x

Ilustrasi situasi tempat yang dihancurkan oleh teroris dengan menggunakan platform AI (Gencraft)

Iklan

Hanna Parhusip

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 19 Oktober 2023

Sabtu, 21 Oktober 2023 13:52 WIB

Pesimisme Minoritas atas Netralitas Para Calon Presiden 2024

Semakin dekat penghujung tahun 2024 saya pun ketar-ketir: mungkinkah presiden 2024 dan para menterinya bisa diandalkan? Sebab, para calon presiden saat ini belum-belum punya keberpihakan tertentus.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Saya minoritas. Minoritas soal agama tentu sudah jelas. Minoritas berani berpendapat pada bidang yang bukan ranahnya apalagi.

Saya tidak pernah ikutan masalah politik apalagi mencermati bakal calon presiden 2024. Tulisan ini benar-benar dari minoritas karena saya apalagi minoritas di matematika, sedikit minor pada bidang yang sering tidak disukai orang. Tetapi saya sekaligus orang awam yang belajar menyampaikan pendapat. Jadi minoritas saya makin menonjol.

Saya adalah  awam yang bernarasi soal calon presiden. Tentu tidak berdasar sebagai tulisan yang pantas diacu. Tetapi saya warga negara yang mengalami presiden lebih dari 5 kali periode presiden. Jadi saya merasa pantas sebagai minor awam yang berunek-unek.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Masa awal sebagai warga negara pemilih, saya masih ingat orangtua saya mewajibkan memilih golongan tertentu, karena ketakutannya sebagai pegawai berdampak dari data keluarganya memilih apa. Saya yang penuh idealisme pada negara dengan nilai Pancasila di ujian nasional SMA saya 96 menjadi bertanya-tanya apa artinya demokrasi kalau saya diultimatum wajib memilih partai tertentu karena pilihan saya menentukan nasib kelangsungan pekerjaan orangtua saya? 

Karena saya anak yang mengabdi, pilihan saya adalah pilihan orang tua saya. Semua itu sudah 28 tahun yang silam. Lagi-lagi saya adalah minoritas yang punya hak suara, tetapi tidak punya hak memilih.  Bisa dibayangkan, ketika minoritas dalam tekanan keminoritasannya, energi minor itu menjadi tekanan yang suatu saat akan meledak dan tidak terbendung. Seperti suatu tekanan pada lubang kecil yang makin besar sehingga meledakkan sekelilingnya.  

    Gonjang-ganjing Israel vs Hamas vs Palestina semakin ramai melebihi keramaian realitasnya, membuat saya pun orang awam yang ketar-ketir karena saya tahu kemanakah keberpihakan masyarakat global Indonesia. Saya tidak perlu menulis pendapat saya tentang hal ini karena media sosial yang merebak dari semua sumber bisa terbaca dengan mudah tanpa dicari. Kenapa ketar-ketir? Karena hal ini memposisikan berbagai pola tingkah laku global dari pimpinan pemerintah Indonesia yang berakibat pada masyarakat Indonesia pada umumnya pada tahun 2024 dan hal ini juga akan mempengaruhi semua kebijakan selanjutnya hingga tahun 2029.

     Belum lama berselang ,U-20 yang dibatalkan di Indonesia membuat masyarakat awam geger dan tanpa bukti real ada pemikiran secara tidak eksplisit bahwa salah satu calon presiden menjadi salah satu penyebabnya. Tidak begitu lama, sang calon bersegera berpendapat untuk memperbaiki pemikiran masyarakat yang dituduhkan bahwa dia tidak seperti yang dipikirkan masyarakat. Tanpa ada bukti benar salah, sebagai minoritas, saya langsung menyusutkan respon positif terhadap calon presiden ini. Hal ini membekas dengan cukup lama hingga sekarang.

     Tinta setitik rusak susu sabalanga. Pepatah kuno ini mencerminkan cara berpikir masyarakat awam saat ini ketika tinta pada susu media sosial bercerita. Tanpa ada bukti yang perlu dicari untuk pembenaran,  masyarakat langsung punya opini yang susah diubah ketika tinta itu telah tertuang. Terlihat bagaimana salah satu calon presiden yang sama mulai berpendapat pada soal yang sedang menggoncang dunia : Israel vs Palestina yang semestinya Israel vs Hamas. Seorang minoritas yang awam soal politik pun dapat menemukan tinta itu, apalagi yang terus menguntit. Akhirnya saya bertanya dalam hati : adakah yang lebih netral dari Jokowi untuk presidenku tahun 2024 ? Sudah 2 kali kecenderungan yang sama muncul pada susu media sosial. Mungkin seorang minor seperti saya bisa tak masalah. Masih banyak mayoritas yang bisa diandalkan.

       Rasa aman bagi kaum minoritas bagaimanapun sangat penting apalagi pada heterogenitas Indonesia yang unik yang tidak dimiliki bangsa lain. Tidak bisa dipungkiri bahwa tindakan pemerintah dalam beberapa periode memberikan dampak pertumbuhan multidampak di Indonesia bernegara dan berbangsa serta sebagai bagian dari masyarakat internasional. Tentu pemerintah Indonesia saat ini bisa berbangga dengan kesuksesan Indonesia pada kancah politik internasional. Hal ini tidak lepas dari cara presiden Jokowi dengan asset kementriannya yang jauh lebih baik dari kementrian sekian periode presiden sebelum Jokowi. Beberapa kaum minor yaitu kaum Hawa memegang kementrian yang penting pada kancah internasional.

      Semakin dekat penghujung tahun 2024 saya pun ketar-ketir alias ikut berpikir, mungkinkah presiden 2024 dan para menterinya bisa diandalkan? Kalau calon presidennya belum-belum punya keberpihakan tertentu yang sudah dihempuskan, saya pun pesimis dengan calon presiden yang ada. Mungkin saya perlu mengintip calon yang lain tentu bukan yang terlalu banyak narasi yang terlalu bagus. Karena saya orang matematika, narasi yang manis, justru memberi hati pesimis.

 

 

Ikuti tulisan menarik Hanna Parhusip lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu