x

Ilustrasi Persekonglolan Politik. Ilustrasi oleh Gerd Altmann dari Pixabay.com

Iklan

Arman Ramadhan

Penulis Indonesiana // Mahasiswa IISIP Jakarta
Bergabung Sejak: 23 September 2023

Selasa, 10 Oktober 2023 14:07 WIB

Pemilu 2024, Menyambut Pesta Demokrasi dengan Gagasan dan Bukan Uang

Pesta demokrasi seharusnya diisi lewat ide atau gagasan baru, bukan dengan uang dengan dalih bersedekah. Politik uang merupakan masalah yang masih menghantui Pemilu 2024 nanti.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Pemilu 2024 : Menyambut Pesta Demokrasi Lewat Gagasan, Bukan Uang!

Hiruk pikuk pemilu 2024 semakin terdengar jelas oleh publik. Maklum, tahun depan, tepatnya di Februari – jika tidak ada penundaan – perhelatan pemilu 2024 akan diselenggarkan. Hal ini mengingat masih terdapat upaya-upaya busuk yang dilakukan oleh sejumlah pihak untuk menggagalkan pemilu yang akan terjadi di 2024 nanti.

Namun, bukan hanya itu saja yang menjadi permasalahan di pemilu nanti. Ada masalah lain yang sifatnya sistemik dalam realitas politik di Indonesia, yakni praktik politik uang. Praktik tersebut seolah-olah telah menjadi tradisi yang terus lestari dalam wajah perpolitikan di Indonesia. Politik yang mengedepankan transaksional “jual-beli” antara orang yang menjadi kandidat atau pihak berkepentingan dengan orang yang memilih (massa/publik).

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Politik yang mengedepankan transaksional itu juga terjadi antara orang yang ingin mencalonkan diri kepada partai-partai agar dirinya dapat dicalonkan. Hal yang demikian membuat ongkos politik di Indonesia menjadi lebih tinggi dan mahal, bersama dengan serangan fajar. 

Dan, sepertinya praktik politik uang masih menjadi tantangan yang harus diselesaikan dalam Pemilu 2024 nanti. Membiarkan dan memberikan ruang terhadap tindakan korupsi politik uang sama artinya mendiamkan orang-orang tamak untuk berkuasa, memimpin, dan menentukan nasib hidup orang banyak selama 5 tahun ke depan. Tentu rakyat tak dapat berharap banyak dari orang-orang yang dipilih dan terpilih dengan cara-cara yang demikian.

 

Melawan Politik Uang = Menjaga Marwah Demokrasi

Pada pemilu 2019, angka yang menunjukkan adanya praktik politik uang masih terbilang tinggi. Seperti yang dituturkan oleh Ketua KPU RI di 2021, bahwa jumlah pemilih yang terlibat dalam politik uang dalam pemilu 2019 mencapai 19,4% hingga 33,1%. Angka itu terbilang sangat tinggi jika diukur dengan standar internasional.

Lalu, data dari Bawaslu menyebutkan bahwa ada 9 kasus politik uang yang diputus dalam pemilu 2019. Di samping itu, terdapat 7 terpidana yang dijerat dengan hukuman 2 sampai dengan 6 bulan penjara. Berdasarkan data-data tersebut, maka akan timbul pertanyaan, mengapa politik uang masih terus terjadi? Sebenarnya, ada sejumlah hal yang menyebabkan politik uang masih marak terjadi.

Salah satunya adalah kurang tegasnya penindakan atau sanksi yang diberikan dari pihak berwenang terhadap praktik politik uang. Dalam hal ini, pihak yang berwenang ialah Bawaslu dan KPU. Baik pihak Bawaslu dan KPU kurang tegas dalam memberikan sanksi secara administratif terhadap pelaku politik uang.

Sanksi administratif ini tidak cukup hanya sekadar memberikan denda atau memenjarakan pelaku, tetapi harus lebih berat dari itu. Seharusnya, pihak yang memainkan politik uang harus didiskualifikasi dari kontestasi pemilu/pilkada. Hal ini perlu untuk menjaga kontestasi pemilu di negeri ini tetap sehat dan berkualitas.

Di samping lemahnya penegakan hukum atau sanksi, kesadaran dan pemahaman masyarakat terhadap dampak politik uang juga masih rendah. Dalam hal ini, perlu memperhatikan hasil survei yang dilakukan oleh LIPI pada 2019 lalu. Hasilnya menyatakan bahwa 37% responden menerima uang dan mempertimbangkan untuk memilih si pemberi.

Hasil tersebut menunjukkan bahwa masyarakat menganggap bahwa pesta demokrasi lima tahun sekali sebagai pesta bagi-bagi rezeki. Dan, politik uang merupakan bagian dari pesta tersebut. Jadi, seolah-olah adanya praktik politik uang dalam setiap ajang pemilu/pilkada merupakan sesuatu yang dianggap lazim.

Setiap dari kita harus terlibat aktif dalam memperbaiki persepsi masyarakat yang demikian, agar marwah demokrasi di negeri tetap terjaga dan tidak menurun kualitasnya. Pihak-pihak terkait perlu memberikan edukasi politik kepada masyarakat tentang dampak buruk politik uang.

Masyarakat harus memilih calon dengan kesadaran penuh atas kehendaknya sendiri dan pertimbangan rasional, bukan karena amplop atau sembako semata. Apa yang kita dapati dari mereka tidak akan pernah sepadan dengan konsekuensi dan resiko yang kita terima ke depannya.

Esensi demokrasi ialah kebebasan, bukan pemberian/pemaksaan lewat uang atau bentuk lainnya. Kebebasan yang berarti kita bebas memilih pemimpin yang memiliki kapasitas untuk memimpin. Bebas memilih pemimpin yang memang layak menjadi pemimpin dikarenakan gagasan, bukan lewat uang. Apalagi, karena konten.

Sementara itu, para kandidat seharusnya berupaya meraih suara dengan ide-ide segar yang sejalan dengan tantangan zaman ke depannya. Merancang program-program yang mampu mengatasi dan menjawab persoalan-persoalan yang dikhawatirkan generasi muda di masa depan. Seperti masalah lingkungan, hak asasi, dan korupsi. 

 

Kaum Anak Muda & Media Sosial

Pada Pemilu 2024 nanti, sebagian besar pemilihnya ialah kaum anak muda. Kaum yang sering kali dipandang sebelah mata dan dianggap sebagai kaum yang apatis dengan politik. Walaupun, label semacam itu tak sepenuhnya benar.

Di pemilu 2024, ada ruang dalam mengkampanyekan melawan politik uang melalui anak muda dan tren media sosial. Anak muda yang dicirikan sebagai generasi yang melek teknologi dan kritis. Dan, kedua hal tersebut tampaknya merupakan modal penting dalam membuat gerakan melawan politik uang.

Kaum anak muda dapat menggunakan media sosial sebagai wadah atau senjata untuk membuat konten-konten edukasi terkait korupsi politik dan bagaimana dampak buruknya. Selain itu, kaum muda juga dapat menggunakan media sosial untuk memberikan pemahaman kepada orang-orang terkait rekam jejak calon-calon yang maju di pemilu 2024 nanti.

Memang, praktik politik uang tidak dapat selesai hanya dengan cara demikian. Akan tetapi, paling tidak, kita dapat memanfaatkan dan menggunakan media sosial untuk menyebarkan pemahaman dan kesadaran akan hal tersebut. Media sosial merupakan media yang ampuh dalam menjangkau audiens secara lebih luas.

Menjaga pemilu yang berkualitas merupakan tanggung jawab kita semua. Untuk menghadirkan pemilu yang berkualitas, maka kita harus melawan dan menolak cara-cara yang dapat menurunkan kualitas pemilu itu sendiri. Dan, salah satu cara untuk menjaga kualitasnya adalah dengan cara menolak praktik politik uang. 

 

Referensi : 

Fadly. 11 Februari 2022. Fenomena Politik Uang, Tanggung Jawab Siapa?. https://tolitoli.bawaslu.go.id/fenomena-politik-uang-tanggung-jawab-siapa/

Mega Purnamasari, Deti. 29 Agustus 2019. Survei LIPI: Masyarakat Memandang Politik Uang Bagian dari Pemilu, Tidak Dilarang. https://amp.kompas.com/nasional/survei-lipi-masyarakat-memandang-politik-uang-bagian-dari-pemilu-tidak

Fios, Frederikus. 30 November 2020. Pilih Bukan karena Uang Melainkan Karakter (Catatan Pilkada Serentak 9 Desember 2020). https://binus.ac.id/character-building/tajuk/pilih-bukan-karena-uang-namun-karakter-catatan-pilkada-serentak-9-desember-2020/

Perludem. 7 April 2019. Perludem : Politik Uang Terjadi Berulang Karena Regulasi Lemah. https://perludem.org/2019/04/07/perludem-politik-uang-terjadi-berulang-karena-regulasi-lemah/

Perludem. 12 Juli 2018. Cara Paling Efektif Berantas Politik Uang Menurut Peneliti Perludem. https://perludem.org/2018/07/12/cara-paling-efektif-berantas-politik-uang-menurut-peneliti-perludem/

Ikuti tulisan menarik Arman Ramadhan lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu