinya dengan cara apapun, termasuk melakukan kekerasan pada orang lain. Terlebih jika anak-anak ini lahir dari latar belakang keluarga yang liberal, Ia merasa punya hak dengan segala yang dinginkannya meskipun harus merampas hak orang lain yang dianggap lebih rendah darinya. Maka cara mengambilnya pun tidak jarang menggunakan cara-cara memaksa yang berujung kekerasan (Perundungan)

 

Modernisasi dan liberalisasi hak-hak seperti ini menjadi bukti bahwa kita bangsa Indonesia belum merdeka. Karena hak-hak kebebasan memilih dan memiliki sesuatu masih menganut budaya barat yang liberal dan transaksional. Bahkan mereka tidak memegang nilai-nilai agama yang kokoh. Lain halnya dengan Indonesia yang memegang prinsip ketimuran terutama masih berlandas pada nilai-nilai Islam yang menjadi penganut mayoritas. 

 

Tentu dalam mengatur hak-hak seseorang berdasarkan nilai-nilai agama yang dianut, ada yang bisa dimiliki dan ada yang tidak bisa dinikmati. Bahkan ketentuan hukum haram, halal, Sunnah dan sebagainya dalam Islam harusnya cukup menjadi tendensi utama bahwa hak setiap orang dilindungi oleh agama, sehingga tidak adanya kedzaliman yang dilakukan melalui Perundungan, paksaan, dan kekerasan. Jika hal itu terus terjadi, ini menjadi bukti bahwa kita belum merdeka.

 

Karenanya, mari kita sama-sama menjadi bagian menolak segala bentuk kekerasan dan Perundungan. Hentikan perilaku bullying yang dilakukan oleh siapapun kepada siapapun, dengan alasan apapun di manapun. Kita mesti mengambil bagian dan mendukung gerakan anti Perundungan, demi keselamatan anak-anak dan generasi kita. Karena ketika Perundungan ini terus terjadi dan semakin marak, maka tentu akan lahir kondisi darurat nasional dan global. Karena semakin tergradasinya nilai-nilai moral dan akhlak yang harusnya diemban oleh anak-anak dan generasi kita. 

 

Perundungan yang belum dapat teratasi pun akan menjadi sebab ketidakharmonisan kehidupan berbangsa. Sehingga bagaimana suatu bangsa dapat merdeka jika para penerus bangsa seperti anak-anak dan generasi kita tumbuh menjadi pembuli, pendendam, berpenyakit mental dan mereka para korban yang dalam jiwanya bersemayam sisa-sisa trauma dalam hidupnya. Tentu bangsa ini tidak akan merdeka, bahkan akan hancur dengan sendirinya tanpa senjata dan peperangan.

 

Stop bullying

 

Sumber tambahan (Stop Bul

lying Campaign: Sudah Dong)

 

Irfansyah Masrin 

Ikuti tulisan menarik Irfansyah Masrin lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu