x

Ilustrasi Kekerasan Dalam Rumah Tangga

Iklan

Geza Bayu Santoso

Philosophy Student, Faculty of Ushuluddin and Islamic Thought, State Islamic University Sunan Kalijaga Yogyakarta
Bergabung Sejak: 26 April 2023

Minggu, 22 Oktober 2023 07:21 WIB

Geneaologi Kekerasan Manusia

Apakah kekerasan itu menjadi DNA manusia? Atau justru hal itu dibangun atas konstruk sosial?

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Guest Lecture Series On Religion and Science 2 dengan tema Violence dan DNA terselenggara dengan sangat menarik. Isu ini menjadi penting untuk didiskursuskan karena dunia menghadapi banyak sekali kekerasan, mulai dari perang Ukraina, konflik timur tengah, dan gerakan separatis organisasi papua merdeka (OPM).  Agama diharapkan mampu memberikan inovasi untuk menjadi penengah dalam berbagai kasus kekerasan.

Center for Religion and Science Ushuluddin and Islamic Thought Faculty UIN Sunan Kalijaga memprakarsai hadirnya diskursus tentang DNA dan kekerasan. Dr. dr. Ronny Tri Wirasito, Sp.KJ sebagai speaker dan Prof. Syafaatun Almirzanah, Ph.D., D.Min sebagai host. Diskusi dibuka dengan satu paradigma yang mesti dipahami sebelum kita membahas DNA jauh lebih dalam, hal ini berkenaan dengan 3 konsep penting yang jadi fundamental epistemologi saat diskursus.

Level of organism, tubuh manusia dibangun atas ratusan juta sel yang kemudian menjadi jaringan— membentuk organ dan organ ini akan berkumpul menjadi suatu sistem. Hal ini penting dipahami untuk melihat manusia dari kacamata mikrokosmos. Level ketidaksadaran, manusia ini 70% perilakunya dipengaruhi oleh ketidaksadaran, saat kita berangkat ke suatu tempat, apakah kita menghitung dan tahu secara detail ada berapa toko kelontong yang buka? kita tidak sadar akan hal ini. Level multifactor, perilaku manusia dipengaruhi oleh banyak faktor, baik itu DNA maupun lingkungan.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Perilaku manusia dipengaruhi oleh rasa menderita (suffering), kita memakai masker karena kalau tidak memakainya ada rasa tidak nyaman. Behavior manusia juga dibangun atas protein atau apa yang mereka konsumsi, perilaku juga dipengaruhi oleh genealogi, namun konstruk sosial mampu merubahnya.  Dan pada dasarnya, journey manusia didalam hidup ini hanya akan bertemu dengan tiga hal: bahagia, menderita dan kesendirian.

Lalu, apakah kekerasan itu menjadi DNA manusia? atau dibangun atas konstruk sosial? setidaknya ada beberapa poin yang penulis tangkap dari paparan Dr. Ronny. Biological factors, secara biologi, ada dorongan dari otak manusia untuk melahirkan kekerasan. Genetics, genetika tidak dapat mempengaruhi perilaku manusia secara langsung, sifatnya tidak mutlak mempengaruhi, DNA itu sendiri sifatnya “probability” yang tentu dapat dipengaruhi oleh banyak faktor lain.

Diskursus kali ini memantik banyak pertanyaan, salah satu pertanyaan yang mengemuka adalah perihal rekayasa DNA. Kekhawatiran utama dari rekayasa genetik adalah perihal etika, regulasi keamanan, dan dampak jangka panjang. Banyak sekali rekayasa genetik yang coba dilakukan akhir-akhir ini, namun, dampak jangka panjang yang akan ditimbulkan masih belum bisa manusia kontrol, probabilitas dampaknya masih abu-abu.

Dengan kacamata psikiater dan dunia medis yang sudah disampaikan Dr. Ronny ini, menjadi penting bagi agama untuk mengambil peran atas kemungkinan baru yang akan timbul dari rekayasa DNA, mengatur etika dan memberikan rekomendasi perspektif dalam membentuk regulasi keamanan, peran agama tentu sangat dinantikan sebagai kompas moral atas ketidakmungkinan baru yang akan timbul.



Ikuti tulisan menarik Geza Bayu Santoso lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler