x

Cara berkomunikasi secara jujur dan berempati dengan anggota keluarga menjadi kunci komunikasi efektif pada masa pandemi

Iklan

azzahra dian

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 9 April 2023

Kamis, 2 November 2023 06:45 WIB

Haragei: Cara Orang Jepang Berkomunikasi dengan Seni Perut

Di Jepang terdapat perilaku berkomunikasi yang disebut Haragei atau biasanya disebut dengan Seni Perut. orang Jepang merasa lebih baik menggunakan Haragei yang mengandalkan ekspresi wajah, postur tubuh, kata–kata bermakna implisit dan keheningan daripada menggunakan percakapan yang terbuka dan secara terang–terangan seperti yang dilakukan orang barat.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Penulis: Azzahra Diandra Putri

NIM: 122111333019

Program Studi: Studi Kejepangan Universitas Airlangga

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

 

Komunikasi merupakan proses yang dilakukan oleh dua orang atau lebih yang membicarakan suatu topik dengan harapan untuk mencapai suatu pengertian atau pembahasan, di mana para partisipan tidak hanya bertukar (konversi-interpretasi) informasi, berita, gagasan, dan perasaan, tetapi juga menciptakan dan berbagi makna. Secara umum, komunikasi adalah sarana penghubung manusia dan tempat. Komunikasi merupakan sebuah aktivitas penyampaian informasi melalui pertukaran pikiran, pesan, atau informasi dengan ucapan, visual, sinyal, tulisan, atau perilaku. Komunikasi juga merupakan pengiriman dan penerimaan pesan atau berita antara dua orang atau lebih sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami. Komunikasi adalah proses dimana kita menciptakan dan bertukar pesan.

Menurut Wilbur Shcram menyatakan bahwa komunikasi adalah suatu perwujudan persamaan makna antara komunikator dan komunikan. Komunikasi tidak hanya tukar pendapat, tetapi mencakup lebih luas. Artinya, suatu proses penyampaian pesan di mana seseorang atau lembaga tersebut berusaha mengubah pendapat atau perilaku si penerima pesan atau penerima informasi. Sedangkan menurut Rogers bersama D. Lawrence Kincaid (1981) menyatakan bahwa komunikasi adalah suatu proses di mana dua orang atau lebih membentuk atau melakukan pertukaran informasi dengan satu sama lainnya, yang pada gilirannya akan tiba pada saling pengertian yang mendalam. Sementara Shannon dan Weaver (1949) bahwa komunikasi adalah bentuk interaksi manusia yang saling pengaruh memengaruhi satu sama lainnya, sengaja atau tidak sengaja. Tidak terbatas pada bentuk komunikasi menggunakan bahasa verbal, tetapi juga dalam hal ekspresi muka, lukisan, seni, dan teknologi. (Cangara,2016).

Berkomunikasi merupakan kegiatan rutin manusia sejak mereka dilahirkan, mulai dari tangisan sang bayi yang menyampaikan pesan berisi kebutuhan psikologis dan fisiologisnya, sampai dengan pesan berisi kebutuhan komplementer orang dewasa. Semuanya tidak terlepas dari proses penyampaian dan penerimaan pesan yang disebut komunikasi.

Begitu pentingnya komunikasi dalam hidup manusia, maka Harold D. Lasswell mengemukakan bahwa fungsi komunikasi antara lain manusia dapat mengontrol lingkungannya, beradaptasi dengan lingkungan tempat mereka berada, serta dapat melakukan transformasi warisan sosial kepada generasi berikutnya.

Terdapat istilah terkenal yang diucapkan oleh Prof. Dr. Kuntjaraningrat, salah satu guru antropologi besar "Pola pikir masyarakat suatu bangsa dimulai dari pola pikir masyarakatnya." Hal ini juga berlaku pada Masyarakat Jepang yang dinilai memiliki banyak sekali kebudayaan dan juga pola pikir yang menarik. Keunikan budaya Jepang ini sering membuat bingung penduduk dunia lain, terutama adalah bangsa Barat.

Terdapat perbedaan yang dapat terlihat dengan jelas yaitu dengan cara berkomunikasinya yaitu suatu perbedaan yang terdapat terdengar dengan jelas antara orang Barat dengan orang Jepang, ketika orang Barat mengatakan "Ya" berarti adalah ya, atau merupakan persetujuan yang sudah pasti, namun tidak demikian dengan orang Jepang. Ketika orang Jepang mengatakan "Ya", tidak seutuhnya sebagai ungkapan persetujuan mereka, tetapi ketika mereka mengatakan "Ya" namun diikiuti oleh kata tetapi, sebenarnya mereka mengharapkan pengertian dari lawan bicaranya akan sesuatu yang mereka sebenarnya tidak setujui namun diungkapkan secara samar dengan maksud kesopanan. Hal tersebut tentu membingungkan bagi bangsa Barat yang dikenal berbudaya langsung tanpa basa-basi, sementara bangsa Jepang terkenal sarat akan basa-basi. Kebiasaan basa-basi orang Jepang inilah yang sering disalahartikan oleh orang Barat, dan tentu bangsa lainnnya.

Jepang adalah salah satu dari negara paling maju yang ada di Asia. Orang Asia sendiri memiliki reputasi sangat sopan dan berhati-hati dalam pemilihan kosa katanya saat berkomunikasi karena tidak ingin memicu konflik atau perdebatan. Oleh karena itu, mereka lebih suka berkomunikasi secara nonverbal. Komunikasi nonverbal sering dilakukan orang Jepang untuk menyampaikan isi hati mereka yang sesungguhnya tanpa menyakiti perasaan orang lain. 

Di Jepang terdapat sebutan tersendiri untuk perilaku berkomunikasi seperti itu yang disebut Haragei. Haragei terdiri dua kanji yaitu kanji Hara (腹) yang berarti perut dan kanji Gei (芸) yang berarti seni. orang Jepang merasa lebih baik menggunakan Haragei yang mengandalkan ekspresi wajah, postur tubuh, kata–kata bermakna implisit dan keheningan daripada menggunakan percakapan yang terbuka dan secara terang–terangan seperti yang dilakukan orang barat.

Konsep Haragei dianggap sebagai sebuah produk budaya tinggi yang dihasilkan oleh budaya masyarakat jepang. Dalam High-Context Culture, seni komunikasi yang lebih mengedepankan cara penyampaian pikiran atau perasaan secara implisit dengan menggunakan simbol-simbol atau bahasa tubuh tertentu sehingga tidak semua orang dapat mengerti informasi yang disampaikan.

Haragei dipandang sebagai sesuatu yang positif dan negatif di Jepang. Di satu sisi, seseorang dapat dianggap hebat apabila dapat "membaca pikiran orang lain” dengan menggunakan haragei, atau mengerti apa yang diinginkan orang lain. Di sisi lain, ada sisi negatif dari konsep ini, yaitu orang menyembunyikan pikiran dan perasaan mereka yang sebenarnya, sehingga susah dimengerti.

Haragei terdiri dari beberapa konsep seperti amae yang berarti sikap pengertian dan sensitivitas orang untuk membaca makna yang tersirat dari perkataan orang lain. Konsep berikutnya yang memiliki hubungan dengan haragei adalah honne dan tatemae. Honne merupakan apa yang sebenarnya kita rasakan di dalam hati dan tatemae adalah sikap yang ditunjukkan ke orang lain. Konsep ini merupakan suatu konsep bahwa di dalam tatanan masyarakat Jepang tidak ada kata egois. Semua hal yang dilakukan dan diucapkan harus diusahakan agar tidak menyinggung perasaan orang lain atau dapat diterima dengan baik oleh orang lain.

Selain itu ada pula ishin denshin yang merupakan konsep lain yang memiliki kemiripan dengan haragei. Konsep ini menjelaskan mengenai sebuah metode untuk mengubah pemikiran dan perasaan seseorang secara implisit. Ishin Denshin sendiri biasanya digunakan untuk seseorang yang tidak hanya mengenal perilaku orang yang sedang berbicara dengannya namun juga mengenal hatinya. Ishin Denshin sendiri sering dianggap pertukaran intuisi, dimana orang lainnya tidak perlu menanyakan apa yang diinginkan namun cukup dengan melihat saja sudah cukup.

Bagi masyarakat diluar Jepang suatu komunikasi yang jelas sangat diperlukan untuk menghindari adanya salah paham. Komunikasi yang baik adalah disaat pihak–pihak yang berkomunikasi saling mengerti satu sama lain dengan penjelasan yang diungkapkan secara langsung tanpa menyebunyikan hal-hal yang rawan memicu perdebatan atau memulai konflik.

Pandangan ini dianggap lain oleh masyarakat Jepang karena bagi mereka, seseorang dapat disebut sebagai komunikator yang baik adalah saat mereka tidak mengungkapkan pemikiran dan perasaan mereka sebenarnya, serta mereka dapat mengerti lawan bicaranya yang melakukan hal yang sama sepertinya.

Sebagai penutup, 'Haragei' merupakan eksplorasi seni halus komunikasi non-verbal yang menakjubkan. Saat kita belajar lebih dalam untuk mengerti bahasa yang tak terucapkan ini, kita mendapatkan wawasan tentang betapa kayanya interaksi manusia, di mana kata-kata hanyalah salah satu benang dalam jalinan pemahaman yang rumit. Eksplorasi kita mengingatkan kita akan pentingnya mendengarkan, empati, dan penyesuaian terhadap isyarat tak terucap yang memandu interaksi kita.

 

Daftar Pustaka

Ginting, D. (2015). Komunikasi Cerdas. Elex Media Komputindo.

Sari, A. C., Hartina, R., Awalia, R., Irianti, H., & Ainun, N. (2018). Komunikasi dan media sosial. Jurnal The Messenger3(2), 69.

Ikuti tulisan menarik azzahra dian lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu