Pemikiran Modern Abdullah Ahmed An-Na’im Terkait Hak Asasi Manusia dalam Perspektif Politik Islam
Islam telah memberikan hak terhadap Masyarakat untuk bebas berpolitik, berserikat, dan membentuk organisasi. Tetapi dalam hal berserikat dilakukan dengan motivasi untuk menyebarluaskan kebaikan individu, Masyarakat, dan bangsa. Bukan untuk menyebarluaskan kejahatan. Sehingga bisa dikatakan bahwa kebebasan berserikat ini tidak berlaku secara mutlak tanpa batas. Hak kebebasan berserikat juga terkadung dalam Al-Qur’an surah Ali ‘imran ayat 110
Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman
كُنْتُمْ خَيْرَ اُمَّةٍ اُخْرِجَتْ لِلنَّا سِ تَأْمُرُوْنَ بِا لْمَعْرُوْفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُوْنَ بِا للّٰهِ ۗ وَلَوْ اٰمَنَ اَهْلُ الْكِتٰبِ
لَكَا نَ خَيْرًا لَّهُمْ ۗ مِنْهُمُ الْمُؤْمِنُوْنَ وَاَ كْثَرُهُمُ الْفٰسِقُوْنَ
"Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, (karena kamu) menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka. Di antara mereka ada yang beriman, namun kebanyakan mereka adalah orang-orang fasik."
Abdullah Ahmed An-Naim merupakan seorang pemikir muslim yang dianggap sebagai pakar hak asasi manusia dan melontarkan wacara pemikirannya tentang kebutuhan reformasi syariah. Dalam hal hak asasi manusia beliau menyatakan bahwa munculnya kelompok-kelompok radikal agama dan perubahan politik dinegara-negara islam dan mayoritas muslim semakin mempersulit pemenuhan hak asasi manusia. Di negara-negara tersebut, dalam situasi seperti ini sangat mengesankan bagi negara yang berurusan dengan hak asasi manusia. Misalnya, kebangkitan islam tentu mengubah politik islam dari moderat menjadi radikal ataupun sebaliknya.
An-Naim menganggap bahwa salah satu alasan dibutuhkannya reformasi syariah ialah adanya anggapan bahwa posisi dan formulasi syariah yang ada tidak memadai lagi dan bertentangan dengan prinsip-prinsip hukum modern dan Hak Asasi Manusia yang menjadi isu aktual belakang ini. Dari sinilah muncul gagasan untuk membangun model syariah yang sesuai dengan standar hukum modern, baik itu di bidang hukum keluarga atau privat, hukum publik dan tentunya Hak Asasi Manusia. Dengan itu pilihan dilematispun muncul dalam benak umat muslim antara keharusan melaksanakan syariah sebagai kewajiban agama dengan menaati HAM sebagai tuntutan masyarakat Internasional.
Penerapan norma-norma HAM internasional di masyarakat mana pun secara umum membutuhkan keterlibatan agama karena pengaruhnya yang kuat pada sistem dan perilaku penganut agama tidak selalu dimotivasi oleh kesetiaan total pada keyakinan yang mereka anut, namun pertimbangan keagamaan sangat penting bagi mayoritas pemikir HAM dan para pendukungnya yang sela ini mengabaikan agama hanya karena dianggap tidak relevan, tidak penting, atau tidak bermasalah.
Pendapat An Na’im tersebut tidak membenarkan pembelaan diri atau mencoba menentang tindakan sebagian masyarakat, tetapi penting juga memberikan kesempatan kepada para penentang universalitas hak asasi manusia untuk berbicara dan menunjukkan identitas mereka. Menghalangi penentang HAM sama saja dengan melanggar HAM.
Kehidupan politik yang baik dan penegakkan hukum yang adil merupakan prasyarat sebuah institusi yang harus dipatuhi dan ditaati. Karena jika seseorang yang megajukan urusannya untuk diselesaikan pada pengadilan tetapi dia tidak percaya dan tidak menerima sepenuhnya apa yang diputuskan pengadilan maka ia dikategorikan orang yang tidak beriman.
Perspektif islam tentang hak asasi manusia dapat dicermati dengan tegas dan jelas dapat dalam piagam Madinah (konstitusi Madinah) sebagai kesepakatan Nabi Muhammad SAW dengan berbagai kalangan pada masa itu, yang membahas kebutuhan hak asasi manusia dalam bidang politik, di bidang sosial, ekonomi, budaya dan agama.
Penerapan HAM di Indonesia mengikuti iklim politik. Politik di Indonesia bukanlah politik islam tetapi nilai-nilai islam diwujudkan dalam peraturan perundangan-undangan negara. Yakni dalam kaitannya dengan toleransi, kerukunan, beragama dan anti terorisme, umat islam di Indonesia diwakili oleh ormas-ormas Islam (Muhammadiyah, NU, Persis, Al-Irsyad dan lain-lain) yang memiliki sikap yang jelas.
Dalam hal hak asasi manusia, umat islam di Indonesia mengikuti aturan hukum karena aturan tersebut tidak bertentangan dengan islam. Umat islam juga sangat mementingkan nilai-nilai hak asasi manusia, karena ketika nilai-nilai tersebut diwujudkan, maka terciptalah keharmonisan, rasa aman, kehidupan yang jauh dari kekerasan, pemaksaan kehendak dan pencabutan hak dalam kehidupan bernegara.
Euis Nur Fathimah, lahir di Majalengka tanggal 19 Februari, kini Tengah menempuh Pendidikan sarjana di Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung program studi Sejarah Peradaban Islam fakultas Adab dan Humaniora dengan NIM 1225010045.
Ikuti tulisan menarik Euis Nur Fathimah lainnya di sini.