Pada 24 September 2023, kami mengunjungi Museum Wayang yang terletak di wilayah Kota Tua, Jakarta Barat. Kami mengunjungi museum tersebut untuk menyaksikan pagelaran wayang yang berjudul “Gatot Kaca Wisuda”. Semua persiapan disediakan dengan baik, seperti pada unsur benda dan unsur manusia di dalamnya. Pada unsur benda terlihat ketersediaan yang sangat lengkap seperti wayang itu sendiri, gamelan, kelir, gebog, blencong, cempala, keprak, kotak wayang, dan kayon. Tak lupa dengan keberadaan unsur manusia di dalamnya sebagai pelengkap unsur pertunjukan seni wayang seperti Dalang, Waranangga, Niyaga dan Penyimping.
Wayang adalah seni pertunjukan tradisional asli Indonesia yang berasal dan berkembang pesat di Jawa. Wayang kulit adalah salah satu jenis wayang yang paling terkenal. Pertunjukan wayang kulit dimainkan oleh seorang dalang yang mengendalikan boneka kulit yang diproyeksikan ke layar putih. Irama gamelan yang rancak berpadu dengan suara merdu para sinden menjadi pengiringnya. Wayang kulit memiliki cerita tersendiri, terkait dengan masuknya Islam Jawa. Salah satu anggota Wali Songo menciptakannya dengan mengadopsi Wayang Beber yang berkembang pada saat itu. Adopsi itu dilakukan karena wayang terlanjur lekat dengan orang Jawa sehingga menjadi media yang sementara agama Islam melarang bentuk seni rupa.
Pada pertunjukan saat itu menampilkan pertunjukan wayang yang berjudul “Gatot Kaca Wisuda”. Dalam pementasan tersebut terdapat banyak nilai yang dapat di telaah secara teoritis menggunakan metode kritik sastra. Dapat dikatakan bahwa cerita ini mengisahkan persaingan di Kerajaan Pringgondani setelah kematian Raja Arimbo. Poro Pandowo berupaya mewisuda Raden Gathutkoco sebagai raja, tetapi Prabu Duryudono dan Patih Sengkuni berusaha menggagalkan rencana tersebut dengan membujuk Raden Brojo dento. Akhirnya, terjadi pertempuran antara Raden Gathutkoco dan Raden Brojo dento. Meskipun Gathutkoco kalah, Raden Brojomusti turun tangan dan arwah keduanya diwariskan pada Raden Gathutkoco, menjadikannya Jumeneng Balendro di Pringgondani dengan ilmu Brojodento dan Brojo musthi.
Dalam pertunjukan tersebut dapat kami analisa tentang sosiologi sastra. Secara keseluruhan, sosiologi sastra merupakan pendekatan yang digunakan untuk mengurai karya sastra dan menyelidiki hubungan antara karya sastra dengan masyarakat dan proses sosialnya. Pada pertunjukan seni wayang tersebut dapat kami analisa menggunakan kajian sosiologi sastra ditunjukkan pada saling sikut-menyikut antar lingkungan dalam istana demi memperebutkan sebuah tahta kepemimpinan.
Anggota kelompok:
Elvina Arum Permatasari
Idris Saputra
Marcelia Nabilah
Muhammad Adrian Yuwono
Nuralyta Augustine
Ikuti tulisan menarik Marcelia nabilah lainnya di sini.