x

cover buku Kenangan Seorang Guru

Iklan

Handoko Widagdo

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Senin, 4 September 2023 15:21 WIB

Tan Kiem Hay Guru Tionghoa Sejak Jaman Belanda Sampai Republik

Tan Kiem Hay alias Raden Setjonegoro adalah seorang keturunan Tionghoa yang menjadi guru di masa Hindia Belanda, Jepang, Agresi Belanda sampai era Republik. Buku kenangan yang ditulisnya saat usianya mencapai 89 tahun ini mengungkapkan bagaimana ia sebagai seorang guru profesional menjalankan profesinya di berbagai jaman. Pengalaman yang layak dibaca oleh guru masa kini.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Judul: Kenangan Seorang Guru

Penulis: Raden Setjonegoro (Tan Kiem Hay)

Tahun Terbit: 1996

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Penerbit:

Tebal: xv + 170

ISBN:

 

 

Salah satu topik tentang Tionghoa yang belum banyak dibincangkan adalah topik peran Tionghoa dalam sektor pendidikan. Padahal kita tahu salah satu kepedulian orang Tionghoa di awal abad 19 adalah tentang pendidikan. Orang Tionghoa telah menggagas adanya pendidikan bagi anak-anak mereka saat Belanda belum memberikan akses pendidikan kepada anak-anak Tionghoa. Kesadaran mendidik generasi berikutnya ini telah muncul sebelum kesadaran pihak pribumi melalui kegiatan yang didorong oleh Boedi Oetomo.

Sebenarnya peran orang Tionghoa di dunia pendidikan tidak terbatas pada penyelenggaraan pendidikan untuk kaumnya saja. Banyak orang Tionghoa yang menjadi tokoh pendidikan saat Indonesia telah merdeka dan upaya penyelenggaraan pendidikan dilakukan dengan cara yang lebih sistematis. Guru-guru dari sekolah-sekolah untuk orang Tionghoa yang diselenggarakan oleh Negara, seperti Hollandsch-Chineesche School (HCS), Misi Kristen/Katholik, dan sekolah-sekolah yang diselenggarakan oleh masyarakat Tionghoa sendiri, kemudian menjadi guru-guru di sekolah-sekolah yang diselenggarakan oleh Republik.

Bagaimana peran mereka? Sejauh mana peran mereka?

Buku “Kenangan Seorang Guru” yang ditulis oleh Tan Kiem Hay alias Raden Setjonegoro ini bisa mengungkap bagaimana peran guru keturunan Tionghoa pada sekolah negeri yang diselenggarakan oleh Pemerintah Republik Indonesia. Menariknya Tan Kiem Hay menuliskan pengalamannya saat ia telah berumur 89 tahun!

Tan Kiem Hay mengungkap pengalaman hidupnya sampai menjadi guru dalam format kronologis. Diawali dengan Bab 1 yang merupakan pemicu mengapa ia memutuskan untuk menuliskan pengalamannya menjadi guru, pengalamannya mengajar sebelum Perang Dunia II, masa Agresi Belanda dan kemudian masa setelah Belanda memberi pengakuan kemerdekaan kepada Indonesia.

Pengalamannya mengajar di Algemeene Lagere School (A.L.S.) Balonggede yang singkat ternyata sangat berkesan baginya. Apalagi saat di masa tuanya Tan Kiem Hay berkesempatan untuk menghadiri reuni siswa A.L.S Balonggede di Jakarta pada tahun 1995. Kenangan saat mengajar di A.L.S Balonggede dan pertemuan dengan mantan muruid-muridnya itulah yang memicu Tan Kiem Hay menulis kisah hidupnya sebagai guru selama 54 tahun. Kenangan akan A.L.S Balonggede menancap begitu dalam karena Tan Kiem Haylah yang mendirikan sekolah tersebut, dia yang mencari gedung, memilih guru dan kemudian mengelola sekolah tersebut sampai ditutup karena Belanda hengkang dari NKRI.

Buku ini mengungkap bagaimana pengalaman seorang etnis Tionghoa menjadi guru di masa Belanda, masa Jepang, masa Agresi dan masa Republik. Liku-liku pengalaman tersebut dituangkan dengan semangat seorang pendidik. Dari penuturan Tan Kiem Hay kita menjadi tahu bahwa Tan Kiem Hay adalah seorang pendidik yang profesional dan jauh dari sifat diskriminatif serta tidak terlibat dengan politik praktis. Keprofesionalannya dibuktikan saat ia diminta menjadi guru sejarah dan tata negara di saat Republik masih bayi.

Sebagai seorang guru yang profesional, Tan Kiem Hay segera saja diangkat menjadi pegawai negeri untuk ditugaskan mengajar di SMA Negeri 1 Bandung. Tan Kiem Hay mendapat tugas mengajar Bahasa Belanda di Horgere Burger School (H.B.S), yang kemudian berubah menjadi SMA Negeri 1 Bandung.

Pengalaman Tan Kiem Hay saat diminta untuk menjadi guru Sejarah dan guru mata Pelajaran Tata Negara di SMA V Bandung sungguh sangat menarik. Dua mata Pelajaran tersebut adalah dua mata Pelajaran yang belum ada bahannya. Sebab buku-buku teks yang ada masih berisi sejarah versi Belanda dan tata negara versi Kerajaan Belanda. Tan Kiem Hay menyusun buku mata Pelajaran tersebut dengan menggunakan bahan-bahan referensi dan dari berita yang ada di surat khabar. Upayanya selama setahun tersebut menghasilkan buku mata Pelajaran sejarah dan tata negara. Segera saja ia mendapatkan permintaan dari berbagai pelosok negeri untuk menggunakan buku yang dia susun. Bahkan karena ketekunannya tersebut, Tan Kiem Hay diminta untuk menjadi dosen luar biasa di Jurusan Civics atau Kependudukan IKIP.

Karir Tan Kiem Hay sebagai guru juga menanjak terus. Memulai karir di masa Republik sebagai guru biasa, menjadi Wakil Kepala Sekolah dan kemudian menjadi Kepala Sekolah. Tan Kiem Hay juga terlibat langsung dalam proses berdirinya SMA Negeri di Cimahi.

Profesional, mengutamakan untuk membantu para siswa, menjunjung tinggi etika dan kejujuran adalah sifat-sifat yang terlihat dari pegalaman Tan Kiem Hay sebagai guru. Buku kenangan seperti ini sangat layak menjadi bahan bacaan bagi para guru di masa kini. Sebab, meski jaman telah berubah,  sifat-sifat yang ditunjukkan Tan Kiem Hay masih sangat sesuai dengan kebutuhan para pengajar di masa sekarang. 778

Ikuti tulisan menarik Handoko Widagdo lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

18 jam lalu

Terpopuler