x

Waktu

Iklan

Bryan Jati Pratama

Penulis Indonesiana | Author of Rakunulis.com
Bergabung Sejak: 19 Desember 2022

Kamis, 7 September 2023 13:09 WIB

Jangan Memastikan, Hari Esok Belum Tentu Datang

Manusia tidak tahu berapa lama cangkang tubuhnya sanggup menahan rohnya. Bisa jadi, sebelum besok, empat jam atau satu menit lagi, dia mati. Atau bisa jadi sebelum besok, kiamat terjadi. Siapa yang tahu? Maka memastikan rencana, agenda, prognosa di hari esok, dengan level sampai yakin pasti terjadi adalah sejenis perilaku yang terlampau kelewatan.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Har ghadi badal rahi hai roop zindagi

Chaon hai kabhi, kabhi hai dhoop zindagi

Har pal yahan jee bhar jiyo

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Joh hai samaan kal ho naa ho

 

Every moment life is changing

Sometimes there is shade, sometimes there is sun

Live every moment here to the fullest

This very moment, tomorrow may never comes

 

Lagu yang didendangkan oleh Shah Rukh Khan dalam film Kal Ho Naa Ho itu begitu terngiang-ngiang di telinga. Sudah kebiasaan manusia merencanakan, dengan optimisme akan kepastian yang berlebihan. Manusia membuat rencana, berusaha, berhasil dan bergembira walaupun seringnya gagal dan kecewa. Karena manusia berharap kepada kepastian. Bahwa rencananya akan berjalan mulus tanpa ada gangguan. Seringkali, dalam pengharapannya itu, manusia melupakan Dia, satu-satunya yang bisa mewujudkan impian jadi kenyataan.

Manusia membuat rencana, membuat prognosa. Seolah-olah apa yang ia rencanakan di hari esok pasti akan terjadi. Ketika rencananya tak berbuah manis, ia kecewa sendiri. Mukanya jadi tak ramah, kepada bawahan ia marah-marah. Mereka yang punya harapan, orang lain yang di salah-salahkan. Padahal, jangankan rencana, hari esok itu sendiri dalam arti harfiah memang kal ho naa ho, bisa jadi tidak pernah datang. 

Manusia tidak tahu berapa lama cangkang tubuhnya sanggup menahan rohnya. Bisa jadi, sebelum besok, empat jam atau satu menit lagi, dia mati. Atau bisa jadi sebelum besok, kiamat terjadi. Siapa yang tahu? Maka memastikan rencana, agenda, prognosa di hari esok, dengan level sampai yakin pasti terjadi, adalah sejenis perilaku yang terlampau kelewatan.

Ada masa ketika dulu, manusia menyembah Batara Kala, manifestasi sang waktu. Di hadapannya, manusia sadar kalau hidupnya itu ada di hari ini, di sini dan di saat ini. Manusia tertunduk malu, ketika ia merencanakan apa yang pasti terjadi di hari esok, dihadapan sang waktu. Ada pepatah: "Tuhan tertawa ketika manusia membuat rencana." Di masa itu, manusia lebih tahu diri dan sadar diri. Yang menjadikannya lebih rendah hati. Lalu manusia tahu—atau diberitahu—bahwa waktu memiliki permulaan, maka dari itu ia bukan Tuhan. Tuhan tidak memiliki permulaan dan akhir. Sehingga manusia menginggalkan Batara Kala, berikut kerendahhatian yang pernah dimilikinya. Sebuah ironi, manusia menyembah Tuhan yang lebih tinggi, yang Maha Tinggi, dengan hati yang sama tingginya.

Ada istilah dalam bahasa Jawa, nrimo ing pandum, menerima sesuai pemberian. Pandum itu tidak sekadar pemberian, tapi pemberian yang telah ditakar. Siapa yang menakar? Tentulah Dia yang Maha Pemberi. Pandum dalam pengertian lain bermakna jarum jam yang menunjukkan detik. Artinya, nrimo ing pandum dapat juga berarti menerima segala apa yang waktu berikan kepada kita. Di sini dan sekarang, ketika detik bergerak dan waktu berdentang. 

Pemberian sang waktu ini, oleh orang Jawa kuno, dianggap sebagai hadiah. Dan selayaknya hadiah, ia patut dirayakan dan disyukuri. Dirayakan dengan raga yang mengurusi urusan bumi, dan disyukuri dengan jiwa yang memikirkan urusan langit. Sekarang, saat ini, adalah waktu ketika manusia benar-benar hadir di dunia. Manusia hadir dari masa lalu, tapi saat ini, masa lalu itu sendiri sudah tidak ada. Manusia akan menghadiri masa depan, tapi sekarang, yang bernama masa depan itu masih belum ada. Dia masa lalu maupun masa depan, manusia tidak lagi dan belum hadir. Manusia hadir sekarang, pada saat ini.

Konsep waktu sebagai hadiah ini, secara tidak langsung juga diakui oleh peradaban Eropa. Mereka menamai sekarang atau saat ini dengan present, hadiah. Atau kehadiran.

Bukan berarti manusia tidak boleh merencanakan apa pun. Mau bagaimanapun, rencana adalah bagian dari usaha. Dan wajib bagi manusia untuk berusaha. Agama mana pun mendorong manusia untuk senantiasa berusaha, bekerja dan membenci kemalasan. Ada yang mengatakan rencana yang baik adalah separuh keberhasilan. Tidak ada yang salah dalam merencanakan sebaik mungkin, sesempurna mungkin. Yang salah adalah memastikan, dengan tingkat keyakinan yang hampir menyerupai iman, bahwa rencana tersebut pasti terwujudkan. Pasti itu masalah. Memastikan itu problem.

 

"Dan jangan sekali-kali kamu mengatakan tentang sesuatu: 'Sesungguhnya aku akan mengerjakan ini besok pagi', kecuali (dengan menyebut): 'Insya Allah.'" (QS. Al-Kahfi : 23-24)

 

Mereka mengaku beriman kepada yang gaib, tetapi berani memastikan hari esok akan terjadi sesuai rencana yang mereka buat. Atau rencana mereka pasti terjadi di hari esok. Mereka lupa bahwa esok, di sini dan disaat ini, itu belum ada. Tidak ada. Biarkan hari esok, yang mereka pasti-pastikan itu menjadi urusan-Nya, rahasia-Nya. Biarkan rasa ketidaktahuan tentang hari esok itu menjadi misteri bagi kita, sehingga ketika rahasia itu benar-benar datang dan terungkap, kita menyaksikan ketakjuban-ketakjuban, dan ingin lebih dekat.

Ikuti tulisan menarik Bryan Jati Pratama lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

2 hari lalu

Kisah Naluri

Oleh: Wahyu Kurniawan

Selasa, 23 April 2024 22:29 WIB

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

2 hari lalu

Kisah Naluri

Oleh: Wahyu Kurniawan

Selasa, 23 April 2024 22:29 WIB