x

Dandim 0815 Mojokerto Letkol Kav Hermawan Weharima, SH. saat menjadi Irup pada Upacara Peringatan Hari Santri Nasional (HSN) di Ponpes Amanatul Ummah Desa Kembangbelor, Pacet Mojokerto

Iklan

ayatullah khomaini

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 23 Desember 2022

Selasa, 12 Desember 2023 11:10 WIB

Santri Membangun Negeri

Fatwa yang paling terkenal di kalangan santri dalam mempertahankan kehormatan bangsa ini adalah Resolusi Jihad dari para kiai dan ulama NU. Fatwa itu adalah bentuk perlawanan terhadap kolonialisme.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

"Santri", demikian Cak Nur menerangkan dalam bukunya Bilik-bilik Pesantren, ia datang dari dua bahasa: bahasa Jawa dan bahasa Sanskerta. Dalam bahasa Jawa, kata santri berasal dari kata cantrik yang artinya adalah sosok yang patuh dan taat pada guru. Guru bagi orang Jawa adalah sakral dan keramat. Artinya bahwa ketundukan dan kepatuhan pada guru adalah keniscayaan bagi seorang santri. Meskipun prinsip inilah yang kadangkala melebihi batas kewajaran, sehingga menyebabkan tradisi feodalisme tumbuh dan mengakar di republik ini. 

Sementara dalam bahasa Sanskerta, kata santri berasal dari kata sastri, yang artinya adalah melek huruf. Jadi, santri artinya himpunan orang-orang terpelajar yang punya ikhtiar untuk membangun peradaban manusia sebaik mungkin. Karena santri dibebani tanggung-jawab untuk memperbaiki peradaban, maka mereka harus dibekali dengan budaya literasi. Mereka adalah himpunan kaum literasi, yaitu kaum pembaca sebagai generasi pewaris ilmu-pengetahuan. Itu gunanya ada istilah abangan untuk membedakan mana kaum yang suka membaca, mana kaum yang tidak suka membaca. Oleh karena itu, melalui keterangan di atas, masihkah secara hakikat kita percaya diri mengaku sebagai seorang santri? 

Artinya bahwa seorang santri dituntut untuk selalu akrab dengan ilmu-pengetahuan, tidak saja ilmu-ilmu agama tapi juga ilmu-ilmu umum; ilmu eksak, ilmu sosial dan lain sebagainya. Meskipun seharusnya tidak ada dikotomi antara ilmu umum dan ilmu agama. Semua ilmu sama; datang dari Tuhan yang maha esa sebagai metode maqashidus-syariah, yaitu sebagai jalan untuk mendekatkan diri kepada sang penciptanya. Hanya dengan cara itulah seorang santri punya daya guna yang kuat di tengah-tengah masyarakat untuk menjawab tantangan-tantangan zaman. 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Santri harus berwawasan luas. Dan tidak ada cara lain untuk mencapai itu kecuali dengan membaca. Membaca apa saja, tidak hanya kitab-kitab kuning yang menjadi primadona kajian-kajian di pesantren, tapi juga membaca buku-buku putih. Santri tidak boleh alergi membaca kitab-kitab putih. Karena membaca adalah kunci umat Islam menguasai pengetahuan dan peradaban dunia. Seperti yang diterangkan Fahrudin Faiz bahwa, "Kuasai dunia dengan ilmu, jalannya adalah belajar, senjatanya adalah menulis, kekuatannya berasal dari membaca. Maka Iqra', bacalah." 

Itulah yang menjelaskan mengapa pahlawan-pahlawan kita seperti Ki Hajar Dewantara, K Ahmad Dahlan, dan K Hasyim Asyari, mendirikan pesantren sebagai basis pendidikan pertama untuk memperbaiki kualitas SDM kita. Dan konsekuensi logisnya adalah bahwa, semua santri punya kesadaran penuh untuk melawan segala bentuk penjajahan. Maka santri pada akhirnya melakukan perjuangan untuk merebut kemerdekaan dari tangan penjajah. Dan perjuangan santri telah membuahkan hasil yang memuaskan, yaitu Kemerdekaan Republik Indonesia. 

Fatwa yang paling terkenal di kalangan santri dalam mempertahankan kehormatan bangsa ini setelah kemerdekaan berhasil direbut adalah fatwa Resolusi Jihad dari para kiai dan ulama NU sebagai bentuk perlawanan terhadap kolonialisme. Pertempuran 10 November di Surabaya yang dipimpin Bung Tomo, itu berjalin-kelindan dengan fatwa "resolusi jihad" tadi. Ini adalah fakta sejarah bahwa santri adalah pemilik perjuangan Kemerdekaan Republik Indonesia.

Pesantren dan santri selalu memberi warna terhadap sejarah perjalanan negri ini. Konteks-historis itulah yang menandakan bahwa santri dan negri ini seprti satu tarikan nafas yang tidak mungkin dipisahkan. Santri adalah aset negri ini. Santri pulalah yang akan merawat negri ini dengan tulus dan penuh dedikasi. Maka untuk menjaga kualitas seorang santri, mereka tidak boleh berheti untuk terus belajar. Jangan sampai negri ini dikuasi oleh para penjahat hanya karena para santrinya tidak melakukan upgrade diri.

 

Ayatullah Khomaini

Alumnus PP Robin Sumenep

Ikuti tulisan menarik ayatullah khomaini lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Hanya Satu

Oleh: Maesa Mae

Kamis, 25 April 2024 13:27 WIB

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Hanya Satu

Oleh: Maesa Mae

Kamis, 25 April 2024 13:27 WIB