x

Iklan

Gilang Ramadhan

Penyair
Bergabung Sejak: 9 Mei 2023

Senin, 30 Oktober 2023 12:42 WIB

Pentingkah Orientasi Pola Berfikir Positif dengan Pendekatan Maslow bagi Siswa?

Ada tiga langkah yang bisa dilaksanakan secara bertahap dan kontinyu agar siswa mampu mengorientasikan proses berpikirnya ke arah yang positif. Siswa dapat menyadari hakikatnya mereka adalah manusia yang terlahir dengan potensi internal unik dan harus dikembangkan.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Gilang Ramadhan Putra Hidayat

Universitas Pendidikan Indonesia

 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Siapa yang tidak tahu Abraham Maslow dalam dunia psikologi, seorang tokoh yang menjadi pelopor aliran humanistik ini dikenal karena pandangannya yang berbeda dengan beberapa aliran psikologi yang berkembang pesat pada saat itu. Sekilas saja, Maslow lahir  di New York pada 1 April 1908 dan ia merupakan seorang anak laki-laki yang terbilang cerdas untuk anak seusianya. Pada waktu itu, ia hidup di tengah masyarakat yang menganut banyak pandangan dan aliran dalam psikologi, sebut saja aliran Fungsionalisme, aliran Behaviorisme, dan aliran Psikoanalitik (Adziima, 2021).

Dalam pandangan humanistik yang diprakarsai oleh Maslow, ia menekankan pada potensi internal yang ada dalam diri manusia. Oleh karena itu, dalam pandangan Maslow, manusia adalah pribadi yang memiliki kualitas unik serta dapat mengembangkan potensinya secara mandiri. Dalam sebuah teori yang dikonstruksikan oleh Maslow berdasarkan hierarki kebutuhan manusia (Maslow’s Hierarchy of Needs), ia berasumsi bahwa di dalam individu terdapat dua hal, yaitu (1) suatu usaha yang positif untuk berkembang, dan (2) kekuatan untuk  melawan atau menolak perkembangan itu (Suralaga, 2021).

Secara singkat dapat dijelaskan bahwa pandangan Maslow lebih mengarah kepada bagaimana manusia memenuhi kebutuhannya secara berjenjang hingga tahap akhir yang membuatnya dapat mengaktualisasikan diri sebagai manusia seutuhnya.

Sekarang, mari kita sedikit mengulas apa yang dimaksud dengan Maslow’s Hierarchy of Needs. Suralaga (2021) memaparkan bahwa Maslow membagi tingkatan teorinya mulai dari kebutuhan jasmani yang paling dasar sampai dengan kebutuhan yang paling estetis. Berikut pemaparannya.

  1. Kebutuhan jasmani (Physical Needs), misalnya makan, minum, dan tidur.
  2. Kebutuhan akan rasa aman (Safety Needs), misalnya kebutuhan untuk aman dari ancaman fisik maupun psikis
  3. Kebutuhan untuk memiliki dan dicintai (Social Needs), misalnya dorongan untuk memiliki kawan, berkeluarga, dan diakui sebagai anggota dalam suatu kelompok.
  4. Kebutuhan akan harga diri (Esteem Needs), misalnnya kebutuhan untuk dihargai, dihormati, dan dipercaya oleh orang lain.
  5. Kebutuhan aktualisasi diri (Self Actualization), yaitu kebutuhan dalam mengoptimalkan kemampuan diri untuk mencapai suatu tujuan yang diinginkan.

 

Dalam pandangan Maslow, puncak akhir dari kebutuhan manusia adalah aktualisasi diri (Self Actualization). Untuk mencapai tahap ini, manusia diharuskan sudah melewati hierarki pada tahap sebelumnya agar tidak terjadi distorsi yang menyebabkan manusia terbebani dan akhirnya berusaha ‘menghalalkan segala cara’. Secara sederhana, sebelum manusia mengaktualisasikan dirinya, maka terlebih dahulu ia harus berpikir secara positif agar tercapai hakikat sebenarnya dari aktualisasi diri, yaitu menjadi manusia seutuhnya yang mampu menyadari dan mengembangkan potensi yang dimilikinya secara optimal.

Dalam kesempatan kali ini, penulis berusaha menarik hubungan antara self actualization dalam teori Maslow dan orientasi berpikir positif bagi siswa sehingga siswa mampu menyadari keberadaan dirinya sebagai individu yang dilahirkan dengan potensi internal yang unik. Tujuan akhir dalam artikel singkat ini, yaitu siswa mampu menyadari kemampuan yang dimilikinya sehingga tercipta karakter yang ugahari dan senantiasa berpikir positif.

Mari kita bahas!

Akhir-akhir ini tersebar berita di media sosial tentang bagaimana cara siswa mengekspresikan dirinya dengan cara yang salah, misalnya berciuman dengan pacar saat live instagram, mengkritik guru yang memberikan tugas dengan label ‘tugas yang tidak manusiawi’, dan sebagainya. Kemudian akan timbul pertanyaan, Kok bisa ya, siswa X melakukan hal tersebut? Bagaimana sih cara berpikirnya kok sampai melakukan hal tersebut?. Wah, kalau dilanjutkan akan panjangnya butir pertanyaannya, secara singkat poin utama dan yang awal sekali akan ditanyakan adalah pola berpikir siswa yang bersangkutan, yaitu bagaimana orientasi siswa tersebut dalam berpikir.

Dari contoh pernyataan di atas, sudah tentu orientasi siswa berpikir ke arah negatif. Mengapa demikian? Karena siswa cenderung tidak melibatkan pola pikir rasionalnya dalam suatu tindakan dan tertanam dalam benaknya bahwa ‘dunia ini hanya milikku seorang’. Dalam pandangan Maslow, apabila terjadi hal yang demikian, maka ada suatu distorsi atau kesalahan yang terjadi pada hierarki kebutuhannya atau ada kebutuhan yang belum terpenuhi sehingga siswa cenderung melampiaskannya pada tahap ‘aktualisasi diri’ tersebut. Singkatnya, dalam pandangan siswa yang berpola pikir negatif, aktualisasi diri adalah proses yang membuat dirinya melakukan apapun sesuka hati tanpa memedulikan orang lain.

Pada kasus seperti yang telah dipaparkan sebelumnya, arah pembicaraan kali ini akan mengarah pada bagaimana cara siswa mengaktualisasikan dirinya secara positif sehingga tujuan dari pendidikan dapat tercapai secara optimal. Hal pertama kali harus dilakukan adalah dengan membuat definisi yang mudah dipahami oleh siswa tentang ‘aktualisasi diri’. Dalam KBBI, aktualisasi diri artinya usaha berkelanjutan untuk memenuhi kebutuhan tertentu. Ditegaskan kembali oleh Galugu, Pajarianto, dan Bahraini (2021) bahwa aktualisasi diri adalah cara individu mengembangkan kapasitas kerja, mewujudkan kemampuan atau kebolehannya, serta menampakkan hal-hal yang sesuai dengan cita dan citra dirinya.

Dari dua definisi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa akualisasi diri adalah usaha seseorang dalam memenuhi kebutuhannya yang didasari dengan pola berpikir positif. Langkah selanjutnya yang dapat dilakukan adalah mengarahkan siswa pada kegiatan-kegiatan yang positif di sekolah sehingga pola pikirnya dapat berkembang secara kreatif dan produktif. Misalnya berorganisasi, kegiatan ektrakurikuler, bimbingan konseling di sekolah, dan lain-lain. Diharapkan dengan mengikuti kegiatan yang disebutkan di atas siswa dapat lebih terbuka lagi pemikirannya ke arah pola berpikir yang positif.

Satu langkah lagi yang dapat dilakukan yaitu mendorong siswa agar menjadi individu yang tekun dan rajin dalam beribadah kepada Tuhan. Karena salah satu hierarki dalam teori Maslow secara tersirat mendefinisikan bahwa proses aktualisasi diri yang paling estetis adalah saat individu termotivasi untuk mengakui keberadaan Tuhan. Hal inilah yang menjadi poin lebih dalam teori humanistik yang dicetuskan oleh Maslow.

Apabila ketiga langkah tersebut sudah dilaksanakan secara bertahap dan kontinu, maka diharapkan siswa mampu mengorientasikan proses berpikirnya ke arah yang positif sehingga siswa dapat menyadari bahwa pada hakikatnya dirinya adalah manusia yang terlahir dengan potensi internal yang unik dan harus mengembangkan bakatnya tanpa ada tekanan atau paksaan dari orang lain.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa teori Maslow mengenai hierarki kebutuhan (Maslow’s Hierarchy of Needs) bisa dijadikan dasar pijakan dalam proses pengaktualisasian diri sehingga siswa menyadari potensi dirinya. Oleh karena itu, penting ditegaskan bahwa peran guru adalah membuat suatu skema agar siswa mampu mengaktualisasikan dirinya dengan pola pikir yang positif. Di antara banyaknya kemungkinan, penulis merumuskan tiga hal yang dapat dilakukan, yaitu (1) Membuat definisi tentang aktualisasi diri yang mudah dipahami oleh siswa; (2) Mengarahkan siswa pada kegiatan-kegiatan positif di sekolah; serta (3) Mendorong siswa agar mengakui eksistensi Tuhan dan menyadari bahwa dirinya adalah makhluk ciptaan-Nya. Hal tersebut dipaparkan dengan harapan agar siswa senantiasa berpikir positif dalam setiap hal, terutama pada saat proses pengaktualisasian diri.

 

Daftar Rujukan

Adziima, M. F. (2021). Psikologi Humanistik Abraham Maslow. Jurnal Tana Mana, 2(2), 86−93.

Galugu, N. S., Pajarianto, H., & Bahraini. (2021). Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: Deepublish Publisher.

KBBI Online

Suralaga, F. (2021). Psikologi Pendidikan: Implikasi dalam Pembelajaran. Depok: PT RajaGrafindo Persada.

 

Ikuti tulisan menarik Gilang Ramadhan lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu